Dalam
istilah sehari-hari pada buah-buahan kita kenal menjadi 2 macam
istialah yang sulit dibedakan, ialah pematangan atau maturity yang
berarti bahwa buah tersebut menjadi matang atau tua yang kadang-kadang
belum bias dimakan karena rasanya yang belum enak dan istilah ripening
atau pemasakan, dimana buah yang sudah baik untuk dimakan yang mempunyai
rasa enak (Afandi, 1984).
Seiring dengan perubahan tingkat
ketuaan dan kematangan, pada umumnya buah-buahan mengalami serangkaian
perubahan komposisi kimia maupun fisiknya. Rangkaian perubahan tersebut
mempunyai implikasi yang luas terhadap metabolismedalam jaringan tanaman
tersebut. Diantaranya yaitu perubahan kandungan asam-asam organik, gula
dan karbohidrat lainnya (Wills et al., 1981).
Perubahan tingakat
keasaman dalam jaringan juga
akan mempengaruhi aktifitas beberapa enzim
diantaranya adalah enzim-enzim pektinase yang mampu mengkatalis
degradasi protopektinyang tidak larut menjadi substansi pectin yang
larut. Perubahan komposisi substansi pektin ini akan mempengaruhi
kekerasan buah-buahan.
Pemasakan Buah
Etilen adalah
senyawa hidrokarbon tidak jenuh yang pada suhu kamar berbentuk gas.
Senyawa ini dapat menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan penting
dalam proses pertumbuhan dan pematangan hasil-hasil pertanian. Etilen
adalah hormon tumbuh yang secara umum berlainan dengan auksin,
giberellin dan sitokinin. Dalam keadaan normal, etilen akan berbentuk
gas dan struktur kimianya sangat sederhana sekali. Di alam etilen akan
berperan apabila terjadi perubahan secara fisiologis pada suatu tanaman.
Hormon ini akan berperan dalam proses pematangan buah dalam fase
klimaterik.
Klimaterik merupakan suatu fase yang banyak sekali
perubahan yang berlangsung. Klimaterik juga diartikan sebagai suatu
keadaan „auto stimulation“ dalam buah sehingga buah menjadi matang yang
disertai dengan adanya peningkatan proses respirasi. Klimaterik
merupakan fase peralihan dari proses pertumbuhan menjadi layu,
meningkatnya respirasi tergantung pada jumlah etilen yang dihasilkan
serta meningkatnya sintesis protein dan RNA (Heddy, 1989). Dapat
disimpulkan bahwa klimaterik adalah suatu periode mendadak yang unik
bagi buah tertentu dimana selama proses itu terjadi pembuatan etilen
disertai dengan dimulainya proses pematangan buah, buah menunjukkan
peningkatan CO2 yang mendadak selama pematangan buah, sehingga disebut
buah klimaterik. Bila pola respirasi berbeda karena setelah CO2
dihasilkan tidak meningkat tetapi turun secara perlahan, buah tersebut
digolongkan non klimaterik. Berdasarkan sifat klimakteriknya, proses
klimakterik dalam buah dapat dibagi dalam 3 tahap yaitu klimakterik
menaik, puncak klimakterik dan klimakterik menurun. Buah-buah yang
mengalami proses klimakterik diantaranya yaitu tomat, alpokat, mangga,
pepaya, peach dan pear karena buah-buahan tersebut menunjukkan adanya
peningkatan CO2 yang mendadak selama pematangan buah. Buah-buah yang
mengalami pola berbeda dengan pola diatas diantaranya yaitu ketimun,
anggur, limau, semangka, jeruk, nenas dan arbei (Kusumo, 1990).
Buah Klimaterik dan Buah non Klimaterik
Apa
sih buah klimaterik dan buah non klimaterik itu? Pasti pertanyaan
itulah yang terbesit pertama kalinya. Dibawah ini akan dibahas secara
tuntas mengenai kedua hal tersebebut. Sebenarnya, artikel ini dibuat
untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Pengetahuan Bahan Agroindusti, Bab
Karakteristik Material dan sub Bab Fase Komoditas, yang diampu oleh Ibu
Nimas Mayang Sabrina S., STP, MP, MSc.
Pertama-tama, akan dijelaskan
mengenai asal mula kenapa ada sebutan buah klimaterik dan buah non
klimaterik. Seperti yang kita ketahui, setiap makhluk hidup mengalami
fase atau siklus kehidupan, dimulai dari fase penyusunan zat-zat yang
sederhana menjadi zat-zat yang lebih kompleks atau yang biasa disebut
anabolisme. Sampai fase pemecahan zat-zat yang kompleks tersebut menjadi
lebih sederhana atau yang biasa disebut katabolisme. Manusia, hewan,
dan tumbuhan semuanya pasti mengalami fase tersebut. Dan yang akan
dibahas lebih spesifik pada artikel ini adalah fase komoditas tumbuhan
(lebih tepatnya buah dan sayuran). Seperti halnya manusia yang memiliki
fase kehidupan, yaitu:
dimana fase anabolisme atau biasa disebut
sebagai fase pertumbuhan dimulai mulai dari dalam kandungan -> bayi
-> anak-anak -> remaja -> dewasa. Yang ditandai dengan
bertambahnya tinggi, berat, pemadatan tulang, dan pemaksimalan fungsi
atau kinerja dari organ-organ dalam tubuh. Dan fase katabolisme dimulai
dari dewasa -> tua -> meninggal. Yang ditandai dengan mulai
berkurangnya kinerja organ-organ dalam tubuh, sampai kahirnya tidak
dapat berfungsi sama sekali dan mati.
Buah dan sayuran pun memiliki fase kehidupan seperti halnya manusia. Ada tiga fase pokok dari kehidupan buah dan sayuran, yaitu:
1. Fase pra panen
2. Fase pasca panen
3. Fase penuaan
Fase
anabolisme pada buah dan sayuran ini dimulai dari fase pra panen sampai
setengah dari fase pasca panennya. Sedangkan fase katabolisme dari buah
dan sayuran dimulai dari pertengahan fase pasca panen sampai fase
penuaanya. Berikut ini adalah penjabaran dari fase pra panen dari buah
dan sayuran:
Pada fase pra panen ini, buah dan sayuran sedang
aktif-aktifnya melakukan fotosintesis untuk memenuhi kebutuhan nutrisi
dari tanaman tersebut, oleh karena itu sel-selnya terus aktif, membelah,
dan semakin banyak. Kelebihan hasil fotosintesisnya akan disimpan
sebagai cadangan makanan, yang biasanya dimanfaatkan oleh manusia
sebagai sumber makanan dalam bentuk buah dan sayuran maupun umbi-umbian.
Sedangkan berikut ini adalah siklus dari fase pasca panen:
Berdasarkan
diagram alir fase pasca panen diatas dapat dilihat bahwa separuh dari
fase pasca panen merupakan fase anabolisme dan separuhnya lagi fase
katabolisme. Pada fase pasca panen ini, buah dan sayuran yang ada sudah
memiliki tingkat kematangan buah yang tepat pada fase klimaterik dan
fase praklimateriknya. Sedangkan pada fase klimaterik puncak, mulai
terlihat fase katabolisme sebagai efek tidak adanya lagi asupan nutrisi
dari hasil fotosintesis dan berhentinya asupan karbondioksida dengan
digantikan oleh asupan oksigen. Sehingga buah dan sayuran tersebut mulai
mengalami fase stress, kemudian fase penuaan yang ditandai oleh
mengungingnya daun, keluarnya abicic acid dan penipisan dinding sel,
sampai akhirnya menjadi busuk.
Dari fase kehidupan buah dan sayuran
inilah dikenal dua buah jenis buah, yaitu buah klimaterik dan buah
klimaterik. Buah klimaterik dan buah non klimaterik dibedakan dari lama
laju respirasinya, atau dengan kata lain lamanya ketahanan buah tersebut
tanpa penyimpanan khusus. Buah klimaterik akan mengalami laju
respirasinya lebih cepat, dengan lonjakan waktu respirasi sangat
ekstrim. Dan memiliki kandungan amilum yang banyak, cenderung memiliki
kulit buah yang tipis, serta kebanyakan bukan termasuk buah yang harus
masak pohon. Sehingga buah klimaterik cenderung akan memiliki masa
simpan yang pendek atau mudah busuk. Sedangkan buah non klimaterik
mengalami laju respirasi yang lebih lambat, dengan lonjakan waktu
respirasi yang tidak seekstrim buah klimaterik. Dan memiliki kandungan
amilum yang tidak sebanyak buah klimaterik, cenderung memiliki kulit
buah yang tebal, serta beberapa diantaranya termasuk buah masak pohon.
Sehingga buah non klimaterik akan cenderung memiliki masa simpan yang
lebih lama atau tidak terlalu cepat busuk.
Berikut ini akan dibahas
TOMAT sebagai contoh buah klimaterik, beserta penjabaran alasannya.
Tomat (Licopersicum esculentum) merupakan buah yang sering kita jumpai
sehari-hari, di Indonesia lebih tepatnya di Pulau Jawa, sering digunakan
sebagai salah satu bahan baku sambal. Tomat sangat baik untuk tubuh
manusia karena mengandung karotin yang berperan sebagai provitamin A,
mineral, protein, lemak dan kalori. Vitamin C yang ada didalamnya juga
bermanfaat untuk antioksidan dan antisclorisis. Buah tomat yang telah
dipanen akan tetap melangsungkan respirasi. Proses respirasi pada tomat
terjadi dengan cepat dan menyebabkan pembusukan. Hal ini terjadi karena
perubahan-perubahan kimia dalam buah tomat dari pro-vitamin A menjadi
vitamin A, pro-vitamin C-menjadi Vitamin C, dan dari karbohidrat menjadi
gula, yang menghasilkan CO2, H2O, dan etilen. Akumulasi produk-produk
respirasi inilah yang menyebabkan pembusukan. Selain respirasi, buah
tomat juga masih melakukan transpirasi. Aktivitas tersebut tidak
dibarengi oleh aktivitas fotosintesis sehingga senyawa tertentu dirombak
dan air menguap tanpa ada pasokan baru. Karena itulah tomat dikenal
sebagai buah klimaterik karena masa simpannya yang pendek.
Perbedaan Buah Klimaterik dan Non Klimaterik
Biale
dalam Nurlaela (1996) mengklasifikasikan buah dalam dua kategori,
berdasarkan laju respirasi sebelum pemasakan, yaitu klimaterik dan
nonklimaterik.
• Buah klimaterik mempunyai peningkatan atau
kenaikan laju respirasi sebelum pemasakan, sedangkan buah non klimaterik
tidak menunjukan adanya kenaikan laju respirasi. Contohnya meliputi
pisang, mangga, pepaya, advokad, tomat, sawo, apel ,dan sebagainya.
•
Buah non-klimaterik menghasilkan sedikit etilen dan tidak memberikan
respon terhadap etilen kecuali dalam hal degreening (penurunan kadar
klorofil) pada jeruk dan nanas. Contohnya semangka, jeruk, nenas,
anggur, ketimun, dan sebagainya.
Buah klimaterik menghasilkan
lebih banyak etilen pada saat matang dan mempercepat serta lebih seragam
tingkat kematangannya pada saat pemberian etilen (Febrianto, 2009).
Untuk
membedakan buah klimaterik dari buah non-klimaterik adalah responnya
terhadap pemberian etilen yang merupakan gas hidrokarbon yang secara
alami dikeluarkan oleh buah-buahan dan mempunyai pengaruh dalam
peningkatan respirasi. Buah non-klimaterik akan bereaksi terhadap
pemberian etilen pada tingkat manapun baik pada tingkat pra-panen maupun
pasca panen. Sedangkan buah klimakterik hanya akan mengadakan reaksi
respirasi bila etilen diberikan dalam tingkat pra klimakterik dan tidak
peka lagi terhadap etilen setelah kenaikan respirasi dimulai.
(Pantastico, 1993).
Buah klimaterik ditandai dengan peningkatan
CO2 secara mendadak, yang dihasilkan selama pematangan. Klimaterik
adalah suatu periode mendadak yang khas pada buah-buahan tertentu,
dimana selama proses tersebut terjadi serangkaian perubahan biologis
yang diawali dengan proses pembentukan etilen, hal tersebut ditandai
dengan terjadinya proses pematangan. (Syarief dan Irawati, 1988).
Awal
respirasi klimaterik diawali pada fase pematangan bersamaan dengan
pertumbuhan buah sampai konstan. Biasanya laju kerusakan komoditi pasca
panen berbanding langsung dengan laju respirasinya, walaupun tidak
selalu terdapat hubungan konstan antara kapasitas etilen yang
dihasilkannya dengan kemampuan rusaknya suatu komoditi.
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !