Masyarakat adat di Kajang memang menyimpan begitu banyak
cerita bagi setiap pengunjungnya. Keberadaannya yang cukup jauh dari kota
membuat masyarakatnya masih menganut sistem tradisional baik dari segi ritual
keagamaan ataupun sosial kehidupannya.
Dalam
kawasan adat, pakaian menjadi ciri khas tersendiri. Masyarakatnya memakai
pakaian serba hitam dan tidak memakai pengalas kaki serta bagi laki-laki yang
sudah berkeluarga atau sudah memiliki ciri seorang pemimpin, maka sudah pantas
memakai “Passapu” (pengikat kepala, mahkota). Inilah salah satu tradisi yang
tetap bertradisi secara turun temurun. Dan selain pakaian hitam yaitu pakaian
yang berwarna mencolok seperti pakaian yang warna kuning, orange, merah dan
lain-lain itu menjadi pantangan dan tidak boleh dipakai (ada rahasia dibalik
rahasia).
Hitam
merupakan sebuah warna adat yang kental akan kesakralan dan bila kita memasuki
kawasan tersebut, pakaian kita harus berwarna hitam. Warna hitam mempunyai
makna bagi mayarakat adat yaitu sebagai simbol kesederhanaan dan kesamaan dalam
bentuk wujud lahir serta peringatan akan adanya kematian atau sisi gelap. Warna
hitam menunjukkan kekuatan, kesamaan derajat bagi setiap orang di depan sang
Pencipta.
Tanah
leluhur yang terjaga sampai sekarang, penduduk disana menyebutnya “Tanah Toa”.
Yaitu Tanah Toa yang berarti tanah yang tertua, masyarakat disana percaya
bahwa asal muasal tanah ang paling awal, yang paling tertua di dunia yaitu di
Kajang. Yang sekarang dimekarkan menjadi sebuah nama desa yaitu desa Tanah Toa.
Dan khusus kawasan adat disebut kawasan adat “Amma toa”, dengan struktur
pemerintahan adat disebut “Pangngadakkang” (struktur adat). Bahasa sehari-hari
penduduk disana, berbahasa Konjo dari suku Konjo Kajang.
Pemegang
kekuasaan tertinggi di dalam kawasan adat “Amma Toa” adalah “Bohe’ Amma”. Dalam
bahasa Indonesia, “Bohe” berarti tua atau tertua atau dituakan (terpandang,
didengar). Sedangkn “Amma” berarti ayah atau bapak (laki-laki, sudah
berkeluarga). Sehingga dapat diartikan bahwa Bohe’ Amma adalah kepala adat yang
dapat membina dan mengarahkan masyarakat adat ke arah kebenaran, sesuai
dengan kepercayaan dan aturan-aturan adat itu sendiri. Tokoh yang satu
(tunggal) ini sangat-sangat disakralkan, sampai-sampai tidak boleh diexpos atau
tidak boleh diambil gambarnya (sudah menjadi pantangan, ketentuan adat).
Kearifan
lokal “Bohe’ Amma” sebagai kepala adat, terlihat pada cara mengarahkan,
membina, memutuskan dan memberi kebijakan. Kearifan lokal ini dipegang teguh oleh masyarakatnya dan apabila terjadi
penyimpangan di dalamnya, maka sanksi yang jelas dan berat sudah siap menanti
pelakunya. Kawasan adat “Amma Toa” memiliki
struktur adat dan tugasnya masing-masing (Pangngadakkang Na Amma
Toa)........ ...............
Mata
pencaharian masyarakat kawasan adat “Amma Toa” suku Konjo adalah
mayoritas petani, berladang dan sebagian juga beternak dan berdagang.
Hasil-hasil panennya dibawa keluar, diperdagangkan dipasar-pasar tradisional.
Namun tak dipungkiri sekarang dengan berjalannya waktu dan berkembangnya
zaman, sudah ada masyarakatnya yang jadi pegawai dan bahkan ada yang terjun
dipemerintahan. Namun mereka masih tetap menjunjung tinggi adat tradisi nenek
moyangnya.
Kawasan adat “Amma Toa’’ memiliki aturan adat tersendiri. Aturan-aturan adat
tersebut secara tersirat dipaparkan di dalam sebuah pesan. “Pasang Ri Kajang”
yang berarti pesan suci dari Kajang. Secara tidak langsung, “Pasang
Ri Kajang” dapat dikatakan sebagai kalimat-kalimat atau ungkapan-ungkapan
suci yang berisi pesan-pesan lisan dan disampaikan dari mulut ke mulut (bukan
secara tertulis). “Pasang Ri Kajang” merupakan pencerahan atau penuntun hidup bagi
masyarakat tanah adat suku Konjo.
“Pasang Ri Kajang”
menyimpan pesan-pesan luhur. Yakni, penduduk Tanah Toa harus senantiasa ingat
kepada Tuhan. Lalu, harus memupuk rasa kekeluargaan dan saling memuliakan.
mereka juga diajarkan untuk bertindak tegas, sabar, dan tawakal. “Pasang Ri
Kajang” juga mengajak untuk taat pada aturan, dan melaksanakan semua aturan itu
sebaik-baiknya. Yaitu dapat dikatakan bahwa isi
“Pasang Ri Kajang” ada kaitannya dengan hubungan manusia dengan manusia,
hubungan manusia dengan makhluk lainnya (alam) dan hubungan manusia dengan
Pencipta-Nya. Selain itu, isi “Pasang Ri Kajang” bercerita tentang masa
lampau, masa sekarang dan masa yang akan datang. “Pasang Ri Kajang” juga
merupakan sebuah pesan-pesan moral atau kebajikan dan hakikat-hakikat
kebenaran.
Dengan
didasari isi ”Pasang Ri Kajang”, maka terbentuklah aturan-aturan
adat. Yang berlaku dan harus dipatuhi. Karena itu, bagi yang
melanggar aturan adat, diberi sanksi oleh “Bohe’ Amma”. Namun, sanksi-sanksi
yang diberikan oleh “Bohe’ Amma” kepada si korban misalnya, itu memilki
takaran-takaran sanksi tersendiri.
Dalam aturan adat, ada yang disebut “ma’ring’’ dan
“talama”ring”. Dalam bahasa Indonesia “ ma’ring ” berarti boleh dilakukan atau
diperdengarkan, disampaikan ke orang lain (perintah). Sedangkan
istilah “ talama’ring” berarti tidak boleh dilakukan atau bahkan tidak boleh
diperdengarkan, tidak boleh disampaikan ke orang lain (larangan), kecuali orang
yang ingin disampaikan tau betul tentang aturan adat. Sehingga dapat dikatakan
bahwa aturan-aturan adat yang tersirat dalam “Pasang Ri Kajang” (pesan
suci yang penyampaiannya secara lisan) memiliki batasan-batasan untuk
diketahui isi daripada pasang tersebut, termasuk bagi peneliti-peneliti,
wisatawan, orang yang tidak punya hubungan darah dengan keturunan suku Konjo.
Apalagi untuk dipublikasikan semua isi dari pasang tersebut, dilarang keras
kecuali karena sudah menjadi ketentuan aturan adat.
Sebagaimana
dikatakan bahwa ada yang bisa disampaikan (ma’ring merupakan perintah) dan ada
yang tidak bisa disampaikan (talama’ring merupakan larangan). Dan adapun
“Pasang” yang bisa disampaikan (dipublikasikan) secara langsung, yaitu seperti
berikut:
“Pasang
Ri Kajang” ( tentang kegotong-royongan, persaudaraan)
A’ lemo sibatu:
“ a’ lemo” dalam bahasa Indonesia berarti jeruk yang bulat.
Sedangkan “sibatu”
berati utuhsatu (tunggal). Sehingga a’ le,mo sibatu dapat dikatakan sebagai
sebuah tekad kebersamaan yang utuh disatukan’. Pasang ini menekankan perlunya
sikap persaudaraan.
A’
bulo sipappa’: “a’ bulo” dalam bahasa Indonesia berarti bagai pohon
bambu. “sipappa” berarti sibatang. Sehingga “ a’ bulo sipappa” maksudnya
bahwa sifat yang harus dimiliki oleh setiap makhluk yang sempurna (manusia),
harus seperti pohon bambu. Kuat dan tegar bahkan diterpa angin sekalipun dan
semakin tinggi semakin merunduk. Guncangan dan cobaan apapun dan bagaimana pun,
harus tetap tegar. Pasang tersebut menekankan kedermawanan serta perlunya
kerendahan hati dan kejujuran disetiap individu.
Tallang sipahua’: “tallang” dalam bahasa Indonesia berarti tenggelam.
Sedangkan “sipahua’ ” berarti kembali ke dasar bersama. Jadi “tallang sipahua’
“ adalah pada saat nasib buruk menimpa maka kita harus kembali bersama
menyatukan semangat, agar bisa hidup dengan ketentraman di alam yang penuh
kedamaian.
Manyu’ siparampe: “ manyu’ ‘’ dalam bahasa Indonesia berarti hanyut
atau terhanyut atau terlena. Sedangkan “siparampe” berarti saling mengingatkan.
Sehingga “ manyu siparampe” dapat diartikan bahwa pada saat kita terlena dengan
suasana yang baru, yang tidak sesuai lagi dengan aturan-aturan maka
hendaknya kita saling introfeksi diri dan mari kita saling mengingatkan untuk
ke jalan yang benar.
Pokok aturan dalam kawasan adat “Amma Toa”
Secara umum, ada hal yang menjadi pokok aturan di dalam
adat “Amma Toa” yaitu diantaranya sebagai berikut:
1.
Melaksanakan perintah adat dan menjauhi
hal-hal yang dilarang.
2.
Patuh dan taat pada aturan-aturan adat.
3.
Menghargai dan menghormati aturan adat.
Pokok aturan tersebut merupakan landasan dalam menjalankan aturan-aturan adat
dikawasan “Amma Toa” yang berlaku untuk semua. Maksudnya, bahwa siapa pun itu
tanpa pandang buluh, tanpa melihat pangkat, derajat, harkat dan martabat
seseorang, kalau melanggar aturan berarti harus dihukum sesuai dengan hukum
adat yang berlaku. Ditekankan pula bahwa sesuatu yang sakral itu tidak boleh
diexpose (tidak boleh dipertanyakan kenapa tidak boleh?_ karena sudah menjadi
ketentuan adat). Yaitu, bagi orang yang membuat pelanggaran, akan berakibat
patal bagi dirinya sendiri. Dan sebaliknya, jika menaati aturan adat maka orang
tersebut dijuluki orang yang selamat.
Aturan
dalam kawasan adat “Amma Toa”, sebagaimana dijelaskan sebelumnya ada yang
“ ma’ring” (perintah, dibolehkan) dan ada yang “talama’ring” (larangan, tidak
dibolehkan), dibagi ke dalam tiga kelompok yaitu sebagai berikut:
1. Hubungan
Manusia dengan Manusia
Secara umum, hal-hal gambaran yang diperintahkan (ma’ring), yang sudah menjadi
keharusan untuk dilakukan dalam kawasan adat (baik antara orang adat maupun
orang dari luar) yaitu antara lain:
a.
Berpakaian hitam yang sopan (sarung,
celana, baju harus hitam).
b.
Perkataan atau perilaku seseorang harus
dijaga pada saat memasuki kawasan adat.
c. Saling menyapa pada saat ketemu atau berpapasan dijalan.
d. Gotong-royong
disetiap acara tradisi. Baik itu, pada saat “assunna’ “ (sunatan), “
pa’buntingngang” (perkawinan), “ akkalomba” (tradisi adat pada saat seorang
anak berusia sekitar dua tahunan), “attannung” (menenun), “akkattere”
(tradisi yang dilaksanakan saat seorang keluarga sudah merasa berkecukupan),
“ abbaca doang” (tradisi adat untuk mengucap syukur kepada sang anugerah
atas berkahnya), “a’dangang” (tradisi adat kematian seseorang), “andingingi” (ritual
adat yang bertujuan meminta kepada sang Esa, perlindungan dan keselamatan), “
a’nganro” (ritual adat yang sangat sakral dan tidak boleh diexpose. Yang boleh
mengikuti acara tersebut hanya petua-petua adat). Pada saat seperti itulah,
kekeluargaan sangat-sangat tercermin di dalamnya.
Sesuai
isi “Pasang’’ yang salah satu penggalan kalimatnya tentang kegotong-royongan,
kekeluargaan. ‘’ a’ lemo sibatu”. A’ lemo dalam bahasa
Indonesia berarti jeruk bulat, sedangkan sibatu berarti satu (tunggal).
Sehingga a’lemo sibatu berarti dapat dikatakan sebagai sebuah tekad
kebersamaan yang utuh disatukan.
Secara umum, gambaran hal-hal yang dilarang (talama’ring) untuk dilakukan di
dalam kawasan adat (baik antara orang adat maupun orang dari luar) yaitu antara
lain:
a. Dilarang membawa alat elektronik masuk ke dalam kawasan
adat.
b. Dilarang sembarang mengambil gambar disekitar kawasan
adat.
c. Diperingatkan bagi orang dari luar (tamu), agar tidak
sembarang menegur secara langsung pada saat melihat sesuatu yang menurut mereka
(tamu) lain dari yang lain.
d. Usahakan jangan berpakaian yang warnanya mencolok seperti
warnah merah, kuning, orange dan lain-lain (wajib warnah hitam).
e. Dilarang bersentuhan atau berpegangan bagi orang yang
bukan “muhrimnya”.
f. Dilarang berteriak-teriak atau berkata
kasar. Termasuk pada saat ditempatnya “Bohe’ Amma”.
g. Usahakan jangan memakai sandal pada saat masuk kawasan
adat “Amma Toa”.
h. Dilarang
memasukkan instalasi listrik ke rumah-rumah penduduk adat “suku Konjo” yang ada
di kawasan “Amma Toa”.
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !