Ketika
Bulukumba Sudah Tidak Berlayar
Oleh : AL AZ ARI
Bulukumba
yang berjarak sekitar 150 km arah selatan kota makassar. Kabupaten dengan
jumlah penduduk 394.757 jiwa (Badan Pusat Statistik (BPS) Bulukumba, 2010) dan
memiliki luas wilayah 1.154,67 Km², sebuah kabupaten yang memiliki
karakteristik wilayah yang lengkap. Pada bagian selatan hingga utara kabupaten
ini, kita dapat menemui pantai dan laut lepas yang membentang sepanjang 164 km
yang membentuk setengah lingkaran mulai dari perbatasan Kabupaten Bantaeng
hingga perbatasan Kabupaten Sinjai, pada bagian timur berbukit-bukit dari batu
cadas dan kapur, sedangkan pada bagian utara terdapat wilayah dataran tinggi
yang bersentuhan langsung dengan pegunungan Lompobattang dan Bawakaraeng.
Di
tinjau dari letak geografisnya Bulukumba memiliki banyak potensi dari
pertanian, perkebunan, kehutanan, tambang galian dan berbagai jenis flora dan
fauna serta pantai, laut, dan sungai yang merupakan potensi pengembangan obyek
wisata. Dibandingkan dengan Kabupate lain yang ada di Sulawesi selatan,
Bulukumba lebih memiliki kekayaan alam,, namun realitas yang terjadi sekarang
angka kemiskinan 21.460 jiwa tersebar di 10 kecamatan (dikutip di
sndownews.com) walaupun angka ini sudah menurun dari data sebelumnya namun
tentunya ini masih menimbulkan banyak pertanyaan, sampai kapan pemerintah dapat
mengelolah sumber daya alam yang ada, sehingga kemiskinan sudah tidak ada lagi
dan masyarakat semakin optimis untuk bisa tetap mencari nafkah di kampung halaman sendiri tentunya itu
adalah harapan kita bersama. Kita sudah terlalu banyak kehilangan warga Bulukumba yang menjadi
TKI di Negara lain, dia adalah bagian dari kita mereka adalah keluarga kita
yang seyogyanga wajib menetap dan mencari nafkah di kampung sendiri
“Bulukumba Berlayar” yang merupakan akronim
dari Bersih Lingkungan Alam Yang Ramah. filosofi yang terkandung dalam slogan
tersebut dilihat dari tiga sisi pijakan yaitu sejarah, kebudayaan dan
keagamaan. Setlah disosialisasikan selama kurang lebih dua tahun disetiap sudut
kota dan daerah lain pada umumnya, akhirnya pada tahun 1996 disepakati
penggunaannya sebagai konsepsi moral pembangunan lahir batin.
Kemudian
secara harfiah, “berlayar” merupakan sebuah proses perjalanan untuk mencapai
sebuah tujuan. Berbicara tentang pelayaran, tentunya tidak lepas dari peran
seorang nakhoda yang handal. Jika, Bulukumba diibaratkan sebuah perahu Pinisi
maka saat ini yang memegang kendali terhadap tujuan pelayaran tersebut adalah
Zainuddin Hasan Bupati terpilih untuk periode 2010-2015.
Bulukumba
dengan semboyang berlayar atau (Bersih
Lingkungan, Alam Yang Ramah) seakan mengaskan
kepada siapa saja yang berkunjung bahwa Bulukumba adalah daerah yang bersih,
tapi tidak untuk saat sekarang ini Bulukumba masih jauh dengan pelayarannya, saya
teringat ketika saya masih duduk di bangku sma, dengan jarak tempuh sekitar 21
kilometer untuk sampai di sekolah itu memerlukan waktu yang cukup lama 1
stengah jam untuk smpai padahal normalnya stengah jam, ini karena factor banyaknya
lubang yang ada di jalan maka sangat lucu ketika masyarakat yang ada disana
menanam pisang di tengah jalan yang
berlubang, tentunya ini adalah salah satu bentuk protes warga terhadap
pemerintah dan saya kira sangat wajar masyarakat melakukan hal itu, Bulukumba
masih berlayar sampai dengan saat ini itu nyata, Nah bagaimana ketika Bulukumba
sudah tidak berlayar lagi.?. saya kira hal demikian akan terjadi ketika para
pejabat yang ada di Bulukumba hanya terus konsentrasi untuk merebut atau mempertahankan
tahta, sehingga pemikiran untuk memperbaiki dan memajukan daerah hampir
diabaikan. Kenyataan tersebut tidak dapat kita tolak, karena demikianlah salah
satu efek samping dari demokrasi yang baru tumbuh di seantero negeri ini.
Selain itu beberapa tahun terakhir (kabupaten ini hampir selalu diberi pinalty
terkait dengan terlambatnya pembahasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
(APBD), banyak kalangan yang berpendapat kondisi ini disanyalir karena tidak
harmonisnya hubungan antara legislatif dan eksekutif, namu yang lebih parah
lagi kearifan local kini semakin terkikis karena kita sudah mulai terhegemoni
oleh dunia eksternal kita sudah mulai menanamkan pola hidup konsumtif yang akan
berdampak buruk pada generasi pelanjut, tentunya ini adalah hal yang urjen dan
harus di perhatikan oleh pemerintah. Jangan
sampai ketika Bulukumba Berlayar akan kehabisan bahan bakar di tengah jalan,,
akan fatal akibatnya. Bulukumba
lahir dari suatu proses perjuangan panjang yang mengorbankan harta, darah dan
nyawa Bung, tidak sewajarnya kita menyia-nyiakan hal demikian, tidak
sewajarnya kita mengambil hak-hak orang lain, dan jangan sampai layar akan
patah karena ulah kita sendiri.
Sekiranya
pemerintah dapat mengambil contoh kepada kabupaten tetangga yakni Kabupaten,
Bantaeng yang kini sudah menjelma sebagai daerah yang jauh lebih meningkat dari
daerah-daerah lain yang ada di Indonesia, ini karena kerja keras dari pemerintah
dan di topang oleh warga. Bulukumba sepertinya bisa lebih dari daerah lain
ketika kerja keras dan kemauan yang tinggi dan di sertai juga kesadaran
masyarakat untuk mau berbenah. Dan menghindari sifat apatisme, karena sifat
inilah yang membuat pergerakan akan sempit mari menanamkan sifat mali siparappe
tallang sipahua semboyang itu sangat bermamfaat ketika kita betul-betul
memahami makna tersebut , Kebersamaan atau semangat gotong royong adalah langka
ampuh untuk bisa berbenah, perjuangan dan kerja keras akan semakin terwujud
ketika sudah mampu melawan ego yang pada diri kita. Perjuangan sesungguhnya
adalah ketika kitah sudah mampu mengalahkan rasa egois.
Jika hal ini terwujud
maka suatu saat nanti masing-masing dari masyarakat Bulukumba secara individu
akan mengerti dan memahami apa yang harus dilakukan selama bersama-sama
melakukan pelayaran menuju pulau harapan, tanpa diberikan aba-abapun kita mampu
menyadari kapan melepas atau menarik jangkar, kapan bahu-membahu membentangkan
layar, dan hal-hal lain untuk mewujudkan cita-cita bersama menuju pulau
pengharapan (visi) yang dinantikan bersama.
Semoga tanda-tanda
untuk menuju kesana mulai terealisasi. Hingga suatu saat siapapun yang
memimpin, harapan untuk mencapai visi bersama tak pernah redup semangat
kebersamaan dalam prinsip Mali’ Siparappe, Tallang Sipahua tetap tegar di
tengah hantaman gelombang modernisasi yang perlahan mulai mengikis sendi-sendi
lokalitas Butta Panrita Lopi......
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !