Headlines News :
Home » » Laporan Mekanisme Persilangan Jagung

Laporan Mekanisme Persilangan Jagung

Written By Al Az Ari on Jumat, 09 Januari 2015 | 20.48

I.1 Latar Belakang
Jagung hibrida merupakan generasi F1 hasil persilangan dua atau lebih galur murni (Singh, 1987) dan memiliki perbedaan keragaman antar varietas, tergantung dari tipe hibridisasi dan stabilitas galur murni (Agrawal, 1997). Komersialisasi jagung hibrida sudah dimulai sejak tahun 1930, namun penanaman jagung hibrida secara luas (ekstensif) di Asia baru dimulai pada tahun 1950-1960. Di sebagian besar negara berkembang, 61% dari lahan pertananaman jagung masih ditanami varietas bersari bebas (CIMMYT, 1990). Hal ini dimungkinkan karena varietas bersari bebas lebih mampu beradaptasi pada kondisi lahan marginal (Pallival dan Sprague, 1981).
    Shull (1908) yang pertama kali menemukan bahwa silangan sendiri tanaman jagung mengakibatkan terjadinya depresi inbreeding, dan silangan dua tetua yang homozigot menghasilkan F1 yang sangat vigor. Jones (1918) melanjutkan penelitian tentang adanya gejala lebih vigor tanaman F1 jagung tersebut, yang selanjutnya memanfaatkannya pada bentuk varietas hibrida tanaman jagung. Pemanfaatan varietas jagung hibrida di Amerika Serikat dimulai pada tahun 1930an, dan sejak awal tahun 1960an seluruh areal pertanaman jagung di Amerika Serikat telah menggunakan benih hibrida.
    Maka dari itu perlu adanya diadakan praktikum pengenalan cara metode persilangan agar kiranya dapat dijadikan sebagai pengetahuan tambahan dalam praktikum genetika.
I.2 Tujuan Dan Kegunaan
    Adapun tujuan dari praktikum ini ialah mahasiswa diharapkan mampu menyilangkan (mengawinkan) jenis – jenis jagung yang dipraktikumkan.
    Adapun kegunaan dari praktikum ini ialah meningkatkan pengetahuan mahasiswa dalam meningkatkan


TINJAUAN PUSTAKA
    Keragaman genetik p
1.    Pembentukan galur-galur murni yang stabil, vigor, serta berdaya hasil benih
2.    Pengujian daya gabung dan penampilan per se dari galur-galur murni tersebut.
3.    Penggunaan galur- galur murni terpilih dalam pembentukan hibrida yang lebih produktif.
4.    Perbaikan daya hasil serta ketahanan terhadap hama dan penyakit
Pembentukan Galur Murni
Galur murni dihasilkan dari penyerbukan sendiri hingga diperoleh tanaman yang homozigot. Hal ini umumnya memerlukan waktu lima hingga tujuh generasi penyerbukan sendiri yang terkontrol. Pada awalnya, galur murni dibentuk dari varietas menyerbuk terbuka (open pollinated varieties) tetapi belakangan ini, galur murni dibentuk dari banyak sumber yang lain seperti seperti varietas sintetik, varietas komposit, atau populasi generasi lanjut dari hibrida (Singh, 1987). Dalam membentuk galur murni baru, seorang pemulia mulai dengan individu tanaman yang heterozigot. Dengan penyerbukan sendiri, terjadi segregasi dan penurunan vigor. Tambahan penurunan vigor akan terlihat pada tiap generasi penyerbukan sendiri hingga galur homozigot terbentuk. Sekitar setengah dari total penurunan vigor terjadi pada generasi pertama penyerbukan sendiri, kemudian menjadi setengahnya pada generasi berikutnya. Selain mengalami penurunan vigor, individu tanaman yang diserbuk sendiri menampakkan berbagai kekurangan seperti: tanaman bertambah pendek, cenderung rebah, peka terhadap penyakit, dan bermacam-macam karakter lain yang tidak diinginkan.
 Munculnya fenomena-fenomena tersebut dikenal dengan istilah depresi tangkar dalam atau inbreeding depression (Poehlman, 1983).  Depresi tangkar dalam dalam terjadi akibat peningkatan homozigositas dari gen-gen resesif yang bersifat menghambat (Poehlman 1983; Jones dan Bingham, 1995). Tanaman jagung generasi S1, tekanan silang dalam terhadap tinggi tanaman (10.4%) lebih rendah dari tekanan silang dalam terhadap hasil (32.9%) (Jones dan Bingham, 1995). Tanaman yang tidak diinginkan dibuang dan tanaman-tanaman yang paling vigor dipelihara dan diserbuk sendiri pada generasi-generasi berikutnya.
 Perbedaan yang nyata diantara galur semakin tampak sejalan dengan semakin lanjutnya generasi penyerbukan sendiri. Setelah lima hingga tujuh generasi penyerbukan sendiri, penampilan tanaman di dalam satu galur menjadi lebih seragam. Tiap galur murni memiliki kombinasi gen-gen yang spesifik. Tujuan penyerbukan sendiri adalah untuk mengatur karakter-karakter yang diinginkan dalam kondisi homozigot sehingga genotipe tersebut dapat dipelihara tanpa perubahan genetik. Vigor yang hilang selama periode penyerbukan sendiri diperoleh kembali pada progeni F1 ketika galur murni tersebut disilangkan dengan galur murni lain yang tidak berhubungan. Selama proses penyerbukan sendiri, banyak gen-gen resesif yang tidak diinginkan menjadi homozigot dan menampakkan fenotipenya. Karakteristik yang diinginkan dari galur murni, seperti batang yang kuat dan ketahanan terhadap penyakit, diwariskan kepada progeni hibrida ketika galur-galur murni tersebut disilangkan. Tanaman asal dinamakan S0, dan progeni penyerbukan sendiri dari tanaman tersebut dinamakan S1 (progeni penyerbukan sendiri generasi pertama). Progeni penyerbukan sendiri generasi kedua dinamakan S2, dan seterusnya (Poehlman, 1983)
Pembentukan Hibrida
Tiga tipe hibrida sudah digunakan secara komersial, yaitu hibrida silang tunggal (single cross hybrid), hibrida silang ganda (double cross hybrid), dan hibrida silang tiga (three-way cross hybrid) (Sprague dan Dudley, 1988). Setiap tipe hibrida memiliki konstitusi genetik yang berbeda.
Hibrida Silang Tunggal (Single Cross Hybrids)
Hibrida silang tunggal adalah hibrida dari persilangan antara dua galur murni yang tidak berhubungan satu sama lain. Galur-galur murni yang digunakan dalam silang tunggal diasumsikan telah homozigot. Oleh karena itu, tanaman hibrida silang tunggal bersifat heterozigot pada semua lokus dimana kedua galur murni berbeda. Silang tunggal yang superior mendapatkan kembali vigor dan produktivitas yang hilang saat penyerbukan sendiri dan akan lebih vigor dan produktif dibandingkan dengan tetuanya. Tidak semua kombianasi galur murni akan menghasilkan silang tunggal yang superior. Pada kenyataannya, agak jarang kombinasi galur murni yang menghasilkan silang tunggal dengan hasil yang superior. Kombinasi galur murni harus diuji daya gabungnya untuk menemukan kombinasi mana yang akan berguna untuk produksi benih hibrida (Poehlman, 1983). Disamping memiliki hasil yang tinggi, hibrida silang tunggal lebih seragam dan produksi benihnya relatif lebih mudah dibandingkan dengan hibridasilang tiga dan silang ganda (Singh, 1987). Namun demikian, bahwa hibrida silang tunggal memiliki stabilitas penampilan yang lebih rendah dibandingkan dengan hibrida silang ganda (Sprague dan Dudley, 1988).
Hibrida Silang Tunggal yang Dimodifikasi (Modified Single Cross Hybrid)
Hibrida silang tunggal yang dimodifikasi adalah hibrida dari sebuah silang tiga yang menggunakan progeni dari dua galur murni yang berhubungan sebagai tetua betina dan satu galur murni yang tidak berhubungan sebagai tetua jantan. Dua galur murni yang berhubungan (A_ dan A__) mempunyai kemiripan genetik mengenai tipe tanaman sehingga terdapat segregasi minimal untuk karakteristik tanaman yang dikenali pada progreni hibrida (A_A__). Karena progeni tersebu menghasilkan benih lebih banyak dibandingkan galur A_ atau A__, maka progeni tersebut digunakan sebagai tetua betina pada silang tunggal yang dimodifikasi. Galur murni yang tidak berhubungan digunakan sebagai tetua jantan. Penampilan silang tunggal yang dimodifikasi pada lahan petani memiliki kemiripan dengan silang tunggal.
Hibrida Silang Tiga (Three-Way Cross Hybrid)
Hibrida silang tiga adalah hibrida dari persilangan antara silang tunggal dengan satu galur murni. Silang tiga berbeda dengan modifikasi silang tunggal, dimana ketiga galur murni tidak berhubungan sehingga lebih berbeda secara genetik dan penampilannya lebih beragam. Langkah-langkah produksi silang tiga
sama dengan silang tunggal yang dimodifikasi. Hibrida silang tiga yang dihasilkan dari galur murni A, B, dan C dapat ditulis sebagai (A x B) x C.

Hibrida Silang Ganda (Double Cross Hybrid)
Hibrida silang ganda adalah progeni hibrida dari persilangan antara dua silang tunggal. Silang ganda melibatkan empat galur murni yang tidak berhubungan satu sama lain. Pasangan galur murni disilangkan sehingga membentuk dua silang tunggal, kemudian disilangkan untuk menghasilkan silang
ganda. Benih silang ganda dihasilkan dari tanaman silang tunggal yang telah diserbuki oleh silang tunggal kedua. Hibrida silang ganda yang dihasilkan dari galur murni A, B, C, dan D dapat ditulis sebagai (A x B) x (C x D).
Hibrida Lainnya
Dua kombinasi persilangan yang lain adalah top cross dan multiple cross. Top cross adalah progeni hibrida yang dihasilkan melalui penyerbukan suatu galur murni dengan suatu populasi yang menghasilkan pollen yang tercampur secara genetik. Top cross pada awalnya dihasilkan melalui penyerbukan satu galur murni dengan varietas menyerbuk terbuka, dan kadang-kadang disebut persilangan galur murni - varietas (inbred-variety cross). Saat ini, silang tunggal lebih umum digunakan sebagai tetua jantan dalam top cross. Multiple cross dapat merupakan hasil dari kombinasi persilangan yang menggunakan cara dibawah ini :
 CARA KERJA
1.    Mengemaskulasi bunga yang akan dijadikan sebagai tetua betina
2.    Mengambil serbuk sari pada tetua jantan
3.    Menempelkan serbuk sari tersebut ke putik bunga yang dijadikan sebagai tetua betina
4.    Menutup bunga yang dijadikan sebagai tetua betina sebaiknya menggunakan plastic untuk menghindari penyerbukan dari bunga lain.
5.    Beri label yang berisi nama tetua, waktu persilangan, nama penyilang dan kelompok penyilang.
6.    Amati sampai adanya polong yang sudah terbentuk

lasma nuftah berperan penting dalam program pemuliaan. Paliwal (2000) menyatakan bahwa faktor terpenting dalam pembentukan hibrida adalah pemilihan plasma nutfah pembentuk populasi dasar yang akan menentukan tersedianya tetua unggul. Tetua yang berasal dari plasma nutfah superior dengan karakter agronomi ideal akan menghasilkan galur yang memiliki daya gabung umum dan daya gabung khusus yang tinggi. Dalam proses perakitan hibrida dibutuhkan sedikitnya dua populasi yang memiliki latar belakang plasma nutfah dengan keragaman genetik yang luas, penampilan persilangan menonjol, dan menunjukkan tingkat heterosis tinggi. Populasi yang digunakan juga harus memiliki toleransi terhadap cekaman silang dalam (inbreeding stress) dan mampu menghasilkan galur inbrida berdaya hasil tinggi. Adanya perbedaan frekuensi gen-gen yang berbeda dari masing-masing inbrida sebagai tetua, berperan penting dalam memperoleh heterosis yang tinggi. Dalam pembentukan hibrida diutamakan persilangan-persilangan antara bahan genetik atau populasi yang kontras atau berbeda sumber plasma nutfahnya. Menurut Singh (1987) program pemuliaan jagung hibrida pada dasarnya terdiri dari empat tahap, yaitu :

Terimakasih Sobat,, sudah berkunjung, jangan lupa di like yah atau tinggalkan pesan anda di kolom facebook paling bawah.
Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

jadilah bagian dari seribu orang yang menyukai blog ini, dengan mengikuti kami di Laman Facebook. Budidaya Pertanian, mengenai kritik dan saran kami sangat mengharapkan demi sempurnanya informasi yang kami sampaikan
 
Support : Facebook: AL AZ ARI/'>Ari Sandria | Agronomi Template
Proudly powered by Blogger
Copyright © 2011. AGRONOMI UNHAS - All Rights Reserved
Template Design by Creating Website Published by Mas Template