Enzim adalah biomolekul berupa protein yang berfungsi
sebagai katalis (senyawa yang mempercepat proses reaksi tanpa habis bereaksi)
dalam suatu reaksi kimia organik.[1][2] Molekul awal yang disebut substrat akan
dipercepat perubahannya menjadi molekul lain yang disebut produk. Jenis produk
yang akan dihasilkan bergantung pada suatu kondisi/zat, yang disebut promoter.
Semua proses biologis sel memerlukan enzim agar dapat berlangsung dengan cukup
cepat dalam suatu arah lintasan metabolisme yang ditentukan oleh hormon sebagai
promoter.
Enzim bekerja dengan cara bereaksi dengan molekul substrat
untuk menghasilkan senyawa intermediat melalui suatu reaksi kimia organik yang
membutuhkan energi aktivasi lebih rendah, sehingga percepatan reaksi kimia
terjadi karena reaksi kimia dengan energi aktivasi lebih tinggi membutuhkan
waktu lebih lama. Sebagai contoh:
X + C → XC (1)
Y + XC → XYC (2)
XYC → CZ (3)
CZ → C + Z (4)
Meskipun senyawa katalis dapat berubah pada reaksi awal,
pada reaksi akhir molekul katalis akan kembali ke bentuk semula.
Sebagian besar enzim bekerja secara khas, yang artinya
setiap jenis enzim hanya dapat bekerja pada satu macam senyawa atau reaksi
kimia. Hal ini disebabkan perbedaan struktur kimia tiap enzim yang bersifat
tetap. Sebagai contoh, enzim α-amilase hanya dapat digunakan pada proses
perombakan pati menjadi glukosa.
Kerja enzim dipengaruhi oleh beberapa faktor, terutama
adalah substrat, suhu, keasaman, kofaktor dan inhibitor. Tiap enzim memerlukan
suhu dan pH (tingkat keasaman) optimum yang berbeda-beda karena enzim adalah
protein, yang dapat mengalami perubahan bentuk jika suhu dan keasaman berubah.
Di luar suhu atau pH yang sesuai, enzim tidak dapat bekerja secara optimal atau
strukturnya akan mengalami kerusakan. Hal ini akan menyebabkan enzim kehilangan
fungsinya sama sekali. Kerja enzim juga dipengaruhi oleh molekul lain.
Inhibitor adalah molekul yang menurunkan aktivitas enzim, sedangkan aktivator
adalah yang meningkatkan aktivitas enzim. Banyak obat dan racun adalah
inihibitor enzim.
Etimologi dan Sejarah
Eduard Buchner
Hal-ihwal yang berkaitan dengan enzim dipelajari dalam
enzimologi. Dalam dunia pendidikan tinggi, enzimologi tidak dipelajari
tersendiri sebagai satu jurusan tersendiri tetapi sejumlah program studi
memberikan mata kuliah ini. Enzimologi terutama dipelajari dalam kedokteran,
ilmu pangan, teknologi pengolahan pangan, dan cabang-cabang ilmu pertanian.
Pada akhir tahun 1700-an dan awal tahun 1800-an, pencernaan
daging oleh sekresi perut[3] dan konversi pati menjadi gula oleh ekstrak
tumbuhan dan ludah telah diketahui. Namun, mekanisme bagaimana hal ini terjadi
belum diidentifikasi.[4]
Pada abad ke-19, ketika mengkaji fermentasi gula menjadi
alkohol oleh ragi, Louis Pasteur menyimpulkan bahwa fermentasi ini dikatalisasi
oleh gaya dorong vital yang terdapat dalam sel ragi, disebut sebagai
"ferment", dan diperkirakan hanya berfungsi dalam tubuh organisme
hidup. Ia menulis bahwa "fermentasi alkoholik adalah peristiwa yang
berhubungan dengan kehidupan dan organisasi sel ragi, dan bukannya kematian
ataupun putrefaksi sel tersebut."[5]
Pada tahun 1878, ahli fisiologi Jerman Wilhelm Kühne
(1837–1900) pertama kali menggunakan istilah "enzyme", yang berasal
dari bahasa Yunani ενζυμον yang berarti "dalam bahan pengembang"
(ragi), untuk menjelaskan proses ini. Kata "enzyme" kemudian
digunakan untuk merujuk pada zat mati seperti pepsin, dan kata ferment
digunakan untuk merujuk pada aktivitas kimiawi yang dihasilkan oleh organisme
hidup.
Pada tahun 1897, Eduard Buchner memulai kajiannya mengenai
kemampuan ekstrak ragi untuk memfermentasi gula walaupun ia tidak terdapat pada
sel ragi yang hidup. Pada sederet eksperimen di Universitas Berlin, ia
menemukan bahwa gula difermentasi bahkan apabila sel ragi tidak terdapat pada
campuran.[6] Ia menamai enzim yang memfermentasi sukrosa sebagai
"zymase" (zimase).[7] Pada tahun 1907, ia menerima penghargaan Nobel
dalam bidang kimia "atas riset biokimia dan penemuan fermentasi tanpa sel
yang dilakukannya". Mengikuti praktek Buchner, enzim biasanya dinamai
sesuai dengan reaksi yang dikatalisasi oleh enzim tersebut. Umumnya, untuk
mendapatkan nama sebuah enzim, akhiran -ase ditambahkan pada nama substrat
enzim tersebut (contohnya: laktase, merupakan enzim yang mengurai laktosa) ataupun
pada jenis reaksi yang dikatalisasi (contoh: DNA polimerase yang menghasilkan
polimer DNA).
Penemuan bahwa enzim dapat bekerja diluar sel hidup
mendorong penelitian pada sifat-sifat biokimia enzim tersebut. Banyak peneliti
awal menemukan bahwa aktivitas enzim diasosiasikan dengan protein, namun
beberapa ilmuwan seperti Richard Willstätter berargumen bahwa proten hanyalah
bertindak sebagai pembawa enzim dan protein sendiri tidak dapat melakukan
katalisis. Namun, pada tahun 1926, James B. Sumner berhasil mengkristalisasi
enzim urease dan menunjukkan bahwa ia merupakan protein murni. Kesimpulannya
adalah bahwa protein murni dapat berupa enzim dan hal ini secara tuntas
dibuktikan oleh Northrop dan Stanley yang meneliti enzim pencernaan pepsin
(1930), tripsin, dan kimotripsin. Ketiga ilmuwan ini meraih penghargaan Nobel
tahun 1946 pada bidang kimia.[8] Penemuan bahwa enzim dapat dikristalisasi pada
akhirnya mengijinkan struktur enzim ditentukan melalui kristalografi sinar-X.
Metode ini pertama kali diterapkan pada lisozim, enzim yang ditemukan pada air
mata, air ludah, dan telur putih, yang mencerna lapisan pelindung beberapa
bakteri. Struktur enzim ini dipecahkan oleh sekelompok ilmuwan yang diketuai
oleh David Chilton Phillips dan dipublikasikan pada tahun 1965.[9] Struktur
lisozim dalam resolusi tinggi ini menandai dimulainya bidang biologi struktural
dan usaha untuk memahami bagaimana enzim bekerja pada tingkat atom.
Konvensi penamaan
Nama enzim sering kali diturunkan dari nama substrat ataupun
reaksi kimia yang ia kataliskan dengan akhiran -ase. Contohnya adalah laktase,
alkohol dehidrogenase (mengatalisis penghilangan hidrogen dari alkohol), dan
DNA polimerase.
International Union of Biochemistry and Molecular Biology
telah mengembangkan suatu tatanama untuk enzim, yang disebut sebagai nomor EC;
tiap-tiap enzim memiliki empat digit nomor urut sesuai dengan ketentuan
klasifikasi yang berlaku. Nomor pertama untuk klasifikasi teratas enzim
didasarkan pada ketentuan berikut:
• EC 1
Oksidoreduktase: mengatalisis reaksi oksidasi/reduksi
• EC 2
Transferase: mentransfer gugus fungsi
• EC 3
Hidrolase: mengatalisis hidrolisis berbagai ikatan
• EC 4
Liase: memutuskan berbagai ikatan kimia selain melalui hidrolisis dan oksidasi
• EC 5
Isomerase: mengatalisis isomerisasi sebuah molekul tunggal
• EC 6
Ligase: menggabungkan dua molekul dengan ikatan kovalen
Tata nama secara lengkap dapat dilihat di
http://www.chem.qmul.ac.uk/iubmb/enzyme/ (Bahasa Inggris).
Diagram pita yang menunjukkan karbonat anhidrase II. Bola
abu-abu adalah kofaktor seng yang berada pada tapak aktif.
Enzim umumnya merupakan protein globular dan ukurannya
berkisar dari hanya 62 asam amino pada monomer 4-oksalokrotonat
tautomerase[10], sampai dengan lebih dari 2.500 residu pada asam lemak
sintase.[11] Terdapat pula sejumlah kecil katalis RNA, dengan yang paling umum
merupakan ribosom; Jenis enzim ini dirujuk sebagai RNA-enzim ataupun ribozim.
Aktivitas enzim ditentukan oleh struktur tiga dimensinya (struktur kuaterner).[12]
Walaupun struktur enzim menentukan fungsinya, prediksi aktivitas enzim baru
yang hanya dilihat dari strukturnya adalah hal yang sangat sulit.[13]
Kebanyakan enzim berukuran lebih besar daripada substratnya,
tetapi hanya sebagian kecil asam amino enzim (sekitar 3–4 asam amino) yang
secara langsung terlibat dalam katalisis.[14] Daerah yang mengandung residu
katalitik yang akan mengikat substrat dan kemudian menjalani reaksi ini dikenal
sebagai tapak aktif. Enzim juga dapat mengandung tapak yang mengikat kofaktor
yang diperlukan untuk katalisis. Beberapa enzim juga memiliki tapak ikat untuk
molekul kecil, yang sering kali merupakan produk langsung ataupun tak langsung
dari reaksi yang dikatalisasi. Pengikatan ini dapat meningkatkan ataupun
menurunkan aktivitas enzim. Dengan demikian ia berfungsi sebagai regulasi umpan
balik.
Sama seperti protein-protein lainnya, enzim merupakan rantai
asam amino yang melipat. Tiap-tiap urutan asam amino menghasilkan struktur
pelipatan dan sifat-sifat kimiawi yang khas. Rantai protein tunggal
kadang-kadang dapat berkumpul bersama dan membentuk kompleks protein.
Kebanyakan enzim dapat mengalami denaturasi (yakni terbuka dari lipatannya dan
menjadi tidak aktif) oleh pemanasan ataupun denaturan kimiawi. Tergantung pada
jenis-jenis enzim, denaturasi dapat bersifat reversibel maupun ireversibel.
Kespesifikan
Enzim biasanya sangat spesifik terhadap reaksi yang ia
kataliskan mauapun terhadap substrat
Beberapa enzim yang menunjukkan akurasi dan kespesifikan
tertinggi terlibat dalam pengkopian dan pengekspresian genom. Enzim-enzim ini
memiliki mekanisme "sistem pengecekan ulang". Enzim seperti DNA
polimerase mengatalisasi reaksi pada langkah pertama dan mengecek apakah produk
reaksinya benar pada langkah kedua.[16] Proses dwi-langkah ini yang terlibat
dalam reaksi. Bentuk, muatan dan katakteristik hidrofilik/hidrofobik enzim dan
substrat bertanggung jawab terhadap kespesifikan ini. Enzim juga dapat
menunjukkan tingkat stereospesifisitas, regioselektivitas, dan kemoselektivitas
yang sangat tinggi.[15]menurunkan laju kesalahan dengan 1 kesalahan untuk
setiap 100 juta reaksi pada polimerase mamalia.[17] Mekanisme yang sama juga
dapat ditemukan pada RNA polimerase,[18] aminoasil tRNA sintetase[19] dan
ribosom.[20]
Beberapa enzim yang menghasilkan metabolit sekunder
dikatakan sebagai "tidak pilih-pilih", yakni bahwa ia dapat bekerja
pada berbagai jenis substrat yang berbeda-beda. Diajukan bahwa kespesifikan
substrat yang sangat luas ini sangat penting terhadap evolusi lintasan
biosintetik yang baru.[21]
Model "kunci dan gembok"
Enzim sangatlah spesifik. Pada tahun 1894, Emil Fischer
mengajukan bahwa hal ini dikarenakan baik enzim dan substrat memiliki bentuk
geometri yang saling memenuhi.[22] Hal ini sering dirujuk sebagai model
"Kunci dan Gembok". Manakala model ini menjelaskan kespesifikan
enzim, ia gagal dalam menjelaskan stabilisasi keadaan transisi yang dicapai
oleh enzim. Model ini telah dibuktikan tidak akurat, dan model ketepatan
induksilah yang sekarang paling banyak diterima.
Model ketepatan induksi
Diagram yang menggambarkan hipotesis ketepatan induksi.
Pada tahun 1958, Daniel Koshland mengajukan modifikasi model
kunci dan gembok: oleh karena enzim memiliki struktur yang fleksibel, tapak
aktif secara terus menerus berubah bentuknya sesuai dengan interaksi antara
enzim dan substrat.[23] Akibatnya, substrat tidak berikatan dengan tapak aktif
yang kaku. Orientasi rantai samping asam amino berubah sesuai dengan substrat
dan mengijinkan enzim untuk menjalankan fungsi katalitiknya. Pada beberapa
kasus, misalnya glikosidase, molekul substrat juga berubah sedikit ketika ia
memasuki tapak aktif.[24] Tapak aktif akan terus berubah bentuknya sampai
substrat terikat secara sepenuhnya, yang mana bentuk akhir dan muatan enzim
ditentukan.[25]
Mekanisme
Enzim dapat bekerja dengan beberapa cara, yang kesemuaannya
menurunkan ΔG‡:[26]
• Menurunkan
energi aktivasi dengan menciptakan suatu lingkungan yang mana keadaan transisi
terstabilisasi (contohnya mengubah bentuk substrat menjadi konformasi keadaan
transisi ketika ia terikat dengan enzim.)
• Menurunkan
energi keadaan transisi tanpa mengubah bentuk substrat dengan menciptakan
lingkungan yang memiliki distribusi muatan yang berlawanan dengan keadaan
transisi.
• Menyediakan
lintasan reaksi alternatif. Contohnya bereaksi dengan substrat sementara waktu
untuk membentuk kompleks Enzim-Substrat antara.
• Menurunkan
perubahan entropi reaksi dengan menggiring substrat bersama pada orientasi yang
tepat untuk bereaksi. Menariknya, efek entropi ini melibatkan destabilisasi
keadaan dasar,[27] dan kontribusinya terhadap katalis relatif kecil.[28]
Stabilisasi keadaan transisi
Pemahaman asal usul penurunan ΔG‡ memerlukan pengetahuan
bagaimana enzim dapat menghasilkan keadaan transisi reaksi yang lebih stabil
dibandingkan dengan stabilitas keadaan transisi reaksi tanpa katalis. Cara yang
paling efektif untuk mencapai stabilisasi yang besar adalah menggunakan efek
elektrostatik, terutama pada lingkungan yang relatif polar yang diorientasikan
ke distribusi muatan keadaan transisi.[29] Lingkungan seperti ini tidak ada
dapat ditemukan pada reaksi tanpa katalis di air.
Dinamika dan fungsi
Dinamika internal enzim berhubungan dengan mekanisme katalis
enzim tersebut.[30][31][32] Dinamika internal enzim adalah pergerakan bahagian
struktur enzim, misalnya residu asam amino tunggal, sekelompok asam amino,
ataupun bahwa keseluruhan domain protein. Pergerakan ini terjadi pada skala
waktu yang bervariasi, berkisar dari beberapa femtodetik sampai dengan beberapa
detik. Jaringan residu protein di seluruh struktur enzim dapat berkontribusi
terhadap katalisis melalui gerak dinamik.[33][34][35][36] Gerakan protein
sangat vital, namun apakah vibrasi yang cepat atau lambat maupun pergerakan
konformasi yang besar atau kecil yang lebih penting bergantung pada tipe reaksi
yang terlibat. Namun, walaupun gerak ini sangat penting dalam hal pengikatan
dan pelepasan substrat dan produk, adalah tidak jelas jika gerak ini membantu
mempercepat langkah-langkah reaksi reaksi enzimatik ini.[37] Penyingkapan ini
juga memiliki implikasi yang luas dalam pemahaman efek alosterik dan
pengembangan obat baru.
Modulasi alosterik
Enzim alosterik mengubah strukturnya sesuai dengan
efektornya. Modulasi ini dapat terjadi secara langsung, di mana efektor
mengikat tapak ikat enzim secara lngsung, ataupun secara tidak langsung, di
mana efektor mengikat protein atau subunit protein lain yang berinteraksi
dengan enzim alosterik, sehingga memengaruhi aktivitas katalitiknya.
Kofaktor dan koenzim
Artikel utama untuk
bagian ini adalah: Kofaktor dan Koenzim
Kofaktor
Beberapa enzim tidak memerlukan komponen tambahan untuk
mencapai aktivitas penuhnya. Namun beberapa memerlukan pula molekul non-protein
yang disebut kofaktor untuk berikatan dengan enzim dan menjadi aktif.[38]
Kofaktor dapat berupa zat anorganik (contohnya ion logam) ataupun zat organik
(contohnya flavin dan heme). Kofaktor dapat berupa gugus prostetik yang
mengikat dengan kuat, ataupun koenzim, yang akan melepaskan diri dari tapak
aktif enzim semasa reaksi.
Enzim yang memerlukan kofaktor namun tidak terdapat kofaktor
yang terikat dengannya disebut sebagai apoenzim ataupun apoprotein. Apoenzim
beserta dengan kofaktornya disebut holoenzim (bentuk aktif). Kebanyakan
kofaktor tidak terikat secara kovalen dengan enzim, tetapi terikat dengan kuat.
Namun, gugus prostetik organik dapat pula terikat secara kovalen (contohnya
tiamina pirofosfat pada enzim piruvat dehidrogenase). Istilah holoenzim juga
dapat digunakan untuk merujuk pada enzim yang mengandung subunit protein
berganda, seperti DNA polimerase. Pada kasus ini, holoenzim adalah kompleks
lengkap yang mengandung seluruh subunit yang diperlukan agar menjadi aktif.
Contoh enzim yang mengandung kofaktor adalah karbonat
anhidrase, dengan kofaktor seng terikat sebagai bagian dari tapak aktifnya.[39]
Koenzim
Model pengisian ruang koenzim NADH
Koenzim adalah kofaktor berupa molekul organik kecil yang
mentranspor gugus kimia atau elektron dari satu enzim ke enzim
lainnya.[38][40][41] Contoh koenzim mencakup NADH, NADPH dan adenosina
trifosfat. Gugus kimiawi yang dibawa mencakup ion hidrida (H–) yang dibawa oleh
NAD atau NADP+, gugus asetil yang dibawa oleh koenzim A, formil, metenil,
ataupun gugus metil yang dibawa oleh asam folat, dan gugus metil yang dibawa
oleh S-adenosilmetionina. Beberapa koenzim seperti riboflavin, tiamina, dan
asam folat adalah vitamin.
Oleh karena koenzim secara kimiawi berubah oleh aksi enzim,
adalah dapat dikatakan koenzim merupakan substrat yang khusus, ataupun substrat
sekunder. Sebagai contoh, sekitar 700 enzim diketahui menggunakan koenzim
NADH.[42]
Regenerasi serta pemeliharaan konsentrasi koenzim terjadi
dalam sel. Contohnya, NADPH diregenerasi melalui lintasan pentosa fosfat, dan
S-adenosilmetionina melalui metionina adenosiltransferase.
Termodinamika
Tahapan-tahapan energi pada reaksi kimia. Substrat
memerlukan energi yang banyak untuk mencapai keadaan transisi, yang akan
kemudian berubah menjadi produk. Enzim menstabilisasi keadaan transisi,
menurunkan energi yang diperlukan untuk menjadi produk.
Artikel utama untuk
bagian ini adalah: Energi aktivasi, Kesetimbangan termodinamik, dan
Kesetimbangan kimia
Sebagai katalis, enzim tidak mengubah posisi kesetimbangan
reaksi kimia. Biasanya reaksi akan berjalan ke arah yang sama dengan reaksi
tanpa katalis. Perbedaannya adalah, reaksi enzimatik berjalan lebih cepat.
Namun, tanpa keberadaan enzim, reaksi samping yang memungkinkan dapat terjadi
dan menghasilkan produk yang berbeda.
Lebih lanjut, enzim dapat menggabungkan dua atau lebih
reaksi, sehingga reaksi yang difavoritkan secara termodinamik dapat digunakan
untuk mendorong reaksi yang tidak difavoritkan secara termodinamik. Sebagai
contoh, hidrolsis ATP sering kali menggunakan reaksi kimia lainnya untuk
mendorong reaksi.
Enzim mengatalisasi reaksi maju dan balik secara seimbang.
Enzim tidak mengubah kesetimbangan reaksi itu sendiri, namun hanya mempercepat
reaksi saja. Sebagai contoh, karbonat anhidrase mengatalisasi reaksinya ke dua
arah bergantung pada konsentrasi reaktan.
(dalam jaringan
tubuh; konsentrasi CO2 yang tinggi)
(pada paru-paru;
konsentrasi CO2 yang rendah)
Walaupun demikian, jika kesetimbangan tersebut sangat
memfavoritkan satu arah reaksi, yakni reaksi yang sangat eksergonik, reaksi itu
akan menjadi ireversible. Pada kondisi demikian, enzim akan hanya mengatalisasi
reaksi yang diijinkan secara termodinamik.
Kinetika
Artikel utama untuk
bagian ini adalah: Kinetika enzim
Mekanisme reaksi enzimatik untuk sebuah subtrat tunggal.
Enzim (E) mengikat substrat (S) dan menghasilkan produk (P).
Kinetika enzim menginvestigasi bagaimana enzim mengikat
substrat dengan mengubahnya menjadi produk. Data laju yang digunakan dalam
analisa kinetika didapatkan dari asai enzim.
Pada tahun 1902, Victor Henri[43] mengajukan suatu teori
kinetika enzim yang kuantitatif, namun data eksperimennya tidak berguna karena
perhatian pada konsentrasi ion hidrogen pada saat itu masih belum
dititikberatkan. Setelah Peter Lauritz Sørensen menentukan skala pH logaritmik
dan memperkenalkan konsep penyanggaan (buffering) pada tahun 1909[44], kimiawan
Jerman Leonor Michaelis dan murid bimbingan pascadokotoralnya yang berasal dari
Kanada, Maud Leonora Menten, mengulangi eksperimen Henri dan mengkonfirmasi
persamaan Henri. Persamaan ini kemudian dikenal dengan nama Kinetika Henri-Michaelis-Menten
(kadang-kadang juga hanya disebut kinetika Michaelis-Menten).[45] Hasil kerja
mereka kemudian dikembangkan lebih jauh oleh G. E. Briggs dan J. B. S. Haldane.
Penurunan persamaan kinetika yang diturunkan mereka masih digunakan secara meluas
sampai sekarang .[46]
Salah satu kontribusi utama Henri pada kinetika enzim adalah
memandang reaksi enzim sebagai dua tahapan. Pada tahap pertama, subtrat terikat
ke enzim secara reversible, membentuk kompleks enzim-substrat. Kompleks ini
kadang-kadang disebut sebagai kompleks Michaelis. Enzim kemudian mengatalisasi
reaksi kimia dan melepaskan produk.
Kurva kejenuhan suatu reaksi enzim yang menunjukkan relasi
antara konsentrasi substrat (S) dengan kelajuan (v).
Enzim dapat mengatalisasi reaksi dengan kelajuan mencapai
jutaan reaksi per detik. Sebagai contoh, tanpa keberadaan enzim, reaksi yang
dikatalisasi oleh enzim orotidina 5'-fosfat dekarboksilase akan memerlukan
waktu 78 juta tahun untuk mengubah 50% substrat menjadi produk. Namun, apabila
enzim tersebut ditambahkan, proses ini hanya memerlukan waktu 25 milidetik.[47]
Laju reaksi bergantung pada kondisi larutan dan konsentrasi substrat.
Kondisi-kondisi yang menyebabkan denaturasi protein seperti temperatur tinggi,
konsentrasi garam yang tinggi, dan nilai pH yang terlalu tinggi atau terlalu
rendah akan menghilangkan aktivitas enzim. Sedangkan peningkatan konsentrasi
substrat cenderung meningkatkan aktivitasnya. Untuk menentukan kelajuan
maksimum suatu reaksi enzimatik, konsentrasi substrat ditingkatkan sampai laju
pembentukan produk yang terpantau menjadi konstan. Hal ini ditunjukkan oleh
kurva kejenuhan di samping. Kejenuhan terjadi karena seiring dengan
meningkatnya konsentrasi substrat, semakin banyak enzim bebas yang diubah
menjadi kompleks substrate-enzim ES. Pada kelajuan yang maksimum (Vmax), semua
tapak aktif enzim akan berikatan dengan substrat, dan jumlah kompleks ES adalah
sama dengan jumlah total enzim yang ada. Namun, Vmax hanyalah salah satu
konstanta kinetika enzim. Jumlah substrat yang diperlukan untuk mencapai nilai
kelajuan reaksi tertentu jugalah penting. Hal ini diekspresikan oleh konstanta
Michaelis-Menten (Km), yang merupakan konsentrasi substrat yang diperlukan oleh
suatu enzim untuk mencapai setengah kelajuan maksimumnya. Setiap enzim memiliki
nilai Km yang berbeda-beda untuk suatu subtrat, dan ini dapat menunjukkan
seberapa kuatnya pengikatan substrat ke enzim. Konstanta lainnya yang juga
berguna adalah kcat, yang merupakan jumlah molekul substrat yang dapat
ditangani oleh satu tapak aktif per detik.
Efisiensi suatu enzim diekspresikan oleh kcat/Km. Ia juga
disebut sebagai konstanta kespesifikan dan memasukkan tetapan kelajuan semua
langkah reaksi. Karena konstanta kespesifikan mencermikan kemampuan katalitik
dan afinitas, ia dapat digunakan untuk membandingkan enzim yang satu dengan
enzim yang lain, ataupun enzim yang sama dengan substrat yang berbeda.
Konstanta kespesifikan maksimum teoritis disebut limit difusi dan nilainya
sekitar 108 sampai 109 (M-1 s-1). Pada titik ini, setiap penumbukkan enzim
dengan substratnya akan menyebabkan katalisis, dan laju pembentukan produk
tidak dibatasi oleh laju reaksi, melainkan oleh laju difusi. Enzim dengan sifat
demikian disebut secara katalitik sempurna ataupun secara kinetika sempurna.
Contoh enzim yang memiliki sifat seperti ini adalah karbonat anhidrase,
asetilkolinesterase, katalase, fumarase, β-laktamase, dan superoksida
dismutase.
Kinetika Michaelis-Menten bergantung pada hukum aksi massa,
yang diturunkan berdasarkan asumsi difusi bebas dan pertumbukan acak yang
didorong secara termodinamik. Namun, banyak proses-proses biokimia dan selular
yang menyimpang dari kondisi ideal ini, disebabkan oleh kesesakan
makromolekuler (macromolecular crowding), perpisahan fase
enzim/substrat/produk, dan pergerakan molekul secara satu atau dua dimensi.[48]
Pada situasi seperti ini, kinetika Michaelis-Menten fraktal dapat
diterapkan.[49][50][51][52]
Beberapa enzim beroperasi dengan kinetika yang lebih cepat
daripada laju difusi. Hal ini tampaknya sangat tidak mungkin. Beberapa
mekanisme telah diajukan untuk menjelaskan fenomena ini. Beberapa protein
dipercayai mempercepat katalisis dengan menarik substratnya dan melakukan
pra-orientasi substrat menggunakan medan listrik dipolar. Model lainnya
menggunakan penjelasan penerowongan kuantum mekanika, walaupun penjelasan ini
masih kontroversial.[53][54] Penerowongan kuantum untuk proton telah terpantau
pada triptamina.[55]
Inhibisi
Inhibitor kompetitif mengikat enzim secara reversibel,
menghalangi pengikatan substrat. Di lain pihak, pengikatn substrat juga
menghalangi pengikatan inhibitor. Substrat dan inhibitor berkompetisi satu sama
lainnya.
Jenis-jenis inihibisi. Klasifikasi ini diperkenalkan oleh
W.W. Cleland.[56]
Artikel utama untuk
bagian ini adalah: Inhibitor enzim
Laju reaksi enzim dapat diturunkan menggunakan berbagai
jenis inhibitor enzim.
Inhibisi kompetitif
Pada inihibisi kompetitif, inhibitor dan substrat
berkompetisi untuk berikatan dengan enzim. Seringkali inhibitor kompetitif
memiliki struktur yang sangat mirip dengan substrat asli enzim. Sebagai contoh,
metotreksat adalah inihibitor kompetitif untuk enzim dihidrofolat reduktase.
Kemiripan antara struktur asam folat dengan obat ini ditunjukkan oleh gambar di
samping bawah. Perhatikan bahwa pengikatan inhibitor tidaklah perlu terjadi
pada tapak pengikatan substrat apabila pengikatan inihibitor mengubah
konformasi enzim, sehingga menghalangi pengikatan substrat. Pada inhibisi
kompetitif, kelajuan maksimal reaksi tidak berubah, namun memerlukan konsentrasi
substrat yang lebih tinggi untuk mencapai kelajuan maksimal tersebut, sehingga
meningkatkan Km.
Inhibisi tak kompetitif
Pada inhibisi tak kompetitif, inhibitor tidak dapat
berikatan dengan enzim bebas, namun hanya dapat dengan komples ES. Kompleks EIS
yang terbentuk kemudian menjadi tidak aktif. Jenis inhibisi ini sangat jarang,
namun dapat terjadi pada enzim-enzim multimerik.
Inhibisi non-kompetitif
Inhibitor non-kompetitif dapat mengikat enzim pada saat yang
sama substrat berikatan dengan enzim. Baik kompleks EI dan EIS tidak aktif.
Karena inhibitor tidak dapat dilawan dengan peningkatan konsentrasi substrat,
Vmax reaksi berubah. Namun, karena substrat masih dapat mengikat enzim, Km
tetaplah sama.
Inhibisi campuran
Inhibisis jenis ini mirip dengan inhibisi non-kompetitif,
kecuali kompleks EIS memiliki aktivitas enzimatik residual.
Pada banyak organisme, inhibitor dapat merupakan bagian dari
mekanisme umpan balik. Jika enzim memproduksi terlalu banyak produk, produk
tersebut dapat berperan sebagai inhibitor bagi enzim tersebut. Hal ini akan
menyebabkan produksi produk melambat atau berhenti. Bentuk umpan balik ini
adalah umpan balik negatif. Enzim memiliki bentuk regulasi seperti ini sering
kali multimerik dan mempunyai tapak ikat alosterik. Kurva substrat/kelajuan
enzim ini tidak berbentuk hiperbola melainkan berbentuk S.
Koenzim asam folat (kiri) dan obat anti kanker metotreksat
(kanan) memiliki struktur yang sangat mirip. Oleh sebab itu, metotreksat adalah
inhibitor kompetitif bagi enzim yang menggunukan folat.
Inhibitor ireversibel bereaksi dengan enzim dan membentuk
aduk dengan protein. Inaktivasi ini bersifat ireversible. Inhibitor seperti ini
contohnya efloritina, obat yang digunakan untuk mengobati penyakit yang
disebabkan oleh protozoa African trypanosomiasis.[57] Penisilin dan Aspirin
juga bekerja dengan cara yang sama. Senyawa obat ini terikat pada tapak aktif,
dan enzim kemudian mengubah inhibitor menjadi bentuk aktif yang bereaksi secara
ireversibel dengan satu atau lebih residu asam amino.
Kegunaan inhibitor
Oleh karena inhibitor menghambat fungsi enzim, inhibitor
sering digunakan sebagai obat. Contohnya adalah inhibitor yang digunakan
sebagai obat aspirin. Aspirin menginhibisi enzim COX-1 dan COX-2 yang
memproduksi pembawa pesan peradangan prostaglandin, sehingga ia dapat menekan
peradangan dan rasa sakit. Namun, banyak pula inhibitor enzim lainnya yang
beracun. Sebagai contohnya, sianida yang merupakan inhibitor enzim ireversibel,
akan bergabung dengan tembaga dan besi pada tapak aktif enzim sitokrom c
oksidase dan memblok pernafasan sel.[58]
Fungsi biologis
Enzim mempunyai berbagai fungsi bioligis dalam tubuh
organisme hidup. Enzim berperan dalam transduksi signal dan regulasi sel,
seringkali melalui enzim kinase dan fosfatase.[59] Enzim juga berperan dalam
menghasilkan pergerakan tubuh, dengan miosin menghidrolisis ATP untuk
menghasilkan kontraksi otot.[60] ATPase lainnya dalam membran sel umumnya
adalah pompa ion yang terlibat dalam transpor aktif. Enzim juga terlibat dalam
fungs-fungsi yang khas, seperti lusiferase yang menghasilkan cahaya pada
kunang-kunang.[61] Virus juga mengandung enzim yang dapat menyerang sel,
misalnya HIV integrase dan transkriptase balik.
Salah satu fungsi penting enzim adalah pada sistem
pencernaan hewan. Enzim seperti amilase dan protease memecah molekul yang besar
(seperti pati dan protein) menjadi molekul yang kecil, sehingga dapat diserap
oleh usus. Molekul pati, sebagai contohnya, terlalu besar untuk diserap oleh
usus, namun enzim akan menghidrolisis rantai pati menjadi molekul kecil seperti
maltosa, yang akan dihidrolisis lebih jauh menjadi glukosa, sehingga dapat
diserap. Enzim-enzim yang berbeda, mencerna zat-zat makanan yang berbeda pula.
Pada hewan pemamah biak, mikroorganisme dalam perut hewan tersebut menghasilkan
enzim selulase yang dapat mengurai sel dinding selulosa tanaman.[62]
Beberapa enzim dapat bekerja bersama dalam urutan tertentu,
dan menghasilan lintasan metabolisme. Dalam lintasan metabolisme, satu enzim
akan membawa produk enzim lainnya sebagai substrat. Setelah reaksi katalitik
terjadi, produk kemudian dihantarkan ke enzim lainnya. Kadang-kadang lebih dari
satu enzim dapat mengatalisasi reaksi yang sama secara bersamaan.
Enzim menentukan langkah-langkah apa saja yang terjadi dalam
lintasan metabolisme ini. Tanpa enzim, metabolisme tidak akan berjalan melalui
langkah yang teratur ataupun tidak akan berjalan dengan cukup cepat untuk
memenuhi kebutuhan sel. Dan sebenarnya, lintasan metabolisme seperti glikolisis
tidak akan dapat terjadi tanpa enzim. Glukosa, contohnya, dapat bereaksi secara
langsung dengan ATP, dan menjadi terfosforliasi pada karbon-karbonnya secara
acak. Tanpa keberadaan enzim, proses ini berjalan dengan sangat lambat. Namun,
jika heksokinase ditambahkan, reaksi ini tetap berjalan, namun fosforilasi pada
karbon 6 akan terjadi dengan sangat cepat, sedemikiannya produk
glukosa-6-fosfat ditemukan sebagai produk utama. Oleh karena itu, jaringan
lintasan metabolisme dalam tiap-tiap sel bergantung pada kumpulan enzim
fungsional yang terdapat dalam sel tersebut.
Kontrol aktivitas
Terdapat lima cara utama aktivitas enzim dikontrol dalam
sel.
1. Produksi
enzim (transkripsi dan translasi gen enzim) dapat ditingkatkan atau diturunkan
bergantung pada respon sel terhadap perubahan lingkungan. Bentuk regulase gen
ini disebut induksi dan inhibisi enzim. Sebagai contohnya, bakteri dapat
menjadi resistan terhadap antibiotik seperti penisilin karena enzim yang
disebut beta-laktamase menginduksi hidrolisis cincin beta-laktam penisilin.
Contoh lainnya adalah enzim dalam hati yang disebut sitokrom P450 oksidase yang
penting dalam metabolisme obat. Induksi atau inhibisi enzim ini dapat
mengakibatkan interaksi obat.
2. Enzim
dapat dikompartemenkan, dengan lintasan metabolisme yang berbeda-beda yang
terjadi dalam kompartemen sel yang berbeda. Sebagai contoh, asam lemak
disintesis oleh sekelompok enzim dalam sitosol, retikulum endoplasma, dan
aparat golgi, dan digunakan oleh sekelompok enzim lainnya sebagai sumber energi
dalam mitokondria melalui β-oksidasi.[63]
3. Enzim
dapat diregulasi oleh inhibitor dan aktivator. Contohnya, produk akhir lintasan
metabolisme seringkali merupakan inhibitor enzim pertama yang terlibat dalam
lintasan metabolisme, sehingga ia dapat meregulasi jumlah produk akhir lintasan
metabolisme tersebut. Mekanisme regulasi seperti ini disebut umpan balik
negatif karena jumlah produk akhir diatur oleh konsentrasi produk itu sendiri.
Mekanisme umpan balik negatif dapat secara efektif mengatur laju sintesis zat
antara metabolit tergantung pada kebutuhan sel. Hal ini membantu alokasi bahan
zat dan energi secara ekonomis dan menghindari pembuatan produk akhir yang
berlebihan. Kontrol aksi enzimatik membantu menjaga homeostasis organisme
hidup.
4. Enzim
dapat diregulasi melalui modifikasi pasca-translasional. Ia dapat meliputi
fosforilasi, miristoilasi, dan glikosilasi. Contohnya, sebagai respon terhadap
insulin, fosforilasi banyak enzim termasuk glikogen sintase membantu mengontrol
sintesis ataupun degradasi glikogen dan mengijinkan sel merespon terhadap
perubahan kadar gula dalam darah.[64] Contoh lain modifikasi pasca-translasional
adalah pembelahan rantai polipeptida. Kimotripsin yang merupakan protease
pencernaan diproduksi dalam keadaan tidak aktif sebagai kimotripsinogen di
pankreas. Ia kemudian ditranspor ke dalam perut di mana ia diaktivasi. Hal ini
menghalangi enzim mencerna pankreas dan jaringan lainnya sebelum ia memasuki
perut. Jenis prekursor tak aktif ini dikenal sebagai zimogen.
5. Beberapa
enzim dapat menjadi aktif ketika berada pada lingkungan yang berbeda.
Contohnya, hemaglutinin pada virus influenza menjadi aktif dikarenakan kondisi
asam lingkungan. Hal ini terjadi ketika virus terbawa ke dalam sel inang dan
memasuki lisosom.[65]
Keterlibatan dalam penyakit
Fenilalanina hidroksilase. Sumber: PDB 1KW0
Oleh karena kontrol aktivitas enzim yang ketat diperlukan
untuk menjaga homeostasis, malafungsi (mutasi, kelebihan produksi, kekurangan
produksi ataupun delesi) enzim tunggal yang penting dapat menyebabkan penyakit
genetik. Pentingnya enzim ditunjukkan oleh fakta bahwa penyakit-penyakit
mematikan dapat disebabkan oleh hanya mala fungsi satu enzim dari ribuan enzim
yang ada dalam tubuh kita.
Salah satu contohnya adalah fenilketonuria. Mutasi asam
amino tunggal pada enzim fenilalania hidroksilase yang mengatalisis langkah
pertama degradasi fenilalanina mengakibatkan penumpukkan fenilalanina dan
senyawa terkait. Hal ini dapat menyebabkan keterbelakangan mental jika ia tidak
diobati.[66]
Contoh lainnya adalah mutasi silsilah nutfah (germline
mutation) pada gen yang mengkode enzim reparasi DNA. Ia dapat menyebakan sindrom
penyakit kanker keturunan seperti xeroderma pigmentosum. Kerusakan ada enzim
ini dapat menyebabkan kanker karena kemampuan tubuh memperbaiki mutasi pada
genom menjadi berkurang. Hal ini menyebabkan akumulasi mutasi dan mengakibatkan
berkembangnya berbagai jenis kanker pada penderita.
Terimakasih Sobat,, sudah berkunjung, jangan lupa di like yah atau tinggalkan pesan anda di kolom facebook paling bawah.
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !