BAB 1
PENDAHULUAN
1.Latar belakang
Beras merupakan bahan makanan pokok utama rakyat Indonesia. Kebutuhan beras dari tahun ke tahun terus meningkat karena kenaikan jumlah penduduk dan kebutuahan ini harus terpenuhi. Kekurangan pangan berpengaruh pada gizi buruk, kesehatan, dan sekaligus menurunkan kualitas sumberdaya manusia. Oleh karena itu, pemerintah senantiasa terus berupaya untuk memiliki serta memelihara ketahanan pangan khususnya beras. Namun seiring dengan usaha tersebut di dalam operasionalnya, masalah vital yang dihadapi saat ini adalah adanya alih fungsi lahan sawah. Alinh fungsi lahan sawah dari tahun ke tahun terus meningkat. Apabila situasi ini terus berlangsung dikawatirkan dapat mengancam ketahanan pangan beras. Parahnya lahan yang sudah dialihfungsikan tidak bisa dikembalikan menjadi lahan sawah seperti semula. Di lain pihak untuk pencetakan sawah baru jumlahnya sangat sedikit terkendala oleh biaya tinggi dan waktu yang lama. Sehubungan dengan hal tersebut, dalam tulisan ini ingin dipelajari potensi dan alih fungsi lahan sawah, produksi dan kebutuhan beras, kendala dan strategi untuk memiliki dan memelihara ketahanan pangan beras. Berdasarkan studi yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa alih fungsi lahan sawah sulit dihentikan, usaha untuk mempertahankan atau memelihara ketahanan pangan beras ke depan akan semakin sulit, sinergi komponen-komponen antara luas baku lahan sawah, penterapan paket teknologi peningkatan produksi dan pengendalian jumlah penduduk masih belum mantap. Oleh karena itu sangat perlu ada sawah abadi, regulasi untuk melindungi lahan sawah, dan perlu dibuat model sinergi antara luas lahan sawah, penerapan paket teknologi dan jumlah penduduk sehingga ketahanan pangan tetap terjagaNegara Indonesia termasuk negara yang kekayaan alamnya melimpah. Hal ini dapat ditunjukan dengan keadaan tanahnya yang subur. Indonesia juga merupakan produsen bahan pangan di dunia yaitu termasuk negara ketiga terbesar sebagai produsen beras setelah China dan India dengan kontribusi 8,5% atau sama dengan 51juta ton.
Indonesia memiliki sumber daya alam yang melimpah, namun uniknya meskipun menduduki peringkat ketiga dalam produksi beras tapi tiap tahunnya masih terdapat persoalan masalah beras. Jumlah penduduk Indonesia yang besar sekitar 230-237 juta orang (menurut data BPS) membuat Indonesia masih saja membutuhkan impor beras dari negara lain diantaranya Thailand karena sebagian dari masyarakat Indonesia makanan pokoknya adalah beras.
Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani. Lahan pertanian merupakan bagian yang sangat vital bagi sebagian penduduk Indonesia. Ketersediaan lahan secara total bersifat tetap di suatu wilayah, sedangkan permintaan terus bertambah dengan cepat terutama di sekitar kawasan perkotaan. Hal ini didorong oleh pertumbuhan penduduk, peningkatan pendapatan, kegiatan ekonomi dan migrasi dari wilayah lain maupun wilayah hitterland kota di wilayah yang bersangkutan (urbanisasi) (Nasoetion dan Wagner, 1985). Oleh karena itu, meningkatnya kebutuhan akan lahan tersebut dapat menjadi salah satu faktor yang mendorong terjadinya konversi lahan pertanian. Seperti yang diungkapkan oleh Utomo (1992), Alih fungsi lahan lazimnya disebut dengan konversi lahan yang didefinisikan sebagai perubahan fungsi sebagian atau seluruh kawasan lahan dari fungsinya semula (seperti yang direncanakan) menjadi fungsi lain yang membawa dampak negatif (masalah) terhadap lingkungan dan potensi lahan itu sendiri[
Konversi lahan pertanian merupakan bentuk akibat dari perkembangan wilayah. Konversi lahan pertanian dapat menimbulkan dampak negatif terutama dalam konteks kondisi sosial ekonomi petani. Kondisi ini tentu saja tidak boleh dibiarkan mengingat peran pertanian yang begitu sentral dalam pengembangan ekonomi bangsa. Diantaranya yaitu mencakup aspek produksi atau ketahanan pangan, peningkatan kesejahteraan petani atau pengentasan kemiskinan. Yang tidak kalah pentingnya adalah peran pertanian dalam menjaga kelestarian lingkungan hidup. Itulah yang sering kali disebut sebagai multifungsi pertanian.Lahan bagi penduduk Indonesia adalah sumber daya paling penting (Tjondronegoro, 1999). Populasi manusia pasti akan berpengaruh terhadap kepadatan penduduk. Semakin tinggi kepadatan penduduk maka semakin tinggi pula permintaan lahan untuk kompleks perumahan sebagai tempat tinggal. Disisi lain, pembangunan ekonomi juga menuntut dibangunnya kawasan industri dan kawasan perdagangan. Situasi seperti ini membuat keberadaan lahan pertanian terancam karena pasti akan ada pergeseran lahan pertanian menjadi lahan non-pertanian. “Perkembangan suatu wilayah akan sangat terkait dengan perubahan yang terjadi pada komponen utama dari suatu wilayah. Perubahan salah satu komponen dari wilayah akan mempengaruhi komponen lainnya, dan perubahan itu dapat menunjukkan adanya suatu proses pertumbuhan, stagnasi atau kemunduran wilayah. Pemahaman terhadap perubahan di suatu wilayah akan berarti sama halnya dengan pemahaman mengenai faktor yang mempengaruhi perubahan suatu wilayah sebagai suatu proses yang melibatkan suatu interaksi yang kompleks antara aktivitas – aktivitas yang ada di suatu wilayah. Hal lain yang perlu dilihat dalam menilai perubahan suatu wilayah adalah transformasi struktural yang terjadi di wilayah tersebut, baik yang berkaitan dengan transformasi ekonomi, ketenagakerjaan, demografi, sosial dan budaya masyarakat (Winoto, 1996).
Di Indonesia areal lahan sawah yang beririgasi mempunyai posisi yang sangat strategis. Sebagian besar produksi padi dihasilkan dari areal yang strategis ini, yang diperkirakan mencapai 6,7 juta hektar. Apabila areal ini berkurang dalam jumlah besar , akan mempunyai dampak buruk terhadap produksi beras nasional (Berita Indonesia, 2007). Areal padi sawah memiliki peranan penting untuk menentukan keamanan pangan. Lebih dari 90% beras yang dikonsumsi di Indonesia adalah produksi sendiri dan sekitar 95% dari produksi ini dihasilkan dari lahan sawah (Ginting, 2005).
Hamparan lahan sawah memiliki berbagai peran yang sangat strategis. Ditinjau dari segi ekologi dapat sebagai media hidup hewan air tawar, penghasil O2, untuk konservasi tanah dan air, mencegah atau mengurangi terjadinya banjir. Lahan sawah dapat juga sebagai obyek agrowisata. Potensi ingi sangat penting untuk menjamin kelangsungan hidup manusia.
Cepatnya proses pembangunan mempunyai implikasi terhadap peningkatan pemanfaatan lahan subur, tidak terkecuali lahan sawah. Adanya alih fungsi lahan dari lahan sawah ke yang bukan sawah berakibat banyak hal yang sangat berharga hilang bagi Negara, seperi penurunan lahan subur, adanya peningkatan investasi di bidang infrastruktur untuk irigasi, hilangnya kesempatan kerja bagi petani yang kehilangan sawahnya, pengurangan areal
tanaman pangan dan dampak lebih lanjut mengancam keamanan sistem pangan nasional.
Data Menteri Pertanian menunjukkan bahwa dari tahun 1982 sampai tahun 1985 dan dari tahun 1998 sampai tahun 1999 diperkirakan terjadi alih fungsi lahan sawah ken non padi atau areal pertanian mencapai 246.000 ha. Konversi ini diperuntukkan untuk perumahan 30 %, industri 7%, lahan kering 20%, perkebunan 25%, kolam 3% dan penggunaan lainnya 15 %. Dalam periode 5 tahun seperti yang disebutkan diatas jelas ditunjukkan bahwa laju konversi hampir 50.000 ha per tahunnya. Sangat disayangkan, sebagian besar lahan sawah yang mengalami alih fungsi lahan sekitar 90% terjadi di Jawa (Jawa Barat, Jojakarta dan Jawa Timur) yang diperkirakan 60% dari produksi padi nasional (Suprapto, 2000). Selanjutnya disebutkan pula bahwa untuk menutupi atau mengganti lahan subur yang hilang di Jawa dengan mengembangkan lahan baru di luar Jawa, ternyata tidak mudah.Tambahan pula terkait dengan masalah biaya,dan kebanyakan lahan yang ada di luar jawa tidak seproduktif tanah atau lahan yang ada di Jawa
Pemanfaatan lahan pasang surut terutama untuk tanaman padi menghadapi berbagai kendala. Secara garis besar meliputi, rendahnya kesuburan tanah karena kemasaman tanah yang tinggi (pH 3,0-4,5), kahat hara makro, adanya ion atau senyawa yang meracun (Al, Fe, SO4) dan bahan organik yang belum terdekomposisi. Selain itu, keadaan tata airnya yang kurang baik menjadi faktor pembatas dalam pengelolaannya (Muhammad Noor, 1996). Meskipun dalam pemanfaatannya menghadapi banyak kendala, namun lahan pasang surut memberi harapan dan prospek yang baik. Karena potensi lahannya yang sangat luas apabila diusahakan secara intensif maka dapat meningkatkan produksi padi di masa datang. Selain itu vegetasi alami yang tumbuh di lahan pasang surut bisa menjadi sumber bahan organik yang aman dalam meningkatkan kesuburan tanah. pada lahan pasang surut penggunaan pupuk dapat dikurangi sehingga biaya yang dikeluarkan petani dapat ditekan.
Menurut (Suwarno, 1983) bahwa salinitas dapat menyebabkan kerusakan daun, memperpendek tinggi tanaman, menurunkan jumlah anakan, bobot 100 butir gabah, bobot kering akar, tajuk, dan total tanaman, serta hasil gabah, tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap panjang akar.
Seed priming merupakan salah satu teknologi alternatif untuk mengatasi mutu benih untuk lahan salinitas dengan cara memperlakukan benih sebelum ditanam. Seed priming didefinisikan sebagai salah satu perlakuan fisik, fisiologis dan biokimia untuk menkondisikan kemampuan benih beradaptasi pada lahan salinitas, sehingga benih mampu tumbuh cepat, dan serempak pada kondisi yang bergaram(Anonim, 2013).
1.2 Tujuan dan kegunaan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Morfologi Tanaman Padi
Akar
Berdasarkan literatur Aak (1992) akar adalah bagian tanaman yang berfungsi menyerap air dan zat makanan dari dalam tanah, kemudian diangkut ke bagian atas tanaman. Akar tanaman padi dapat dibedakan atas :
Radikula; akar yang tumbuh pada saat benih berkecambah. Pada benih yang sedang berkecambah timbul calon akar dan batang. Calon akar mengalami pertumbuhan ke arah bawah sehingga terbentuk akar tunggang, sedangkan calon batang akan tumbuh ke atas sehingga terbentuk batang dan daun.
Akar serabut (akaradventif); setelah 5-6 hari terbentuk akar tunggang, akar serabut akan tumbuh.
Akar rambut ; merupakan bagian akar yang keluar dari akar tunggang dan akar serabut. Akar ini merupakan saluran pada kulit akar yang berada diluar, dan ini penting dalam pengisapan air maupun zat-zat makanan. Akar rambut biasanya berumur pendek sedangkan bentuk dan panjangnya sama dengan akar serabut.
Akar tajuk (crown roots) ;adalah akar yang tumbuh dari ruas batang terendah. Akar tajuk ini dibedakan lagi berdasarkan letak kedalaman akar di tanah yaitu akar yang dangkal dan akar yang dalam. Apabila kandungan udara di dalam tanah rendah,maka akar-akar dangkal mudah berkembang.
Bagian akar yang telah dewasa (lebih tua) dan telah mengalami perkembangan akan berwarna coklat, sedangkan akar yangbaru atau bagian akar yangmasih muda berwarna putih.
Batang
Padi termasuk golongan tumbuhan Graminae dengan batang yang tersusun dari beberapa ruas. Ruas-ruas itu merupakan bubung kosong. Pada kedua ujung bubung kosong itu bubungnya ditutup oleh buku. Panjangnya ruas tidak sama. Ruas yang terpendek terdapat pada pangkal batang. Ruas yang kedua, ruas yang ketiga, dan seterusnya adalah lebih panjang daripada ruas yang didahuluinya. Pada buku bagian bawah dari ruas tumbuh daun pelepah yangmembalut ruas sampai buku bagian atas.Tepat pada buku bagian atas ujumg dari daun pelepah memperlihatkan percabangan dimana cabang yang terpendek menjadi ligula (lidah) daun, dan bagian yamg terpanjang dan terbesar menjadi daun kelopak yang memiliki bagian auricle pada sebelah kiri dan kanan. Daun kelopak yang terpanjang dan membalut ruas yang paling atas dari batang disebut daunbendera. Tepat dimana daun pelepah teratas menjadi ligula dan daun bendera, di situlah timbul ruas yang menjadi bulir padi.
Pertumbuhan batang tanaman padi adalah merumpun, dimana terdapat satu batang tunggal/batang utama yang mempunyai 6 mata atau sukma, yaitu sukma 1, 3, 5 sebelah kanan dan sukma 2, 4, 6 sebelah kiri. Dari tiap-tiap sukma ini timbul tunas yang disebut tunasorde pertama.
Tunas orde pertama tumbuhnya didahului oleh tunas yang tumbuh dari sukma pertama, kemudian diikuti oleh sukma kedua, disusul oleh tunas yang timbul dari sukma ketiga dan seterusnya sampai kepad apembentukan tunas terakhir yang keenam pada batang tunggal.Tunas-tunas yang timbul dari tunas orde pertama disebu ttunas orde kedua. Biasanya dari tunas-tunas orde pertama ini yang menghasilkan tunas-tunas orde kedua ialah tunas orde pertama yang terbawah sekali pada batang tunggal/ utama. Pembentukan tunas dari orde ketiga pada umunya tidak terjadi,oleh karena tunas-tunas dari orde ketiga tidak mempunyai ruang hidup dalam kesesakan dengan tunas-tunas dari orde pertama dan kedua.
Daun
Padi termasuk tanaman jenis rumput-rumputan mempunyai daun yang berbeda-beda, baik bentuk, susunan, atau bagian bagiannya. Ciri khas daun padi adalah adanya sisik dan telinga daun. Hal inilah yang menyebabkan daun padi dapat dibedakan dari jenis rumput yang lain. Adapun bagian-bagian daun padi adalah :
• Helaian daun ; terletak pada batang padi dan selalu ada. Bentuknya memanjang seperti pita. Panjang dan lebar helaian daun tergantung varietas padi yang bersangkutan.
• Pelepah daun (upih) ;merupakan bagian daun yang menyelubungi batang, pelepah daun ini berfungsi memberi dukungan pada bagian ruas yang jaringannya lunak, dan hal ini selalu terjadi.
• Lidah daun ; lidah daun terletak pada perbatasan antara helai daun dan upih. Panjang lidah daun berbeda-beda, tergantung pada varietas padi. Lidah daun duduknya melekat pada batang. Fungsi lidah daun adalah mencegah masuknya air hujan diantara batang dan pelepah daun (upih). Disamping itu lidah daun juga mencegah infeksi penyakit, sebab media air memudahkan penyebaran penyakit.
Daun yang muncul pada saat terjadi perkecambahan dinamakan coleoptile. Koleopti lkeluar dari benih yang disebar dan akan memanjang terus sampai permukaan air. koleoptil baru membuka, kemudian diikuti keluarnya daun pertama, daun kedua dan seterusnya hingga mencapai puncak yang disebut daun bendera, sedangkan daun terpanjang biasanya pada daun ketiga. Daun bendera merupakan daun yang lebih pendek daripada daun-daun di bawahnya, namun lebih lebar dari pada daun sebelumnya. Daun bendera ini terletak di bawah malai padi. Daun padi mula-mula berupa tunas yang kemudian berkembang menjadi daun. Daun pertama pada batang keluar bersamaan dengan timbulnya tunas (calon daun) berikutnya. Pertumbuhan daun yang satu dengan daun berikutnya (daun baru) mempunyai selang waktu 7 hari,dan 7 hari berikutnya akan muncul daun baru lainnya.
Bunga
Sekumpulan bunga padi (spikelet) yang keluar dari buku paling atas dinamakan malai. Bulir-bulir padi terletak pada cabang pertama dan cabang kedua, sedangkan sumbu utama malai adalah ruas buku yang terakhir pada batang. Panjang malai tergantung pada varietas padi yang ditanam dancara bercocok tanam. Dari sumbu utama pada ruas buku148yang terakhir inilah biasanya panjang malai (rangkaian bunga) diukur. Panjang malai dapat dibedakan menjadi 3 ukuran yaitu malai pendek (kurang dari 20 cm), malai sedang (antara 20-30 cm), dan malai panjang (lebih dari 30cm). Jumlah cabang pada setiap malai berkisar antara 15-20 buah, yang paling rendah 7 buah cabang, dan yang terbanyak dapat mencapai 30 buah cabang. Jumlah cabang ini akan mempengaruhi besarnya rendemen tanaman padi varietas baru, setiap malai bisa mencapai100-120 bunga (Aak, 1992).
Bunga padi adalah bunga telanjang artinya mempunyai perhiasan bunga. Berkelamin dua jenis dengan bakal buah yang diatas. Jumlah benang sari ada 6 buah, tangkai sarinya pendek dan tipis, kepala sari besar serta mempunyai dua kandung serbuk. Putik mempunyai dua tangkai putik, dengan dua buah kepala putik yang berbentuk malai dengan warna pada umumnya putih atau ungu (DepartemenPertanian, 1983).
Komponen-komponen (bagian) bunga padi adalah:
• kepala sari
• tangkai sari,
• palea (belahan yang besar),
• lemma (belahan yang kecil),
• kepala putik,
• tangkai bunga
.
Buah
Buah padi yang sehari-hari kita sebut biji padi atau butir/gabah,sebenarnya bukan biji melainkan buah padi yang tertutup oleh lemma dan palea. Buah ini terjadi setelah selesai penyerbukkan dan pembuahan. Lemma dan palea serta bagian lain yang membentuk sekam atau kulit gabah (Departemen Pertanian, 1983).
Jika bunga padi telah dewasa, kedua belahan kembang mahkota (palea dan lemmanya) yang semula bersatu akan membuka dengan sendirinya sedemikian rupa sehingga antara lemma dan palea terjadi siku/sudut sebesar 30-600. Membukanya kedua belahan kembang mahkota itu terjadi pada umumnya pada hari-hari cerah antara jam 10-12, dimana suhu kira-kira 30-320C. Di dalam dua daun mahkota palea dan lemma itu terdapat bagian dalam dari bunga padi yang terdiri dari bakal buah (biasa disebut karyiopsis).
Jika buah padi telah masak, kedua belahan daun mahkota bunga itulah yang menjadi pembungkus berasnya (sekam). Diatas karyiopsis terdapat dua kepala putik yang dipikul oleh masing-masing tangkainya. Lodicula yang berjumlah dua buah, sebenarnya merupakan daun mahkota yang telah berubah bentuk. Pada waktu padi hendak berbunga, lodicula menjad imengembang karena menghisap cairan dari bakal buah. Pengembangan ini mendorong lemma dan palea terpisah dan terbuka. Hal ini memungkinkan benang sari yang memanjang keluar dari bagian atas atau dari samping bunga yang terbuka tadi. Terbukanya bunga diikuti dengan pecahnya kandung serbuk, yang kemudian menumpahkan tepung sarinya. Sesudah tepung sarinya ditumpahkan dari kandung serbuk maka lemma dan palea menutup kembali. Dengan berpindahnya tepung sari dari kepala putik maka selesailah sudah proses penyerbukkan. Kemudian terjadilah pembulaian yang menghasilkan lembaga danendosperm. Endosperm adalahpenting sebagai sumbercadangan makanan bagitanaman yang baru tumbuh.
2.2. Salinitas
Pengertian
Salinitas adalah tingkat keasinan atau kadar (kandungan) garam yang terlarut dalam air, namun juga dapat mengacu pada kandungan garam dalam tanah. Salinitas juga merupakan jumlah dari seluruh kadar garam dalam gram (g) pada setiap kilogram (kg) air laut.
Kandungan garam yang terdapat pada sebagian besar danau, sungai, dan saluran air alami sangat kecil, sehingga air di wilayah ini dikategorikan sebagai air tawar. Kandungan garam sebenarnya pada air adalah kurang dari 0,05%. Bila konsentrasinya adalah 3 hingga 5% maka air dikategorikan sebagai air payau atau menjadi saline. Dan jika konsentrasinya lebih dari 5% maka dapat disebut brine. Secara alami air laut merupakan air saline dengan kandungan garam sekitar 3,5%. Perlu juga diketahui bahwa beberapa danau dan beberapa lautan memiliki kadar garam lebih tinggi dari air laut pada umumnya.
Salinitas menurut Boyd (1982) dalam Ghufran dkk (2007), salinitas adalah kadar seluruh ion – ion yang terlarut dalam air. Komposisi ion – ion pada air laut dapat dikatakan mantap dan didominasi oleh ion – ion tertentu seperti klorida, karbonat, bikarbonat, sulfat, natrium, kalsium dan magnesium.
Dampak bagi Tanaman
Kadar garam yang tinggi pada tanah menyebabkan tergganggunya pertumbuhan, produktivitas tanaman dan fungsi-fungsi fisiologis tanaman secara normal, terutama pada jenis-jenis tanaman pertanian. Salinitas tanah menekan proses pertumbuhan tanaman dengan efek yang menghambat pembesaran dan pembelahan sel, produksi protein, serta penambahan biomass tanaman. Tanaman yang mengalami stres garam umumnya tidak menunjukkan respon dalam bentuk kerusakan langsung tetapi dalam bentuk pertumbuhan tanaman yang tertekan dan perubahan secara perlahan (Sipayung, 2003). Dalam FAO (2005) dijelaskan bahwa garam-garaman mempengaruhi pertumbuhan tanaman umumnya melalui : (a) keracunan yang disebabkan penyerapan unsur penyusun garam yang berlebihan, (b) penurunan penyerapan air dan (c) penurunan dalam penyerapan unsur-unsur hara yang penting bagi tanaman.
Pengaruh salinitas tanah tergantung pada tingkatan pertumbuhan tanaman, biasanya pada tingkatan bibit sangat peka terhadap salinitas. Waskom (2003) menjelaskan bahwa salinitas tanah dapat menghambat perkecambahan benih, pertumbuhan yang tidak teratur pada tanaman pertanian seperti kacang-kacangan dan bawang. Viegas et a l,. (2003) dalam Da Silva et al, (2008) melaporkan bahwa pertumbuhan tunas pada semai Leucaena leucocephala mengalami penurunan sebesar 60% dengan adanya penambahan salinitas pada media sekitar 100 mM NaCl. Adanya kadar garam yang tinggi pada tanah juga menyebabkan penurunan jumlah daun, pertumbuhan tinggi tanaman dan rasio pertumbuhan panjang sel. Demikian pula dengan proses fotosintesis akan terganggu karena terjadi akumulasi garam pada jaringan mesophil dan meningkatnya konsentrasi CO2 antar sel (interseluler) yang dapat mengurangi pembukaan stomata (Robinson, 1999 dalam Da Silva et al, 2008). Pada tanaman semusim antara lain meningkatnya tanaman mati dan produksi hasil panen rendah serta banyaknya polong kacang tanah dan gabah yang hampa (Anonim, 2007).
Proses pengangkutan unsur-unsur hara tanaman dari dalam tanah akan terganggu dengan naiknya salinitas tanah. Manurut Salisbury and Ross (1995) bahwa masalah potensial lainnya bagi tanaman pada daerah tersebut adalah dalam memperoleh K+ yang cukup. Masalah ini terjadi karena ion natrium bersaing dalam pengambilan ion K+. Tingginya penyerapan Na+ akan menghambat penyerapan K+. Menurut Grattan and Grieve (1999) dalam Yildirim et al (2006), salinitas yang tinggi akan mengurangi ketersedian K+ dan Ca++ dalam larutan tanah dan menghambat proses transportasi dan mobilitas kedua unsur hara tersebut ke daerah pertumbuhan tanaman (growth region) sehingga akan mengurangi kualitas pertumbuhan baik organ vegetatif maupun reproduktif. Salinitas tanah yang tinggi ditunjukkan dengan kandungan ion Na+ dan Cl- tinggi akan meracuni tanaman dan meningkatkan pH tanah yang mengakibatkan berkurangnya ketersediaan unsur-unsur hara mikro (FAO, 2005). Demikian pula dengan hasil penelitian Yousfi et al (2007) bahwa salinitas menyebabkan penurunan secara drastis terhadap konsentrasi ion Fe di daun maupun akar pada tanaman gandum (barley). Penurunan tersebut disebabkan karena berkurangnya penyerapan Fe pada kondisi salinitas tinggi.
2.3. Seed Preming
Pengertian
Priming adalah suatu perlakuan pendahuluan pada benih dengan larutan osmotikum (disebut osmotik-priming atau osmotik-kondisioning), atau dengan bahan padatan lembab (disebut matriks-priming atau matrikskondisioning). Teknik tersebut merupakan suatu cara meningkatkan perkecambahan dan performansi/vigor dalam spektrum yang luas; yang juga efektif untuk kondisi tercekam. seperti cekaman air dan kadar garam. Peningkatan perkecambahan nampak pada laju perkecambahan yang tinggi, keserempakan, performansi dan vigor bibit yang tinggi, ditambah meningkatnya tanggapan tanaman di lahan tercekam.
Manfaat
Berdasarkan uraian di atas maka perlu dilakukan. priming dapat menyebabkan terjadinya penguatan (penyembuhan) membran plasma, memperkecil kehilangan elektrolit dan meningkatkan perkecambahan serta kekuatan semai. priming juga meningkatkan persentase dan laju pemunculan semai pada jagung manis yang dilakukan secara solid matriks dan dikombinasikan dengan sodium hipolklorit
Penerapan Seed Preming pada Komoditi lain
Pada priming benih, pertama, benih direndam dalam larutan potensi air rendah untuk jangka waktu tertentu. Kemudian, benih dikeringkan kembali agar penanganan rutin menjadi mudah. Benih yang dipriming menunjukkan perkecambahan yang seragam dan lebih awal serta terkadang total persentase perkecambahannya lebih besar pada berbagai kondisi lingkungan yang beragam.
Peningkatan perkecambahan yang diikuti oleh pertumbuhan dan hasil yang lebih baik disebabkan oleh akumulasi metabolit pemacu perkecambahan, pengaturan osmotik, dan perbaikan metabolik selama imbibisi. Dengan menggunakan sumber hara dan pupuk komersial sebagai bahan priming, efek positif dari priming benih adalah perbaikan suplai nutrisi terhadap benih. Namun demikian, pengaruh positif ini sering bergantung pada konsentrasi hara dalam larutan priming. Sebelumnya, optimalisasi boron (B) sebagai priming benih untuk meningkatkan perkecambahan dan pertumbuhan awal kecambah padi telah pernah dilakukan. Namun, B jarang dicoba sebagai agen priming pada gandum. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mengoptimalkan perlakuan priming benih dengan B untuk meningkatkan perkecambahan dan pertumbuhan awal kecambah gandum.
DAFTAR PUSTAKA
Da Silva, E.C., R.J.M.C. Nogueira, F.P. de Araujo, N.F. de Melo and A.D. de Ajevedo Neto. 2008. Physiological Respon to Salt Stress in Young Umbu Plants. Journal Environmental and Experimental Botany. Elsevier. http:.//www.sciencedirect .com diakses tanggal 6 Mei 2008.
Delvian. 2007. Penggunaan Asam Humik dan Kultur Trapping Cendawan Mikorisa Arbuskula dari Ekosistem Dengan Salinitas Tinggi. Jurnal Ilmu-ilmu Pertanian Indonesia. Vol. 9 No. 2, 2007, hal. 124-129. http://www.bdpunib.org/jipi /artikeljipi/2007/124.PDF diakses tanggal 9 Mei 2008.
Gufhran dkk. 2007. Pengelolaan Kualitas Air Dalam Budidaya Perairan. Rineka Cipta : Jakarta.
Hayuningtyas, R.D. 2010. Metode Uji Toleransi Padi (Oryza sativa L) Terhadap Salinitas Pada Stadia Perkecambahan.Skripsi. Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor
Purwono, Purnamawati H. 2007. Budidaya 8 Jenis Tanaman Pangan Unggul. Penebar Swadaya. Jakarta.
PENDAHULUAN
1.Latar belakang
Beras merupakan bahan makanan pokok utama rakyat Indonesia. Kebutuhan beras dari tahun ke tahun terus meningkat karena kenaikan jumlah penduduk dan kebutuahan ini harus terpenuhi. Kekurangan pangan berpengaruh pada gizi buruk, kesehatan, dan sekaligus menurunkan kualitas sumberdaya manusia. Oleh karena itu, pemerintah senantiasa terus berupaya untuk memiliki serta memelihara ketahanan pangan khususnya beras. Namun seiring dengan usaha tersebut di dalam operasionalnya, masalah vital yang dihadapi saat ini adalah adanya alih fungsi lahan sawah. Alinh fungsi lahan sawah dari tahun ke tahun terus meningkat. Apabila situasi ini terus berlangsung dikawatirkan dapat mengancam ketahanan pangan beras. Parahnya lahan yang sudah dialihfungsikan tidak bisa dikembalikan menjadi lahan sawah seperti semula. Di lain pihak untuk pencetakan sawah baru jumlahnya sangat sedikit terkendala oleh biaya tinggi dan waktu yang lama. Sehubungan dengan hal tersebut, dalam tulisan ini ingin dipelajari potensi dan alih fungsi lahan sawah, produksi dan kebutuhan beras, kendala dan strategi untuk memiliki dan memelihara ketahanan pangan beras. Berdasarkan studi yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa alih fungsi lahan sawah sulit dihentikan, usaha untuk mempertahankan atau memelihara ketahanan pangan beras ke depan akan semakin sulit, sinergi komponen-komponen antara luas baku lahan sawah, penterapan paket teknologi peningkatan produksi dan pengendalian jumlah penduduk masih belum mantap. Oleh karena itu sangat perlu ada sawah abadi, regulasi untuk melindungi lahan sawah, dan perlu dibuat model sinergi antara luas lahan sawah, penerapan paket teknologi dan jumlah penduduk sehingga ketahanan pangan tetap terjagaNegara Indonesia termasuk negara yang kekayaan alamnya melimpah. Hal ini dapat ditunjukan dengan keadaan tanahnya yang subur. Indonesia juga merupakan produsen bahan pangan di dunia yaitu termasuk negara ketiga terbesar sebagai produsen beras setelah China dan India dengan kontribusi 8,5% atau sama dengan 51juta ton.
Indonesia memiliki sumber daya alam yang melimpah, namun uniknya meskipun menduduki peringkat ketiga dalam produksi beras tapi tiap tahunnya masih terdapat persoalan masalah beras. Jumlah penduduk Indonesia yang besar sekitar 230-237 juta orang (menurut data BPS) membuat Indonesia masih saja membutuhkan impor beras dari negara lain diantaranya Thailand karena sebagian dari masyarakat Indonesia makanan pokoknya adalah beras.
Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani. Lahan pertanian merupakan bagian yang sangat vital bagi sebagian penduduk Indonesia. Ketersediaan lahan secara total bersifat tetap di suatu wilayah, sedangkan permintaan terus bertambah dengan cepat terutama di sekitar kawasan perkotaan. Hal ini didorong oleh pertumbuhan penduduk, peningkatan pendapatan, kegiatan ekonomi dan migrasi dari wilayah lain maupun wilayah hitterland kota di wilayah yang bersangkutan (urbanisasi) (Nasoetion dan Wagner, 1985). Oleh karena itu, meningkatnya kebutuhan akan lahan tersebut dapat menjadi salah satu faktor yang mendorong terjadinya konversi lahan pertanian. Seperti yang diungkapkan oleh Utomo (1992), Alih fungsi lahan lazimnya disebut dengan konversi lahan yang didefinisikan sebagai perubahan fungsi sebagian atau seluruh kawasan lahan dari fungsinya semula (seperti yang direncanakan) menjadi fungsi lain yang membawa dampak negatif (masalah) terhadap lingkungan dan potensi lahan itu sendiri[
Konversi lahan pertanian merupakan bentuk akibat dari perkembangan wilayah. Konversi lahan pertanian dapat menimbulkan dampak negatif terutama dalam konteks kondisi sosial ekonomi petani. Kondisi ini tentu saja tidak boleh dibiarkan mengingat peran pertanian yang begitu sentral dalam pengembangan ekonomi bangsa. Diantaranya yaitu mencakup aspek produksi atau ketahanan pangan, peningkatan kesejahteraan petani atau pengentasan kemiskinan. Yang tidak kalah pentingnya adalah peran pertanian dalam menjaga kelestarian lingkungan hidup. Itulah yang sering kali disebut sebagai multifungsi pertanian.Lahan bagi penduduk Indonesia adalah sumber daya paling penting (Tjondronegoro, 1999). Populasi manusia pasti akan berpengaruh terhadap kepadatan penduduk. Semakin tinggi kepadatan penduduk maka semakin tinggi pula permintaan lahan untuk kompleks perumahan sebagai tempat tinggal. Disisi lain, pembangunan ekonomi juga menuntut dibangunnya kawasan industri dan kawasan perdagangan. Situasi seperti ini membuat keberadaan lahan pertanian terancam karena pasti akan ada pergeseran lahan pertanian menjadi lahan non-pertanian. “Perkembangan suatu wilayah akan sangat terkait dengan perubahan yang terjadi pada komponen utama dari suatu wilayah. Perubahan salah satu komponen dari wilayah akan mempengaruhi komponen lainnya, dan perubahan itu dapat menunjukkan adanya suatu proses pertumbuhan, stagnasi atau kemunduran wilayah. Pemahaman terhadap perubahan di suatu wilayah akan berarti sama halnya dengan pemahaman mengenai faktor yang mempengaruhi perubahan suatu wilayah sebagai suatu proses yang melibatkan suatu interaksi yang kompleks antara aktivitas – aktivitas yang ada di suatu wilayah. Hal lain yang perlu dilihat dalam menilai perubahan suatu wilayah adalah transformasi struktural yang terjadi di wilayah tersebut, baik yang berkaitan dengan transformasi ekonomi, ketenagakerjaan, demografi, sosial dan budaya masyarakat (Winoto, 1996).
Di Indonesia areal lahan sawah yang beririgasi mempunyai posisi yang sangat strategis. Sebagian besar produksi padi dihasilkan dari areal yang strategis ini, yang diperkirakan mencapai 6,7 juta hektar. Apabila areal ini berkurang dalam jumlah besar , akan mempunyai dampak buruk terhadap produksi beras nasional (Berita Indonesia, 2007). Areal padi sawah memiliki peranan penting untuk menentukan keamanan pangan. Lebih dari 90% beras yang dikonsumsi di Indonesia adalah produksi sendiri dan sekitar 95% dari produksi ini dihasilkan dari lahan sawah (Ginting, 2005).
Hamparan lahan sawah memiliki berbagai peran yang sangat strategis. Ditinjau dari segi ekologi dapat sebagai media hidup hewan air tawar, penghasil O2, untuk konservasi tanah dan air, mencegah atau mengurangi terjadinya banjir. Lahan sawah dapat juga sebagai obyek agrowisata. Potensi ingi sangat penting untuk menjamin kelangsungan hidup manusia.
Cepatnya proses pembangunan mempunyai implikasi terhadap peningkatan pemanfaatan lahan subur, tidak terkecuali lahan sawah. Adanya alih fungsi lahan dari lahan sawah ke yang bukan sawah berakibat banyak hal yang sangat berharga hilang bagi Negara, seperi penurunan lahan subur, adanya peningkatan investasi di bidang infrastruktur untuk irigasi, hilangnya kesempatan kerja bagi petani yang kehilangan sawahnya, pengurangan areal
tanaman pangan dan dampak lebih lanjut mengancam keamanan sistem pangan nasional.
Data Menteri Pertanian menunjukkan bahwa dari tahun 1982 sampai tahun 1985 dan dari tahun 1998 sampai tahun 1999 diperkirakan terjadi alih fungsi lahan sawah ken non padi atau areal pertanian mencapai 246.000 ha. Konversi ini diperuntukkan untuk perumahan 30 %, industri 7%, lahan kering 20%, perkebunan 25%, kolam 3% dan penggunaan lainnya 15 %. Dalam periode 5 tahun seperti yang disebutkan diatas jelas ditunjukkan bahwa laju konversi hampir 50.000 ha per tahunnya. Sangat disayangkan, sebagian besar lahan sawah yang mengalami alih fungsi lahan sekitar 90% terjadi di Jawa (Jawa Barat, Jojakarta dan Jawa Timur) yang diperkirakan 60% dari produksi padi nasional (Suprapto, 2000). Selanjutnya disebutkan pula bahwa untuk menutupi atau mengganti lahan subur yang hilang di Jawa dengan mengembangkan lahan baru di luar Jawa, ternyata tidak mudah.Tambahan pula terkait dengan masalah biaya,dan kebanyakan lahan yang ada di luar jawa tidak seproduktif tanah atau lahan yang ada di Jawa
Pemanfaatan lahan pasang surut terutama untuk tanaman padi menghadapi berbagai kendala. Secara garis besar meliputi, rendahnya kesuburan tanah karena kemasaman tanah yang tinggi (pH 3,0-4,5), kahat hara makro, adanya ion atau senyawa yang meracun (Al, Fe, SO4) dan bahan organik yang belum terdekomposisi. Selain itu, keadaan tata airnya yang kurang baik menjadi faktor pembatas dalam pengelolaannya (Muhammad Noor, 1996). Meskipun dalam pemanfaatannya menghadapi banyak kendala, namun lahan pasang surut memberi harapan dan prospek yang baik. Karena potensi lahannya yang sangat luas apabila diusahakan secara intensif maka dapat meningkatkan produksi padi di masa datang. Selain itu vegetasi alami yang tumbuh di lahan pasang surut bisa menjadi sumber bahan organik yang aman dalam meningkatkan kesuburan tanah. pada lahan pasang surut penggunaan pupuk dapat dikurangi sehingga biaya yang dikeluarkan petani dapat ditekan.
Menurut (Suwarno, 1983) bahwa salinitas dapat menyebabkan kerusakan daun, memperpendek tinggi tanaman, menurunkan jumlah anakan, bobot 100 butir gabah, bobot kering akar, tajuk, dan total tanaman, serta hasil gabah, tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap panjang akar.
Seed priming merupakan salah satu teknologi alternatif untuk mengatasi mutu benih untuk lahan salinitas dengan cara memperlakukan benih sebelum ditanam. Seed priming didefinisikan sebagai salah satu perlakuan fisik, fisiologis dan biokimia untuk menkondisikan kemampuan benih beradaptasi pada lahan salinitas, sehingga benih mampu tumbuh cepat, dan serempak pada kondisi yang bergaram(Anonim, 2013).
1.2 Tujuan dan kegunaan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Morfologi Tanaman Padi
Akar
Berdasarkan literatur Aak (1992) akar adalah bagian tanaman yang berfungsi menyerap air dan zat makanan dari dalam tanah, kemudian diangkut ke bagian atas tanaman. Akar tanaman padi dapat dibedakan atas :
Radikula; akar yang tumbuh pada saat benih berkecambah. Pada benih yang sedang berkecambah timbul calon akar dan batang. Calon akar mengalami pertumbuhan ke arah bawah sehingga terbentuk akar tunggang, sedangkan calon batang akan tumbuh ke atas sehingga terbentuk batang dan daun.
Akar serabut (akaradventif); setelah 5-6 hari terbentuk akar tunggang, akar serabut akan tumbuh.
Akar rambut ; merupakan bagian akar yang keluar dari akar tunggang dan akar serabut. Akar ini merupakan saluran pada kulit akar yang berada diluar, dan ini penting dalam pengisapan air maupun zat-zat makanan. Akar rambut biasanya berumur pendek sedangkan bentuk dan panjangnya sama dengan akar serabut.
Akar tajuk (crown roots) ;adalah akar yang tumbuh dari ruas batang terendah. Akar tajuk ini dibedakan lagi berdasarkan letak kedalaman akar di tanah yaitu akar yang dangkal dan akar yang dalam. Apabila kandungan udara di dalam tanah rendah,maka akar-akar dangkal mudah berkembang.
Bagian akar yang telah dewasa (lebih tua) dan telah mengalami perkembangan akan berwarna coklat, sedangkan akar yangbaru atau bagian akar yangmasih muda berwarna putih.
Batang
Padi termasuk golongan tumbuhan Graminae dengan batang yang tersusun dari beberapa ruas. Ruas-ruas itu merupakan bubung kosong. Pada kedua ujung bubung kosong itu bubungnya ditutup oleh buku. Panjangnya ruas tidak sama. Ruas yang terpendek terdapat pada pangkal batang. Ruas yang kedua, ruas yang ketiga, dan seterusnya adalah lebih panjang daripada ruas yang didahuluinya. Pada buku bagian bawah dari ruas tumbuh daun pelepah yangmembalut ruas sampai buku bagian atas.Tepat pada buku bagian atas ujumg dari daun pelepah memperlihatkan percabangan dimana cabang yang terpendek menjadi ligula (lidah) daun, dan bagian yamg terpanjang dan terbesar menjadi daun kelopak yang memiliki bagian auricle pada sebelah kiri dan kanan. Daun kelopak yang terpanjang dan membalut ruas yang paling atas dari batang disebut daunbendera. Tepat dimana daun pelepah teratas menjadi ligula dan daun bendera, di situlah timbul ruas yang menjadi bulir padi.
Pertumbuhan batang tanaman padi adalah merumpun, dimana terdapat satu batang tunggal/batang utama yang mempunyai 6 mata atau sukma, yaitu sukma 1, 3, 5 sebelah kanan dan sukma 2, 4, 6 sebelah kiri. Dari tiap-tiap sukma ini timbul tunas yang disebut tunasorde pertama.
Tunas orde pertama tumbuhnya didahului oleh tunas yang tumbuh dari sukma pertama, kemudian diikuti oleh sukma kedua, disusul oleh tunas yang timbul dari sukma ketiga dan seterusnya sampai kepad apembentukan tunas terakhir yang keenam pada batang tunggal.Tunas-tunas yang timbul dari tunas orde pertama disebu ttunas orde kedua. Biasanya dari tunas-tunas orde pertama ini yang menghasilkan tunas-tunas orde kedua ialah tunas orde pertama yang terbawah sekali pada batang tunggal/ utama. Pembentukan tunas dari orde ketiga pada umunya tidak terjadi,oleh karena tunas-tunas dari orde ketiga tidak mempunyai ruang hidup dalam kesesakan dengan tunas-tunas dari orde pertama dan kedua.
Daun
Padi termasuk tanaman jenis rumput-rumputan mempunyai daun yang berbeda-beda, baik bentuk, susunan, atau bagian bagiannya. Ciri khas daun padi adalah adanya sisik dan telinga daun. Hal inilah yang menyebabkan daun padi dapat dibedakan dari jenis rumput yang lain. Adapun bagian-bagian daun padi adalah :
• Helaian daun ; terletak pada batang padi dan selalu ada. Bentuknya memanjang seperti pita. Panjang dan lebar helaian daun tergantung varietas padi yang bersangkutan.
• Pelepah daun (upih) ;merupakan bagian daun yang menyelubungi batang, pelepah daun ini berfungsi memberi dukungan pada bagian ruas yang jaringannya lunak, dan hal ini selalu terjadi.
• Lidah daun ; lidah daun terletak pada perbatasan antara helai daun dan upih. Panjang lidah daun berbeda-beda, tergantung pada varietas padi. Lidah daun duduknya melekat pada batang. Fungsi lidah daun adalah mencegah masuknya air hujan diantara batang dan pelepah daun (upih). Disamping itu lidah daun juga mencegah infeksi penyakit, sebab media air memudahkan penyebaran penyakit.
Daun yang muncul pada saat terjadi perkecambahan dinamakan coleoptile. Koleopti lkeluar dari benih yang disebar dan akan memanjang terus sampai permukaan air. koleoptil baru membuka, kemudian diikuti keluarnya daun pertama, daun kedua dan seterusnya hingga mencapai puncak yang disebut daun bendera, sedangkan daun terpanjang biasanya pada daun ketiga. Daun bendera merupakan daun yang lebih pendek daripada daun-daun di bawahnya, namun lebih lebar dari pada daun sebelumnya. Daun bendera ini terletak di bawah malai padi. Daun padi mula-mula berupa tunas yang kemudian berkembang menjadi daun. Daun pertama pada batang keluar bersamaan dengan timbulnya tunas (calon daun) berikutnya. Pertumbuhan daun yang satu dengan daun berikutnya (daun baru) mempunyai selang waktu 7 hari,dan 7 hari berikutnya akan muncul daun baru lainnya.
Bunga
Sekumpulan bunga padi (spikelet) yang keluar dari buku paling atas dinamakan malai. Bulir-bulir padi terletak pada cabang pertama dan cabang kedua, sedangkan sumbu utama malai adalah ruas buku yang terakhir pada batang. Panjang malai tergantung pada varietas padi yang ditanam dancara bercocok tanam. Dari sumbu utama pada ruas buku148yang terakhir inilah biasanya panjang malai (rangkaian bunga) diukur. Panjang malai dapat dibedakan menjadi 3 ukuran yaitu malai pendek (kurang dari 20 cm), malai sedang (antara 20-30 cm), dan malai panjang (lebih dari 30cm). Jumlah cabang pada setiap malai berkisar antara 15-20 buah, yang paling rendah 7 buah cabang, dan yang terbanyak dapat mencapai 30 buah cabang. Jumlah cabang ini akan mempengaruhi besarnya rendemen tanaman padi varietas baru, setiap malai bisa mencapai100-120 bunga (Aak, 1992).
Bunga padi adalah bunga telanjang artinya mempunyai perhiasan bunga. Berkelamin dua jenis dengan bakal buah yang diatas. Jumlah benang sari ada 6 buah, tangkai sarinya pendek dan tipis, kepala sari besar serta mempunyai dua kandung serbuk. Putik mempunyai dua tangkai putik, dengan dua buah kepala putik yang berbentuk malai dengan warna pada umumnya putih atau ungu (DepartemenPertanian, 1983).
Komponen-komponen (bagian) bunga padi adalah:
• kepala sari
• tangkai sari,
• palea (belahan yang besar),
• lemma (belahan yang kecil),
• kepala putik,
• tangkai bunga
.
Buah
Buah padi yang sehari-hari kita sebut biji padi atau butir/gabah,sebenarnya bukan biji melainkan buah padi yang tertutup oleh lemma dan palea. Buah ini terjadi setelah selesai penyerbukkan dan pembuahan. Lemma dan palea serta bagian lain yang membentuk sekam atau kulit gabah (Departemen Pertanian, 1983).
Jika bunga padi telah dewasa, kedua belahan kembang mahkota (palea dan lemmanya) yang semula bersatu akan membuka dengan sendirinya sedemikian rupa sehingga antara lemma dan palea terjadi siku/sudut sebesar 30-600. Membukanya kedua belahan kembang mahkota itu terjadi pada umumnya pada hari-hari cerah antara jam 10-12, dimana suhu kira-kira 30-320C. Di dalam dua daun mahkota palea dan lemma itu terdapat bagian dalam dari bunga padi yang terdiri dari bakal buah (biasa disebut karyiopsis).
Jika buah padi telah masak, kedua belahan daun mahkota bunga itulah yang menjadi pembungkus berasnya (sekam). Diatas karyiopsis terdapat dua kepala putik yang dipikul oleh masing-masing tangkainya. Lodicula yang berjumlah dua buah, sebenarnya merupakan daun mahkota yang telah berubah bentuk. Pada waktu padi hendak berbunga, lodicula menjad imengembang karena menghisap cairan dari bakal buah. Pengembangan ini mendorong lemma dan palea terpisah dan terbuka. Hal ini memungkinkan benang sari yang memanjang keluar dari bagian atas atau dari samping bunga yang terbuka tadi. Terbukanya bunga diikuti dengan pecahnya kandung serbuk, yang kemudian menumpahkan tepung sarinya. Sesudah tepung sarinya ditumpahkan dari kandung serbuk maka lemma dan palea menutup kembali. Dengan berpindahnya tepung sari dari kepala putik maka selesailah sudah proses penyerbukkan. Kemudian terjadilah pembulaian yang menghasilkan lembaga danendosperm. Endosperm adalahpenting sebagai sumbercadangan makanan bagitanaman yang baru tumbuh.
2.2. Salinitas
Pengertian
Salinitas adalah tingkat keasinan atau kadar (kandungan) garam yang terlarut dalam air, namun juga dapat mengacu pada kandungan garam dalam tanah. Salinitas juga merupakan jumlah dari seluruh kadar garam dalam gram (g) pada setiap kilogram (kg) air laut.
Kandungan garam yang terdapat pada sebagian besar danau, sungai, dan saluran air alami sangat kecil, sehingga air di wilayah ini dikategorikan sebagai air tawar. Kandungan garam sebenarnya pada air adalah kurang dari 0,05%. Bila konsentrasinya adalah 3 hingga 5% maka air dikategorikan sebagai air payau atau menjadi saline. Dan jika konsentrasinya lebih dari 5% maka dapat disebut brine. Secara alami air laut merupakan air saline dengan kandungan garam sekitar 3,5%. Perlu juga diketahui bahwa beberapa danau dan beberapa lautan memiliki kadar garam lebih tinggi dari air laut pada umumnya.
Salinitas menurut Boyd (1982) dalam Ghufran dkk (2007), salinitas adalah kadar seluruh ion – ion yang terlarut dalam air. Komposisi ion – ion pada air laut dapat dikatakan mantap dan didominasi oleh ion – ion tertentu seperti klorida, karbonat, bikarbonat, sulfat, natrium, kalsium dan magnesium.
Dampak bagi Tanaman
Kadar garam yang tinggi pada tanah menyebabkan tergganggunya pertumbuhan, produktivitas tanaman dan fungsi-fungsi fisiologis tanaman secara normal, terutama pada jenis-jenis tanaman pertanian. Salinitas tanah menekan proses pertumbuhan tanaman dengan efek yang menghambat pembesaran dan pembelahan sel, produksi protein, serta penambahan biomass tanaman. Tanaman yang mengalami stres garam umumnya tidak menunjukkan respon dalam bentuk kerusakan langsung tetapi dalam bentuk pertumbuhan tanaman yang tertekan dan perubahan secara perlahan (Sipayung, 2003). Dalam FAO (2005) dijelaskan bahwa garam-garaman mempengaruhi pertumbuhan tanaman umumnya melalui : (a) keracunan yang disebabkan penyerapan unsur penyusun garam yang berlebihan, (b) penurunan penyerapan air dan (c) penurunan dalam penyerapan unsur-unsur hara yang penting bagi tanaman.
Pengaruh salinitas tanah tergantung pada tingkatan pertumbuhan tanaman, biasanya pada tingkatan bibit sangat peka terhadap salinitas. Waskom (2003) menjelaskan bahwa salinitas tanah dapat menghambat perkecambahan benih, pertumbuhan yang tidak teratur pada tanaman pertanian seperti kacang-kacangan dan bawang. Viegas et a l,. (2003) dalam Da Silva et al, (2008) melaporkan bahwa pertumbuhan tunas pada semai Leucaena leucocephala mengalami penurunan sebesar 60% dengan adanya penambahan salinitas pada media sekitar 100 mM NaCl. Adanya kadar garam yang tinggi pada tanah juga menyebabkan penurunan jumlah daun, pertumbuhan tinggi tanaman dan rasio pertumbuhan panjang sel. Demikian pula dengan proses fotosintesis akan terganggu karena terjadi akumulasi garam pada jaringan mesophil dan meningkatnya konsentrasi CO2 antar sel (interseluler) yang dapat mengurangi pembukaan stomata (Robinson, 1999 dalam Da Silva et al, 2008). Pada tanaman semusim antara lain meningkatnya tanaman mati dan produksi hasil panen rendah serta banyaknya polong kacang tanah dan gabah yang hampa (Anonim, 2007).
Proses pengangkutan unsur-unsur hara tanaman dari dalam tanah akan terganggu dengan naiknya salinitas tanah. Manurut Salisbury and Ross (1995) bahwa masalah potensial lainnya bagi tanaman pada daerah tersebut adalah dalam memperoleh K+ yang cukup. Masalah ini terjadi karena ion natrium bersaing dalam pengambilan ion K+. Tingginya penyerapan Na+ akan menghambat penyerapan K+. Menurut Grattan and Grieve (1999) dalam Yildirim et al (2006), salinitas yang tinggi akan mengurangi ketersedian K+ dan Ca++ dalam larutan tanah dan menghambat proses transportasi dan mobilitas kedua unsur hara tersebut ke daerah pertumbuhan tanaman (growth region) sehingga akan mengurangi kualitas pertumbuhan baik organ vegetatif maupun reproduktif. Salinitas tanah yang tinggi ditunjukkan dengan kandungan ion Na+ dan Cl- tinggi akan meracuni tanaman dan meningkatkan pH tanah yang mengakibatkan berkurangnya ketersediaan unsur-unsur hara mikro (FAO, 2005). Demikian pula dengan hasil penelitian Yousfi et al (2007) bahwa salinitas menyebabkan penurunan secara drastis terhadap konsentrasi ion Fe di daun maupun akar pada tanaman gandum (barley). Penurunan tersebut disebabkan karena berkurangnya penyerapan Fe pada kondisi salinitas tinggi.
2.3. Seed Preming
Pengertian
Priming adalah suatu perlakuan pendahuluan pada benih dengan larutan osmotikum (disebut osmotik-priming atau osmotik-kondisioning), atau dengan bahan padatan lembab (disebut matriks-priming atau matrikskondisioning). Teknik tersebut merupakan suatu cara meningkatkan perkecambahan dan performansi/vigor dalam spektrum yang luas; yang juga efektif untuk kondisi tercekam. seperti cekaman air dan kadar garam. Peningkatan perkecambahan nampak pada laju perkecambahan yang tinggi, keserempakan, performansi dan vigor bibit yang tinggi, ditambah meningkatnya tanggapan tanaman di lahan tercekam.
Manfaat
Berdasarkan uraian di atas maka perlu dilakukan. priming dapat menyebabkan terjadinya penguatan (penyembuhan) membran plasma, memperkecil kehilangan elektrolit dan meningkatkan perkecambahan serta kekuatan semai. priming juga meningkatkan persentase dan laju pemunculan semai pada jagung manis yang dilakukan secara solid matriks dan dikombinasikan dengan sodium hipolklorit
Penerapan Seed Preming pada Komoditi lain
Pada priming benih, pertama, benih direndam dalam larutan potensi air rendah untuk jangka waktu tertentu. Kemudian, benih dikeringkan kembali agar penanganan rutin menjadi mudah. Benih yang dipriming menunjukkan perkecambahan yang seragam dan lebih awal serta terkadang total persentase perkecambahannya lebih besar pada berbagai kondisi lingkungan yang beragam.
Peningkatan perkecambahan yang diikuti oleh pertumbuhan dan hasil yang lebih baik disebabkan oleh akumulasi metabolit pemacu perkecambahan, pengaturan osmotik, dan perbaikan metabolik selama imbibisi. Dengan menggunakan sumber hara dan pupuk komersial sebagai bahan priming, efek positif dari priming benih adalah perbaikan suplai nutrisi terhadap benih. Namun demikian, pengaruh positif ini sering bergantung pada konsentrasi hara dalam larutan priming. Sebelumnya, optimalisasi boron (B) sebagai priming benih untuk meningkatkan perkecambahan dan pertumbuhan awal kecambah padi telah pernah dilakukan. Namun, B jarang dicoba sebagai agen priming pada gandum. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mengoptimalkan perlakuan priming benih dengan B untuk meningkatkan perkecambahan dan pertumbuhan awal kecambah gandum.
DAFTAR PUSTAKA
Da Silva, E.C., R.J.M.C. Nogueira, F.P. de Araujo, N.F. de Melo and A.D. de Ajevedo Neto. 2008. Physiological Respon to Salt Stress in Young Umbu Plants. Journal Environmental and Experimental Botany. Elsevier. http:.//www.sciencedirect .com diakses tanggal 6 Mei 2008.
Delvian. 2007. Penggunaan Asam Humik dan Kultur Trapping Cendawan Mikorisa Arbuskula dari Ekosistem Dengan Salinitas Tinggi. Jurnal Ilmu-ilmu Pertanian Indonesia. Vol. 9 No. 2, 2007, hal. 124-129. http://www.bdpunib.org/jipi /artikeljipi/2007/124.PDF diakses tanggal 9 Mei 2008.
Gufhran dkk. 2007. Pengelolaan Kualitas Air Dalam Budidaya Perairan. Rineka Cipta : Jakarta.
Hayuningtyas, R.D. 2010. Metode Uji Toleransi Padi (Oryza sativa L) Terhadap Salinitas Pada Stadia Perkecambahan.Skripsi. Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor
Purwono, Purnamawati H. 2007. Budidaya 8 Jenis Tanaman Pangan Unggul. Penebar Swadaya. Jakarta.
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !