BAB I
PENDAHULUAN
1.1. LatarBelakang
Dalam proses tumbuh dan berkembang tumbuhan berinteraksi dengan lingkungan biotik dan abiotik. Salah satu contoh interaksi tumbuhan dengan lingkungan biotik adalah dengan jamur. Hubungan tersebut dapat saling merugikan atau saling menguntungkan.
Salah satu hubungan mutualisme antara tanaman dengan jamur adalah mikoriza. Penyebaran mikoriza di berbagai areal pertanaman di Indonesia sangat merata,mulai dari daerah pantai hingga pegunungan. Namun mikoriza berkembang cukup baikdi daerah dengan salinitas tinggi seperti di daerah pantai. Penyebaran mikoriza yang sangat luas merupakan salah satu sumber daya alam yang perlu dimanfaatkan karena seiring semakin luasnya lahan kritis akibat jenuhnya penggunaan pupuk dan cekaman kekeringan sehingga perlu upaya pengembangan mikoriza untuk mempertahankan kondisi tanah agar lahan kritis tidak semakin luas.
Cekaman kekeringan yang berdampak merugikan bagi pertumbuhan tanaman merupakan ancaman dalam budidaya tanaman terutama dalam musim kemarau yang berkepanjangan. Perlu investasi tinggi untuk membuat sistem irigasi teknis dalam upaya mempertahankan ketersediaan air di lahan pertanian. Oleh karena itu aplikasi mikoriza merupakan suatu alternatif yang dapat dikembangkan untuk mengatasi terbatasnya ketersediaan air.
Penggunaan mikoriza sebagai alat biologis dalam bidang pertanian dapat memperbaiki pertumbuhan, produktivitas dan kualitas tanaman tanpa menurunkan kualitas ekosistem tanah. Selain itu aplikasi mikoriza dapat membantu rehabilitasi lahan kritis dan meningkatkan produktivitas tanaman pertanian, perkebunan, kehutanan pada lahan-lahan marginal dan pakan ternak.
Berdasarkan uraian sebelumnya maka perlu dilakukan praktikum tentang pengaplikasian mikoriza yang telah diisolasi dari tanah pada beberapa tanaman yaitu tanaman jagung, sorgum, dan tagetes.
1.2. Tujuan dan Kegunaan
Adapun tujuan dari praktikum mikoriza adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian mikoriza terhadap kecambah tanaman jagung, sorghum, dan tagetes.
Sedangkan kegunaan dari praktikum mikoriza adalah sebagai bahan informasi kepada mahasiswa tentang pengaplikasian mikoriza pada kecambah tanaman.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Perbanyakan Mikoriza
Mikoriza merupakan suatu bentuk simbiosis mutualistik antara jamur dan akar tanaman (Brundrett, 1996). Hampir pada semua jenis tanaman terdapat bentuk simbiosis ini. Umumya mikoriza dibedakan dalam tiga kelompok, yaitu: endomikoriza (pada jenis tanaman pertanian), ektomikoriza (pada jenis tanaman kehutanan), dan ektendomikoriza (Harley and Smith, 1983).
Penelitian mengenai mikoriza telah mulai banyak dilakukan, bahkan usaha untuk memproduksinya telah mulai banyak dirintis. Hal ini disebabkan oleh peranannya yang cukup membantu dalam meningkatkan kualitas tanaman. Seperti yang disampaikan oleh Yusnaini (1998), bahwa VAM dapat membantu meningkatkan produksi kedelai pada tanah ultisol di Lampung. Bahkan pada penelitian lebih lanjut dilaporkan bahwa penggunaan VAM ini dapat meningkatkan produksi jagung yang mengalami kekeringan sesaat pada fase vegetatif dan generatif (Yusnaini et al., 1999). Setiadi (2003), menyebutkan bahwa mikoriza juga sangat berperan dalam meningkatkan toleransi tanaman terhadap kondisi lahan kritis, yang berupa kekeringan dan banyak terdapatnya logam-logam berat. Mencermati kondisi demikian maka dapat disepakati jika terdapat komentar mengenai potensi mikoriza yang cukup menjanjikan dalam bidang agribisnis.
Namun demikian masih terdapat beberapa kendala yang perlu dihadapi dalam upaya pemanfaatan mikoriza ini, diantaranya seperti yang disampaikan oleh Simanungkalit (2003), bahwa upaya untuk memproduksi inokulan mikoriza dalam skala besar masih sulit. Di samping hal-hal tersebut penggunaan mikoriza ini masih mendapatkan kesulitan karena penggunaannya yang dalam jumlah relatif besar dan lamanya waktu untuk memproduksinya. Oleh karena itu masih diperlukan adanya penelitian-penelitian lebih lanjut dalam upaya untuk memaksimalkan potensi mikoriza ini.
Umumnya produksi MVA yang sering dilakukan adalah dengan menggunakan metode pot kultur, yaitu menanam benih dalam pot-pot atau bak-bak plastik. Tahap produksi MVA diawali dengan sterilisasi media. Media perbanyakan MVA yang berupa pasir/tanah/arang sekam dipanaskan dengan menggunakan dandang sabluk selama 1-2 jam. Tujuannya yaitu untuk membunuh mikroorganisme yang hidup pada media tanam, sehingga diharapkan kompetisi antara MVA dan mikroorganisme lain menjadi berkurang (Falah, 2011).
Mikoriza yang digunakan sebagai starter mikoriza yang berupa akar yang bermikoriza/spora MVA di sekitar perakaran sebanyak 0,5-1 gram. Starter MVA yang dicampurkan minimal mengandung 10-20 spora (Falah, 2011).
Tahap pemeliharaan dilakukan sampai inang berumur ±2 bulan. Tanaman diletakkan pada suatu tempat yang cukup mendapatkan sinar matahari sambil sesekali dilakukan penyiraman dan pemupukan. Penyiraman tidak perlu dilakukan secara teratur, cukup dengan menjaga kelembapan media tanam. Pemupukan juga dilakukan secukupnya, dengan memilih pupuk cair yang mengandung unsur P rendah. Pemeliharaan tanaman yang telah tumbuh juga meliputi pengamatan terhadap serangan hama dan penyakit. Tanaman yang tampak terserang hama dan penyakit atau tumbuh abnormal segera dicabut dan diganti dengan benih yang baru. Tanaman yang terinfeksi mikoriza, maka tinggi, bobot kering, konsentrasi P pada bagian atas maupun akar tanaman mempunyai nilai yang tinggi dibandingkan dengan tanpa mikoriza (Matsubara et al., 1998).
Tahap stressing adalah suatu tahapan yang berupa usaha untuk menghambat atau menekan pertumbuhan tanaman inang dengan kondisi tertentu. Tujuannya yaitu untuk memacu MVA membentuk struktur tahan berupa spora. Spora inilah nantinya yang dapat dipanen dan menjadi sumber inokulum (starter mikoriza) (Falah, 2011).
Usaha-usaha stressing yang dapat dilakukan adalah penghentian penyiraman setelah selama 2 bulan tanaman inang dipelihara dengan sesekali dilakukan penyiraman, maka pada bulan ketiga dilakukan stressing dengan menghentikan proses penyiraman selama 1 (satu) bulan. Dalam kondisi seperti ini secara otomatis akar tanaman inang akan berusaha keras untuk mendapatkan air. Pada saat inilah simbiosis antara MVA dan akar tanaman inang berjalan optimal. Hifa-hifa MVA akan tumbuh memanjang untuk membantu akar tanaman inang mencari sumber air (Falah, 2011).
Topping atau pemotongan bagian atas tanaman inang dilakukan dengan hanya menyisakan batang bawah ± 1/4nya. Kondisi ini dikombinasikan dengan melakukan pemaparan tanaman inang di bawah bawah sinar matahari. Kondisi seperti ini akan semakin menekan kondisi fisik tanaman inang dan MVA. Perlahan-lahan tanaman inang akan mati sehingga mempengaruhi kondisi MVA. Dalam keadaan yang tidak menguntungkan tersebut MVA akan membentuk struktur tahan berupa spora untuk mempertahankan hidupnya (Falah, 2011).
Pemanenan dapat dilakukan setelah tanaman inang mengalami stressing selama 1 (satu) bulan atau ± 3 (tiga) bulan sejak tanam awal. Pemanenan dilakukan dengan cara membongkar tanaman inang dan mengambil bagian akarnya. Akar lalu dipotong kecil-kecil (± 0,5 cm) dan dicampur dengan media tanamnya. Selanjutnya kemas mikoriza beserta media tanamnya dalam kantong plastik dan siap untuk diaplikasikan sebagai pupuk hayati. Bila tidak langsung digunakan maka sebaiknya disimpan dalam lemari es (Falah, 2011).
Penggunaan MVA lebih efektif diaplikasikan pada saat pembibitan karena MVA akan segera menginfeksi jaringan akar yang relatif masih muda. Dengan demikian bibit yang akan dipindahkan ke lapang perakarannya telah terlindungi oleh MVA sehingga dapat terhindar dari serangan patogen, khususnya patogen terbawa tanah. Namun dapat pula aplikasi dilakukan pada saat bibit dipindah ke lahan. Caranya yaitu dengan membuat lubang tanam, kemudian mengambil tanahnya dan mencampurnya dengan mikoriza. Dosis yang disarankan minimal 15-20 gram/bibit. Aplikasi sebaiknya dilakukan pada waktu sore hari (pukul 16.00-17.00 WIB) (Falah, 2011).
Menurut Aldeman dan Morton (1986) infeksi mikoriza dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman dan kemampuannya memanfaatkan nutrisi yang ada dalam tanah, terutama unsur P, Ca, N, Cu, Mn, K, dan Mg. Kolonisasi mikoriza pada akar dapat memperluas bidang serapan akar dengan adanya hifa eksternal yang tumbuh dan berkembang melalui bulu akar (Mosse, 1981).
2.2. Tanaman Jagung
Jagung (Zea mays L) adalah tanaman semusim dan termasuk jenis rumputan/graminae yang mempunyai batang tunggal, meski terdapat kemungkinan munculnya cabang anakan pada beberapa genotipe dan lingkungan tertentu. Batang jagung terdiri atas buku dan ruas. Daun jagung tumbuh pada setiap buku, berhadapan satu sama lain. Bunga jantan terletak pada bagian terpisah pada satu tanaman sehingga lazim terjadi penyerbukan silang. Jagung merupakan tanaman hari pendek, jumlah daunnya ditentukan pada saat inisiasi bunga jantan, dan dikendalikan oleh genotipe, lama penyinaran, dan suhu.
Pemahaman morfologi dan fase pertumbuhan jagung sangat membantu dalam mengidentifikasi pertumbuhan tanaman, terkait dengan optimasi perlakukan agronomis. Cekaman air (kelebihan dan kekurangan), cekaman hara (defisiensi dan keracunan), terkena herbisida atau serangan hama dan penyakit akan menyebabkan tanaman tumbuh tidak normal, atau tidak sesuai dengan morfologi tanaman.
Hasil dan bobot biomas jagung yang tinggi akan diperoleh jika pertumbuhan tanaman optimal. Untuk itu diperlukan pengelolaan hara, air, dan tanaman dengan tepat. Pengelolaan hara dan tanaman yang mencakup pemupukan (waktu dan takaran), pengairan, dan pengendalian gulma harus sesuai dengan fase pertumbuhan tanaman.
Jagung mempunyai akar serabut dengan tiga macam akar, yaitu (a) akar seminal, (b) akar adventif, dan (c) akar kait atau penyangga. Akar seminal adalah akar yang berkembang dari radikula dan embrio. Pertumbuhan akar seminal akan melambat setelah plumula muncul ke permukaan tanah dan pertumbuhan akar seminal akan berhenti pada fase V3. Akar adventif adalah akar yang semula berkembang dari buku di ujung mesokotil, kemudian set akar adventif berkembang dari tiap buku secara berurutan dan terus ke atas antara 7-10 buku, semuanya di bawah permukaan tanah. Akar adventif berkembang menjadi serabut akar tebal. Akar seminal hanya sedikit berperan dalam siklus hidup jagung. Akar adventif berperan dalam pengambilan air dan hara. Bobot total akar jagung terdiri atas 52% akar adventif seminal dan 48% akar nodal. Akar kait atau penyangga adalah akar adventif yang muncul pada dua atau tiga buku di atas permukaan tanah. Fungsi dari akar penyangga adalah menjaga tanaman agar tetap tegak dan mengatasi rebah batang. Akar ini juga membantu penyerapan hara dan air. Perkembangan akar jagung (kedalaman dan penyebarannya) bergantung pada varietas, pengolahan tanah, fisik dan kimia tanah, keadaan air tanah, dan pemupukan. Akar jagung dapat dijadikan indikator toleransi tanaman terhadap cekaman aluminium. Pemupukan nitrogen dengan takaran berbeda menyebabkan perbedaan perkembangan (plasticity) sistem perakaran jagung (Smith et al. 1995).
2.3. Tanaman Sorgum
Klasifikasi ilmiah tanaman sorgum menurut USDA (United States Departement of Agriculture) adalah sebagai berikut:
Kerajaan : Plantae
Subkerajaan : Tracheobionta
Superdivisi : Spermatophyta
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Liliopsida
Subklas :Commelinidae
Ordo : Cyperales
Famili :Poaceae
Genus : Sorghum Moench.
PENDAHULUAN
1.1. LatarBelakang
Dalam proses tumbuh dan berkembang tumbuhan berinteraksi dengan lingkungan biotik dan abiotik. Salah satu contoh interaksi tumbuhan dengan lingkungan biotik adalah dengan jamur. Hubungan tersebut dapat saling merugikan atau saling menguntungkan.
Salah satu hubungan mutualisme antara tanaman dengan jamur adalah mikoriza. Penyebaran mikoriza di berbagai areal pertanaman di Indonesia sangat merata,mulai dari daerah pantai hingga pegunungan. Namun mikoriza berkembang cukup baikdi daerah dengan salinitas tinggi seperti di daerah pantai. Penyebaran mikoriza yang sangat luas merupakan salah satu sumber daya alam yang perlu dimanfaatkan karena seiring semakin luasnya lahan kritis akibat jenuhnya penggunaan pupuk dan cekaman kekeringan sehingga perlu upaya pengembangan mikoriza untuk mempertahankan kondisi tanah agar lahan kritis tidak semakin luas.
Cekaman kekeringan yang berdampak merugikan bagi pertumbuhan tanaman merupakan ancaman dalam budidaya tanaman terutama dalam musim kemarau yang berkepanjangan. Perlu investasi tinggi untuk membuat sistem irigasi teknis dalam upaya mempertahankan ketersediaan air di lahan pertanian. Oleh karena itu aplikasi mikoriza merupakan suatu alternatif yang dapat dikembangkan untuk mengatasi terbatasnya ketersediaan air.
Penggunaan mikoriza sebagai alat biologis dalam bidang pertanian dapat memperbaiki pertumbuhan, produktivitas dan kualitas tanaman tanpa menurunkan kualitas ekosistem tanah. Selain itu aplikasi mikoriza dapat membantu rehabilitasi lahan kritis dan meningkatkan produktivitas tanaman pertanian, perkebunan, kehutanan pada lahan-lahan marginal dan pakan ternak.
Berdasarkan uraian sebelumnya maka perlu dilakukan praktikum tentang pengaplikasian mikoriza yang telah diisolasi dari tanah pada beberapa tanaman yaitu tanaman jagung, sorgum, dan tagetes.
1.2. Tujuan dan Kegunaan
Adapun tujuan dari praktikum mikoriza adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian mikoriza terhadap kecambah tanaman jagung, sorghum, dan tagetes.
Sedangkan kegunaan dari praktikum mikoriza adalah sebagai bahan informasi kepada mahasiswa tentang pengaplikasian mikoriza pada kecambah tanaman.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Perbanyakan Mikoriza
Mikoriza merupakan suatu bentuk simbiosis mutualistik antara jamur dan akar tanaman (Brundrett, 1996). Hampir pada semua jenis tanaman terdapat bentuk simbiosis ini. Umumya mikoriza dibedakan dalam tiga kelompok, yaitu: endomikoriza (pada jenis tanaman pertanian), ektomikoriza (pada jenis tanaman kehutanan), dan ektendomikoriza (Harley and Smith, 1983).
Penelitian mengenai mikoriza telah mulai banyak dilakukan, bahkan usaha untuk memproduksinya telah mulai banyak dirintis. Hal ini disebabkan oleh peranannya yang cukup membantu dalam meningkatkan kualitas tanaman. Seperti yang disampaikan oleh Yusnaini (1998), bahwa VAM dapat membantu meningkatkan produksi kedelai pada tanah ultisol di Lampung. Bahkan pada penelitian lebih lanjut dilaporkan bahwa penggunaan VAM ini dapat meningkatkan produksi jagung yang mengalami kekeringan sesaat pada fase vegetatif dan generatif (Yusnaini et al., 1999). Setiadi (2003), menyebutkan bahwa mikoriza juga sangat berperan dalam meningkatkan toleransi tanaman terhadap kondisi lahan kritis, yang berupa kekeringan dan banyak terdapatnya logam-logam berat. Mencermati kondisi demikian maka dapat disepakati jika terdapat komentar mengenai potensi mikoriza yang cukup menjanjikan dalam bidang agribisnis.
Namun demikian masih terdapat beberapa kendala yang perlu dihadapi dalam upaya pemanfaatan mikoriza ini, diantaranya seperti yang disampaikan oleh Simanungkalit (2003), bahwa upaya untuk memproduksi inokulan mikoriza dalam skala besar masih sulit. Di samping hal-hal tersebut penggunaan mikoriza ini masih mendapatkan kesulitan karena penggunaannya yang dalam jumlah relatif besar dan lamanya waktu untuk memproduksinya. Oleh karena itu masih diperlukan adanya penelitian-penelitian lebih lanjut dalam upaya untuk memaksimalkan potensi mikoriza ini.
Umumnya produksi MVA yang sering dilakukan adalah dengan menggunakan metode pot kultur, yaitu menanam benih dalam pot-pot atau bak-bak plastik. Tahap produksi MVA diawali dengan sterilisasi media. Media perbanyakan MVA yang berupa pasir/tanah/arang sekam dipanaskan dengan menggunakan dandang sabluk selama 1-2 jam. Tujuannya yaitu untuk membunuh mikroorganisme yang hidup pada media tanam, sehingga diharapkan kompetisi antara MVA dan mikroorganisme lain menjadi berkurang (Falah, 2011).
Mikoriza yang digunakan sebagai starter mikoriza yang berupa akar yang bermikoriza/spora MVA di sekitar perakaran sebanyak 0,5-1 gram. Starter MVA yang dicampurkan minimal mengandung 10-20 spora (Falah, 2011).
Tahap pemeliharaan dilakukan sampai inang berumur ±2 bulan. Tanaman diletakkan pada suatu tempat yang cukup mendapatkan sinar matahari sambil sesekali dilakukan penyiraman dan pemupukan. Penyiraman tidak perlu dilakukan secara teratur, cukup dengan menjaga kelembapan media tanam. Pemupukan juga dilakukan secukupnya, dengan memilih pupuk cair yang mengandung unsur P rendah. Pemeliharaan tanaman yang telah tumbuh juga meliputi pengamatan terhadap serangan hama dan penyakit. Tanaman yang tampak terserang hama dan penyakit atau tumbuh abnormal segera dicabut dan diganti dengan benih yang baru. Tanaman yang terinfeksi mikoriza, maka tinggi, bobot kering, konsentrasi P pada bagian atas maupun akar tanaman mempunyai nilai yang tinggi dibandingkan dengan tanpa mikoriza (Matsubara et al., 1998).
Tahap stressing adalah suatu tahapan yang berupa usaha untuk menghambat atau menekan pertumbuhan tanaman inang dengan kondisi tertentu. Tujuannya yaitu untuk memacu MVA membentuk struktur tahan berupa spora. Spora inilah nantinya yang dapat dipanen dan menjadi sumber inokulum (starter mikoriza) (Falah, 2011).
Usaha-usaha stressing yang dapat dilakukan adalah penghentian penyiraman setelah selama 2 bulan tanaman inang dipelihara dengan sesekali dilakukan penyiraman, maka pada bulan ketiga dilakukan stressing dengan menghentikan proses penyiraman selama 1 (satu) bulan. Dalam kondisi seperti ini secara otomatis akar tanaman inang akan berusaha keras untuk mendapatkan air. Pada saat inilah simbiosis antara MVA dan akar tanaman inang berjalan optimal. Hifa-hifa MVA akan tumbuh memanjang untuk membantu akar tanaman inang mencari sumber air (Falah, 2011).
Topping atau pemotongan bagian atas tanaman inang dilakukan dengan hanya menyisakan batang bawah ± 1/4nya. Kondisi ini dikombinasikan dengan melakukan pemaparan tanaman inang di bawah bawah sinar matahari. Kondisi seperti ini akan semakin menekan kondisi fisik tanaman inang dan MVA. Perlahan-lahan tanaman inang akan mati sehingga mempengaruhi kondisi MVA. Dalam keadaan yang tidak menguntungkan tersebut MVA akan membentuk struktur tahan berupa spora untuk mempertahankan hidupnya (Falah, 2011).
Pemanenan dapat dilakukan setelah tanaman inang mengalami stressing selama 1 (satu) bulan atau ± 3 (tiga) bulan sejak tanam awal. Pemanenan dilakukan dengan cara membongkar tanaman inang dan mengambil bagian akarnya. Akar lalu dipotong kecil-kecil (± 0,5 cm) dan dicampur dengan media tanamnya. Selanjutnya kemas mikoriza beserta media tanamnya dalam kantong plastik dan siap untuk diaplikasikan sebagai pupuk hayati. Bila tidak langsung digunakan maka sebaiknya disimpan dalam lemari es (Falah, 2011).
Penggunaan MVA lebih efektif diaplikasikan pada saat pembibitan karena MVA akan segera menginfeksi jaringan akar yang relatif masih muda. Dengan demikian bibit yang akan dipindahkan ke lapang perakarannya telah terlindungi oleh MVA sehingga dapat terhindar dari serangan patogen, khususnya patogen terbawa tanah. Namun dapat pula aplikasi dilakukan pada saat bibit dipindah ke lahan. Caranya yaitu dengan membuat lubang tanam, kemudian mengambil tanahnya dan mencampurnya dengan mikoriza. Dosis yang disarankan minimal 15-20 gram/bibit. Aplikasi sebaiknya dilakukan pada waktu sore hari (pukul 16.00-17.00 WIB) (Falah, 2011).
Menurut Aldeman dan Morton (1986) infeksi mikoriza dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman dan kemampuannya memanfaatkan nutrisi yang ada dalam tanah, terutama unsur P, Ca, N, Cu, Mn, K, dan Mg. Kolonisasi mikoriza pada akar dapat memperluas bidang serapan akar dengan adanya hifa eksternal yang tumbuh dan berkembang melalui bulu akar (Mosse, 1981).
2.2. Tanaman Jagung
Jagung (Zea mays L) adalah tanaman semusim dan termasuk jenis rumputan/graminae yang mempunyai batang tunggal, meski terdapat kemungkinan munculnya cabang anakan pada beberapa genotipe dan lingkungan tertentu. Batang jagung terdiri atas buku dan ruas. Daun jagung tumbuh pada setiap buku, berhadapan satu sama lain. Bunga jantan terletak pada bagian terpisah pada satu tanaman sehingga lazim terjadi penyerbukan silang. Jagung merupakan tanaman hari pendek, jumlah daunnya ditentukan pada saat inisiasi bunga jantan, dan dikendalikan oleh genotipe, lama penyinaran, dan suhu.
Pemahaman morfologi dan fase pertumbuhan jagung sangat membantu dalam mengidentifikasi pertumbuhan tanaman, terkait dengan optimasi perlakukan agronomis. Cekaman air (kelebihan dan kekurangan), cekaman hara (defisiensi dan keracunan), terkena herbisida atau serangan hama dan penyakit akan menyebabkan tanaman tumbuh tidak normal, atau tidak sesuai dengan morfologi tanaman.
Hasil dan bobot biomas jagung yang tinggi akan diperoleh jika pertumbuhan tanaman optimal. Untuk itu diperlukan pengelolaan hara, air, dan tanaman dengan tepat. Pengelolaan hara dan tanaman yang mencakup pemupukan (waktu dan takaran), pengairan, dan pengendalian gulma harus sesuai dengan fase pertumbuhan tanaman.
Jagung mempunyai akar serabut dengan tiga macam akar, yaitu (a) akar seminal, (b) akar adventif, dan (c) akar kait atau penyangga. Akar seminal adalah akar yang berkembang dari radikula dan embrio. Pertumbuhan akar seminal akan melambat setelah plumula muncul ke permukaan tanah dan pertumbuhan akar seminal akan berhenti pada fase V3. Akar adventif adalah akar yang semula berkembang dari buku di ujung mesokotil, kemudian set akar adventif berkembang dari tiap buku secara berurutan dan terus ke atas antara 7-10 buku, semuanya di bawah permukaan tanah. Akar adventif berkembang menjadi serabut akar tebal. Akar seminal hanya sedikit berperan dalam siklus hidup jagung. Akar adventif berperan dalam pengambilan air dan hara. Bobot total akar jagung terdiri atas 52% akar adventif seminal dan 48% akar nodal. Akar kait atau penyangga adalah akar adventif yang muncul pada dua atau tiga buku di atas permukaan tanah. Fungsi dari akar penyangga adalah menjaga tanaman agar tetap tegak dan mengatasi rebah batang. Akar ini juga membantu penyerapan hara dan air. Perkembangan akar jagung (kedalaman dan penyebarannya) bergantung pada varietas, pengolahan tanah, fisik dan kimia tanah, keadaan air tanah, dan pemupukan. Akar jagung dapat dijadikan indikator toleransi tanaman terhadap cekaman aluminium. Pemupukan nitrogen dengan takaran berbeda menyebabkan perbedaan perkembangan (plasticity) sistem perakaran jagung (Smith et al. 1995).
2.3. Tanaman Sorgum
Klasifikasi ilmiah tanaman sorgum menurut USDA (United States Departement of Agriculture) adalah sebagai berikut:
Kerajaan : Plantae
Subkerajaan : Tracheobionta
Superdivisi : Spermatophyta
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Liliopsida
Subklas :Commelinidae
Ordo : Cyperales
Famili :Poaceae
Genus : Sorghum Moench.
Tanaman sorgum (Sorghum bicolor) merupakan tanaman graminae yang mampu tumbuh hingga 6 meter. Bunga sorgum termasuk bunga sempurna dimana kedua alat kelaminnya berada di dalam satu bunga. Bunga sorgum merupakan bunga tipe panicle (susunan bunga di tangkai). Rangkaian bunga sorgum berada di bagian ujung tanaman.Bentuk tanaman ini secara umum hampir mirip dengan jagung yang membedakan adalah tipe bunga dimana jagung memiliki bunga tidak sempurna sedangkan sorgum bunga sempurna. Morfologi dari tanaman sorgum adalah tanaman sorgum memiliki akar serabut, tanaman sorgum memiliki batang tunggal yang terdiri atas ruas-ruas, daun terdiri atas lamina (blade leaf) dan auricle, dan angkaian bunga sorgum yang nantinya akan menjadi bulir-bulir sorgum.Pada daun sorgum terdapat lapisan lilin yang ada pada lapisan epidermisnya. Adanya lapisan lilin tersebut menyebabkan tanaman sorgum mampu bertahan pada daerah dengan kelembaban sangat rendah. Lapisan lilin tersebut menyebabkan tanaman sorgum mampu hidup dalam cekaman kekeringan.Pada umumnya biji sorgum berbentuk bulat dengan ukuran biji kira -kira 4 x 2,5 x 3,5 mm. Berat biji bervariasi antara 8 mg – 50 mg, rata-rata berat 28 mg. Berdasarkan ukurannya sorgum dibagi atas:sorgum biji kecil (8 – 10 mg), sorgum biji sedang ( 1 2 – 24 mg), dan sorgum biji besar (25-35 mg). Kulit biji ada yang berwarna putih, merah atau cokelat. Sorgum putih disebut sorgum kafir dan yang ber-warna merah/cokelat biasanya termasuk varietas Feterita. Warna biji in] merupakan salah satu kriteria menentukan kegunaannya. Varietas yang berwarna lebih terang akan menghasilkan tepung yang lebih putih dan tepung ini cocok untuk digunakan sebagai makanan lunak, roti dan lain-lainnya. Sedangkan varietas yang berwarna gelap akan menghasilkan tepung yang berwarna gelap dan rasanya lebih pahit. Tepung jenis ini cocok untuk bahan dasar pembuatan minuman. Untuk memperbaiki warna biji ini, biasanya digunakan larutan asam tamarand atau bekas cucian beras yang telah difermentasikan dan kemudian digiling menjadi pasta tepung (Darius, 2013).
2.1 Tanaman Tagetes
` Berdasarkantaksonomitanaman, tagetestermasukdalam:
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Dicotyledoneae
Ordo : Asterales
Famili : Asteraceae
Genus : Tagetes
Spesies : Tagetes erecta L
Morfologi dari tanaman tagetes menurut DADP USU, 2012 yaitu sebagai berikut:
a. Akar
Akar dari Tagetes erecta merupakan akar tunggang. Akar jenis ini umum ditemukan pada tumbuhan biji belah (dicotyledonae). Jika diamati, akarnya berwarna putih kekuningan. Jika ditinjau dari anatominya, pada akar tagetes erecta biasa ditemukan rambut akar. Fungsinya adalah untuk membantu tanaman mengambil air dan mineral dari tanah. Rambut akar ini merupakan bagian dari epidermis akar.
b. Batang
Batangnya tumbuh tegak dan bercabang-cabang. Warnanya adalah putih kehijauan jika pucuknya masih muda dan hijau jika sudah dewasa. Tinggi tanaman ini berkisar 30 cm hingga 120 cm. Pada sekujur batangnya, tumbuh daun majemuk yang berujung runcing dan tepinya bergerigi. Lapisan terluarnya merupakan epidermis batang. Bagian batang yang disebut korteks, disusun oleh parenkim korteks
c. Daun
Daun tunggal, menyirip menyerupai daun majemuk. Bentuknya memanjang hingga lanset menyempit, dengan bintik kelenjar bulat dekat tepinya, warnanya hijau
d. Bunga
Bunganya merupakan bunga majemuk. Bunga ini berbentuk cawan dengan tangkai yang panjang. Memiliki organ-organ bunga yang lengkap, berupa putik dan benang sari pada tengah bunga, warnanya kuning atau orange.
Bunga tahi ayam sering disebut sebagai kenikir, randa kencana dan ades (Indonesia), tahi kotok (Sunda), amarello (Filipina), African Marigold, Astec Marigold, American Marigold, Big Marigold (Inggris). Tagetes erecta L termasuk kedalam keluarga Compositae (Asteraceae) dan mempunyai 59 species. Tanaman ini merupakan salah satu herba hias yang biasa digunakan sebagai tanaman pagar dan pembatas. Secara komersial sebagai bunga potong, karena mempunyai bentuk bunga yang unik dan warnanya yang mencolok.
BAB III
METODOLOGI
3.1 WaktudanTempat
Adapun waktu pelaksanaan pratikum Perbanyakan mikoriza ialah pada hari jumat 21 Maret 2014, pada pukul 15.00 WITA – selesai di laboratorium III Fisiologi Tumbuhan, Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin, Makassar.
3.2 AlatdanBahan
3.2.1 Alat
Adapun alat yang di gunakan adalah gelas air mineral, kertas saring, neraca analitik, talang, kamera, dan pipet tetes.
3.2.2 Bahan
Adapun bahan yang digunakan adalah pasir steril, benih jagung, sorgum, tagetes, inokulan mikoriza, pupuk hayati mikoriza, dan air.
3.2.3 ProsedurKerja
Adapun prosedur kerja dari praktikum ini adalah sebagai berikut:
1. Menyiapkan media tanam yaitu gelas air mineral yang kemudian di isi pasir steril hingga mencapai ¾ gelas.
2. Lembabkan pasir dengan air.
3. Memberikan 2 tetes inokulan mikoriza ke kertas saring yang telah dibagi menjadi beberapa bagian kecil.
4. Membungkus masing- masing benih dengan kertas saring yang telah diberi inokulan mikoriza dan menanamnya kedalam pasir.
5. Menanam benih yang telah terbungkus tadi ke dalam pasir.
6. Membenamkan inokulan mikoriza ke dalam masing-masing gelas plastik berisi pasir sebanyak 1 gram.
7. Mengamati perkecambahan dan pertumbuhan dari masing-masing benih selama tujuh hari.
8. Mencatat hasil pengamatan.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan diperoleh hasil seperti pada tabel berikut:
Tabel: Hasil pengamatan tinggi tanaman dan jumlah daun beberapa jenis tanaman yang telah diaplikasikan mikoriza
No. JenisTanaman TinggiTanaman (cm) JumlahDaun (helai)
1 Jagung (Zea mays) 5 4
2 Jagung (Zeamays) 6 5
3 Jagung (Zea mays) 4,5 3
4 Jagung (Zea mays) 5 5
5 Jagung (Zea mays) 5 4
6 Jagung (Zea mays) 6 6
7 Jagung (Zea mays) 5 4
8 Jagung (Zea mays) 4,9 6
9 Sorgum (Sorghum bicolor) 3,3 1
10 Sorgum (Sorghum bicolor) 4 2
11 Sorgum (Sorghum bicolor) 3 1
12 Sorgum (Sorghum bicolor) 4 1
13 Sorgum (Sorghum bicolor) 3,5 2
14 Sorgum (Sorghum bicolor) 4 1
15 Sorgum (Sorghum bicolor) 3,6 1
16 Sorgum (Sorghum bicolor) 4,5 1
17 Togetes (Tagetes erecta) 2,5 0
18 Togetes (Tagetes erecta) 3 1
19 Togetes (Tagetes erecta) 3,4 1
20 Togetes (Tagetes erecta) 3 1
21 Togetes (Tagetes erecta) 3,3 1
22 Togetes (Tagetes erecta) 4 0
23 Togetes (Tagetes erecta) 3,6 1
24 Togetes (Tagetes erecta) 3,3 0
Sumber : Data primer setelah diolah 2014.
4.2 Pembahasan
Berdasarkan praktikum pembiakan mikoriza yang telah dilakukan didapatkan hasil seperti pada tabel di atas. Dalam praktikum ini terdapat tiga tanaman yang diinfeksikan dengan mikoriza yaitu tanaman jagung, tanaman sorgum dan tanaman tagetes. Berdasarkan hasil pengamatan diketahui bahwa rata-rata pertumbuhan jagung yang diberi mikoriza adalah 5,17 cm dan rata rata jumlah daun yang dimiliki adalah 4,62 helai daun sedangkan untuk tanaman sorgum rata-rata tinggi tanamannya adalah 3,73 cm dan untuk jumlah daun tanaman sorgum rata rata 1,25 helai daun, sedangka nuntuk tanaman togetes jumlah rata-rata tinggi tanamannya adalah 3,26 cm dan untuk jumlah helai daun rata-rata ada 0,62 helai daun. Berdasarkan hasil pengamatan di atas tanaman yang memiliki tingkat pertumbuhan paling baik adalah tanaman jagung yang dilihat dari tinggi tanamannya, dan tanaman dengan pertumbuhan paling rendah adalah tanaman tagetes. Tanaman jagung merupakan jenis tanaman pertanian, dimana cendawan endomikoriza ini adalah cedawan yang bersimbiosis dengan tanaman-tanaman pertanian. Sesuai pendapat Trappe and Schneck (1982) bahwa mikoriza Vesikular Arbuskula (MVA) merupakan jenis fungi yang hidup berkoloni pada beberapa jenis tanaman pertanian, termasuk tanaman hortikultura dan Kehutanan.
Mikoriza dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Hal ini sesuai dengan pendapat Delvian (2006) bahwa dalam perkembangannya mikoriza sangat membutuhkan kondisi lingkungan yang optimum. Kondisi lingkungan seperti pH tanah, eksudat akar dan suhu akan mempengaruhi perkembangan mikoriza di alam. Suhu yang optimum bagi mikoriza akan mempercepat terjadinya perkembangbiakan baik dalam hal menginfeksi akar tanaman (inang) maupun dalam menghasilkan spora-spora sebagai bagian dari perkembangan berikutnya.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan dapat disimpulakn sebagai berikut:
1. Mikoriza merupakan mikroorganisme tanah yang terdapat hampir di segala jenis tanah yang memiliki potensi yang sangat besar untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman.
2. Aplikasi mikoriza dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman jagung, sorgum, dan tagetes.
3. Diperoleh tingkat pertumbuhan yang paling baik pada tanaman jagung, sedangkan tanaman tagetes pertumbuhannya paling rendah.
4. Mikoriza membutuhkan kondisi lingkungan yang optimum agar dapat memperoleh perkembangbiakan yang lebih baik.
5.2 Saran
Sebaiknya dalam praktikum ini pengamatan dilakukan secara intensif agar hasil yang didapatkan akurat, dan juga sebaiknya praktikum dilaksanakan pada ruangan yang lebih besar agar praktikan tidak berdesakan dan lebih enak dalam menjalani praktikum.
DAFTAR PUSTAKA
Aldeman, J. M., and J. B. Morton. 1986. Infectivity of vesicular-arbuscular mychorrizal fungi influence host soil diluent combination on MPN estimates and percentage colonization. Soil Biolchen. 8(1) : 77-83.
Brundrett, M., N. Bougher, B. Dell, T. Grove, and N. Malajczuk. 1996. Working with Mycorrhizas in Forestry and Agriculture. ACIAR Monograph 32. 374 +x p.
Darius, 2013. “ Budidaya Sorgum” http://dariussembiring.blogspot.com/2013/06/budidaya-sorgum-ii.html. Diakses pada 9 Mei 2014.
Delvian, 2006.OptimalisasiDayaTumbuhTanamanterhadapDayaDukungPerkembangbiakanJamurMikoriza.InstitutTeknologi Surabaya. Surabaya.
Falah, B.S. 2011. Teknik Perbanyakan Mikoriza. Diakses di http://epetani.deptan. go.id/budidaya/teknik-perbanyakan-mikoriza-2408 pada 3 Mei 2014 pukul 21.30 WITA.
Harley, J. L. and M. S. Smith. 1983. Mycorrhizal Symbiosis. Academic Press, Inc. New York. 483p.
Matsubara, Y., T. Karikomi, M.Ikuta, H. Hori, S. Ishikawa, and T. Harada. 1996. Effect of abuscular mycorrhiza fungus inoculation on growth of apple seedling. J. Japan, Soc. Hort. Sci. 65(2):297-302.
Mosse, B. 1981. Vesicular-arbuscular mycorrhizal research for tropical Agriculture. Res. Bull. 82p.
Setiadi, Y. 2003. Arbuscular mycorrhizal inokulum production. Program dan Abstrak Seminar dan Pameran: Teknologi Produksi dan Pemanfaatan Inokulan Endo-Ektomikoriza untuk Pertanian, Perkebunan, dan Kehutanan. 16 September 2003. Bandung. pp 10.
Simanungkalit, R. D. M. 2003. Teknologi jamur Mikoriza Arbuskuler: Produksi inokulan dan pengawasan mutunya. Program dan Abstrak Seminar dan Pameran: Teknologi Produksi dan Pemanfaatan Inokulan Endo-Ektomikoriza untuk Pertanian, Perkebunan, dan Kehutanan. 16 September 2003. pp 11.
Trappe and Schneck, 1982. Agroforestry tree database: a tree reference and selection guide version 4.6. medan.
Terimakasih Sobat,, sudah berkunjung, jangan lupa di like yah atau tinggalkan pesan anda di kolom facebook paling bawah.
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !