Headlines News :
Home » » PGPR

PGPR

Written By Al Az Ari on Senin, 19 Januari 2015 | 08.03

Pertumbuhan tanaman tidak hanya terjadi pada bagian atas (tajuk) tanaman, tetapi juga terjadi pada bagian bawah (akar) tanaman. Akar menentukan kemampuan tanaman untuk menyerap nutrisi dan air, pertumbuhannya ditentukan oleh area daun yang aktif melakukan fotosintesis karena akar bergantung pada penangkapan energy oleh daun. Pada saat suplai energi terbatas, maka energi yang ada digunakan oleh jaringan tanaman yang paling dekat dengan lokasi fotosintesis. Oleh karena itu akar menerima energi hanya pada saat ada kelebihan energi yang diproduksi melalui fotosintesis yang tidak digunakan untuk pertumbuhan tajuk tanaman.
    Proses pertumbuhan tajuk dan akar merupakan proses yang saling berkaitan satu sama lain. Apabila terjadi gangguan pada salah satunya maka akan menyebabkan gangguan pada bagian lainnya. Misalnya pada kondisi kekurangan air dan nitrogen,pertumbuhan tajuk lebih mengalami hambatan daripada bagian akar. Hal ini disebabkan akar bertugas lebih banyak untuk mencari air dan sumber N dari dalam tanah untuk didistribusikan ke bagian tajuk. Pada saat ketersediaan air memadai maka pertumbuhan tajuk kembali ke arah normal sehingga distribusi fotosintat ke akar juga kembali normal.
    Tanaman membutuhkan sedikitnya 13 unsur hara untuk pertumbuhan dan perkembangannya.Beberapa unsure berada dalam bentuk tersedia dalam semua jenis tanah, sedangkan lainnya dalam bentuk tidak tersedia sehingga membutuhkan tambahan dari luar tanah dalam bentuk pemupukan. Unsur hara ini berperan sebagai nutrisi bagi tanaman, sedangkan sistem yang mengendalikan pertumbuhan dan perkembangan tanaman adalah substansi kimia yang konsentrasinya sangat rendah, yang disebut substansi pertumbuhan tanaman, hormon pertumbuhan tanaman (fitohormon), atau pengatur pertumbuhan tanaman (plant growth regulator / PGR).


    Istilah pengatur pertumbuhan tanaman (PGR) meliputi kategori yang luas yaitu substansi organik (selain vitamin dan unsur mikro) yang dalam jumlah sedikit saja telah dapat merangsang, menghambat atau sebaliknya mengubah proses fisiologis. PGR endogen diproduksi di dalam tubuh tanaman diartikan sebagai hormon tanaman atau fitohormon.
    Oleh karena itu pokok-pokok bahasan  yang di sajikan dalam makalah ini berkisar tentang:
1.    Awal pemanfaatan PGPR
2.    Pengatur Pertumbuhan Tanaman
3.    Akar Tanaman
4.    Rizosfer
5.    Proses-proses Mikrobia dalam Rizosfer
6.    Bakteri sebagai Mikroorganisme Tanah
7.    Bakteri Akar (Rhizobacteria)
8.    Mekanisme Kerja PGPR 
II.PEMBAHASAN
II.1.AWAL PEMANFAATAN PGPR
    Rizobakteri pemacu tumbuh tanaman (RPTT) atau populer disebut plant growth promoting rhizobacteria (PGPR) adalah kelompok bakteri menguntungkan yang agresif ‘menduduki’ (mengkolonisasi) rizosfir (lapisan tanah tipis antara 1-2 mm di sekitar zona perakaran). Aktivitas RPTT memberi keuntungan bagi pertumbuhan tanaman, baik secara langsung maupun secara tidak langsung. Pengaruh langsung RPTT didasarkan atas  kemampuannya menyediakan dan memobilisasi atau memfasilitasi penyerapan berbagai unsur hara dalam tanah serta mensintesis dan mengubah konsentrasi berbagai fitohormon pemacu tumbuh. Sedangkan pengaruh tidak langsung berkaitkan dengan kemampuan RPTT menekan aktivitas patogen dengan cara menghasilkan berbagai senyawa atau metabolit(Kloepper et al., 1991; Kloepper,1993; Glick, 1995).

    Sejak pertama kali diperkenalkan oleh Kloepper & Schroth (1978),perkembangan penelitian RPTT atau PGPR mengalami kemajuan pesat,terutama dalam beberapa tahun terakhir. Berbagai penemuan baru dipresentasikan dan dibahas dalam workshop PGPR yang secara konsisten dilaksanakan tiap tiga tahun (beberapa prosiding workshop PGPR dapat diakses melalui internet). Namun demikian, belum semua peneliti memiliki kesamaan mengenai batasan atau definisi RPTT. Wall (2006) pada workshop PGPR kelima tahun 2000 di Argentina mengusulkan perluasan spektrum PGPR menjadi PGPRM (plant growth promoting rhizospheric microorganisms)karena beberapa jenis jamur (fungi) seperti Trichoderma dan Aspergillus yang diisolasi dari rizosfir juga memiliki peran dan pengaruh yang sama seperti kelompok bakteri ini dalam memacu pertumbuhan tanaman. Namun pada workshop keenam tahun 2003 di India dan workshop ketujuh tahun 2006 di Belanda, istilah PGPR masih tetap digunakan. Berdasarkan definisi, rizobakteri adalah kelompok bakteri rizosfir yang memiliki kemampuan mengkolonisasi rizosfir secara agresif, dan rizobakteri yang memberi keuntungan bagi tanaman dikenal dengan PGPR atau RPTT (Kloepper &Schroth, 1978; Schroth & Hancock, 1982).Berbagai jenis bakteri telah diidentifikasi sebagai RPTT. Sebagian besar berasal dari kelompok gram-negatif dengan jumlah strain paling banyak dari genus Pseudomonas dan beberapa dari genus Serratia (Kloepper, 1993). Selain kedua genus tersebut, dilaporkan antara lain dari genus Azotobacter, Azospirillum, Acetobacter, Burkholderia, dan Bacillus (Glick, 1995). Meskipun sebagian besar Bacillus (gram-positif) tidak tergolong pengkoloni akar, beberapa strain tertentu dari genus ini ada yang mampu melakukannya, sehingga bisa digolongkan sebagai RPTT.
    Kemajuan nyata yang diperoleh dari penelitian pemanfaatan RPTT bagi tanaman telah meningkatkan antusias peneliti untuk mempopulerkan RPTT sebagai agen penting dalam sistem produksi pertanian yang ramah lingkungan, karena penggunaan RPTT akan mengurangi pemakaian senyawakimia sintetis berlebihan, baik dalam penyediaan hara tanaman (biofertilizers)maupun dalam pengendalian patogen tular tanah (bioprotectants).Pengaruh positif RPTT bagi pertumbuhan tanaman pertama kali dilaporkan pada tanaman umbi-umbian seperti lobak, kentang, gula bit(Kloepper, 1993).
    Tanaman kanola (Brassica compestris) (sejenis kol atau sawi) yang diinokulasi oleh Pseudomonas putida strain GR12-2 meningkatkan panjang akar, tinggi tanaman, dan penyerapan hara P(Lifshitz et al., 1987). Beberapa laporan lain juga mengindikasikan adanya pengaruh positif RPTT pada berbagai tanaman seperti barley (sejenis gandum), kacang-kacangan (buncis, kacang tanah, kacang polong, dan kedelai), kapas, berbagai tanaman sayuran, dan tanaman pohon-pohonan (apel dan jeruk). Pengaruh positif RPTT pada berbagai jenis tanaman masih terus diteliti, baik menggunakan strain rizobakteri yang sudah dikenal maupun isolat-isolat lokal yang diperoleh/diisolasi dari lingkungan tanah setempat (indigenous). Saat ini, beberapa produk RPTT sudah dikomersialkan.
    Di Indonesia, berbagai jenis bakteri yang termasuk dalam kategori RPTT banyak dijumpai dalam kandungan berbagai jenis/merek pupuk hayati majemuk komersial (pupuk hayati majemuk yang mengandung lebih dari satu jenis/strain mikroba). Diantaranya adalah bakteri penambat N hidup bebas dan bakteri pelarut P yang juga mampu menghasilkan hormon pertumbuhan. Keterbatasan penggunaan beberapa produk RPTT secara umum masih terkait dengan belum konsistennya keefektifan RPTT di lapangan (Nelson, 2004). Beragamnya kondisi lingkungan (jenis tanah, tingkat pengelolaan tanah, iklim, dan tanaman yang diusahakan) dengan masa pengujian di lapangan yang pendek dan teknik aplikasi yang belum tepat merupakan kendala yang masih perlu terus diteliti untuk keberhasilan pemanfaatannya ke depan.

II.2.PENGATUR PERTUMBUHAN TANAMAN
    Istilah hormon berasal dari proses fisiologi hewan yang berarti suatu substansi yang disintesis dalam suatu organ yang pada gilirannya merangsang terjadinya respon pada organ yang lain. Hormon tanaman tidak khusus seperti hormon hewan dalam hal organ tempat sintesisnya ataupun organ tempat responnya, tetapi cenderung mengikuti pola tingkah-laku yang umum.
    PGR pada saat ini dibagi menjadi 5 kelas: auksin, giberelin, sitokinin atau kinin, penghambat pertumbuhan (inhibitor), dan etilen. Dua hormon terakhir secara kimiawi tidak dapat masuk ke dalam salah satu dari 5 kategori di atas. Keduanya diisolasi berturut-turut dari biji sejenis tanaman kol (Brassica napus) dan tanaman tingkat tinggi tertentu lainnya. Substansi-substansi ini mungkin masih membutuhkan revisi dalam sistem klasifikasi yang berlaku saat ini. Banyak analogi dari kebanyakan hormon yang ada dalam 5 kelas ini yang diproduksi secara sintesis dan banyak di antaranya memperoleh pemanfaatan yang penting dalam bidang pertanian. Sifat-sifat tertentu diperlukan bagi suatu senyawa agar dapat dikelompokkan sebagai fitohormon:
    (1) tempat sintesis berbeda dari tempat aktivitas (misalnya sintesis di pucuk dan daun muda, tetapi responnya pada batang, akar atau organ-organ lainnya);
    (2) respon dihasilkan oleh jumlah yang sangat kecil(yaitu konsentrasinya bisa sekecil 10-9 M);
    (3) tidak seperti pada vitamin dan enzim, respon mungkin berbentuk formatif dan plastik (tidak terpulihkan, misalnya respon trophy).
    Seringkali pemasokan fitohormon secara alami di bawah optimal, dan dibutuhkan sumber dari luar untuk menghasilkan respon yang dikehendaki. Jumlah auksin di atas optimal umumnya bertindak sebagai herbisida. Umumnya suatu fitohormon bertindak secara sinergis dengan hormon-hormon lainnya dalam meningkatkan suatu respon.Organ tanaman merespon macam-macam konsentrasi PGR dengan cara yang berbeda. Tajuk tanaman dipacu oleh auksin dalam kisaran konsentrasi yang luas, sedangkan akar terhambat kecuali untuk kisaran konsentrasi yang sempit. Antar ruas pada jenis tanaman pendek tertentu akan memanjang sampai ketinggian yang normal bila diberi perlakuan giberellin dalam kisaran luas. Umumnya hormon bekerja secara sinergis untuk memacu respon dan tidak bekerja sendiri-sendiri.
    Secara umum PGR menghasilkan respon yang sifatnya sebagai berikut: (1)Auksin merangsang pertumbuhan dengan cara pemanjangan sel dan menyebabkan dominansi ujung;
(2)Giberellin meningkatkan pertumbuhan meristem samping dalam daun dan antar buku;
(3)Sitokinin merangsang pertumbuhan dengan cara pembelahansel;
(4)Penghambat pertumbuhan (inhibitor) mengerdilkan pemanjangan dan mempercepat absisi dan penuaan; dan
(5Etilen meningkatkan pematangan buah dan pertumbuhan horisontal.Respon pengatur pertumbuhan pada tanaman tidak selalu berupa pertumbuhan secara fisik, namun juga perbaikan dalam proses fisiologi tanaman. Misalnya pada akar adanya PGR meningkatkan kemampuan akar dalam memfiksasi nitrogen, menyerap fosfor dalam kondisi ketersediaan terbatas, dan sebagainya. PGR yang dapat memperbaiki proses fisiologi tanaman melalui akar biasanya bersifat eksogen atau berasal dari luar tanaman. PGR ini berasal dari dalam tanah, khususnya dari interaksi akar tanaman dengan organisme yang ada dalam tanah.

II.3.AKAR TANAMAN
    Akar merupakan organ vegetatif utama yang memasok air, mineral dan bahan-bahan yang penting untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Pertumbuhan akar yang kuat umumnya diperlukan untuk kekuatan dan pertumbuhan tajuk tanaman. Apabila akar mengalami kerusakan karena gangguan secara biologis, fisik atau mekanis sehingga mengurangi fungsinya maka pertumbuhan tajuk juga akan terganggu.Fungsi akar bagi tanaman adalah:
(1) penyerapan;
(2) penambatan(anchorage);
(3) penyimpanan;
(4) transport; dan
(5) perbanyakan (propagation).
    Akar juga merupakan sumber utama beberapa PGR bagi tanaman tertentu. Penyerapan air dan mineral terutama terjadi melalui ujung akar dan bulu akar, walaupun bagian akar yang lebih tua dan lebih tebal juga menyerap sebagian. Akar yang lebih tua memainkan fungsi yang diperlukan untuk transport dan penyimpanan bahan, yang beranalogi dengan transport bahan dari dan ke daun melalui batang dan percabangan. Akar dikotil seringkali berfungsi sebagai organ utama penyimpanan cadangan makanan. Perakaran dari sejumlah spesies tanaman dapat digunakan untuk perbanyakan karena kemampuannya untuk membentuk pucuk tambahan dan menyimpan cadangan makanan yang mendukung pertumbuhan pucuk baru tersebut. Selain itu akar dapat menghasilkan PGR berupa giberellin dan sitokinin,yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan secara keseluruhan.Panjang akar merupakan hasil perpanjangan sel-sel di belakang meristem ujung; sedangkan lebar akar yang lebih daripada pembesaran sel-sel ujung merupakan hasil dari meristem lateral atau pembentukan kambium, yang memulai pertumbuhan sekunder dari meristem kambium. Pertumbuhan panjang dan lingkar akar umumnya beranalogi dengan pertumbuhan panjang dan lingkar pada tajuk, tetapi pada percabangan lateral tidak terdapat analogi antara bagian tajuk dengan akar.
    Percabangan akar muncul dari lingkaran tepi yang jauh di dalam jaringan tua atau jaringan yang berdiferensiasi, berbeda dengan percabangan tajuk yang muncul dari ujung dan berasal dari permukaan. Perbedaan dalam pola perkembangan perakaran, walaupun sesuai dengan sifatnya, biasanya juga sangat dipengaruhi oleh lingkungan tanah baik secara langsung maupun tidak langsung. Faktor-faktor di atas tanah yang mempengaruhi pertumbuhan tajuk, terutama transport karbohidrat ke akar, dapat memberikan pengaruh yang besar terhadap pertumbuhan akar, seperti juga faktor-faktor rizosfer yaitu kelembaban, temperatur, kandungan nutrisi, bahan-bahan toksin, kekuatan agregat dan agen biologis.Umumnya karakteristik akar dikendalikan oleh sejumlah gen, sehingga terdapat perbedaan antar genotipe. Perbedaan genetik ini kemudian berinteraksi dengan lingkungan tanah. Mekanisme kendali genetik untuk perakaran sangat kompleks, tetapi seperti pada tajuk tanaman, ditunjukkan juga adanya kerja hormon pertumbuhan. Auksin (Indole Acetic Acid) meningkatkan pertumbuhan akar hanya bila dalam konsentrasi rendah.Kebutuhan akan auksin dibuktikan dengan diperlukannya faktor daun pada perbanyakan dengan cara stek agar bakal tanaman dapat membentuk akar. Banyak spesies yang membutuhkan beberapa jaringan daun atau pucuk yang aktif, untuk menghasilkan pengatur pertumbuhan yang dapat berdifusi. Suatu kofaktor akar, yang berhasil dipisahkan dan diidentifikasi sebagai katekol dan pirogalol, bekerja secara sinergis dengan IAA untuk memacu pembentukan akar.

II.4. Rizosfer
    Istilah rizosfer menunjukkan bagian tanah yang dipengaruhi perakaran tanaman. Rizosfer dicirikan oleh lebih banyaknya kegiatan mikrobiologis dibandingkan kegiatan di dalam tanah yang jauh dari perakaran tanaman. Intensitas kegiatan semacam in tergantung dari panjangnya jarak tempuh yang dicapai oleh eksudasi sistem perakaran. Istilah “efek rizosfer” menunjukkan pengaruh keseluruhan perakaran tanaman terhadap mikroorganisme tanah. Maka akan lebih banyak jumlah bakteri, jamur dan actinomycetes dalam tanah yang termasuk rizosfer dibandingkan tanah yang tidak memiliki rizosfer. Beberapa faktor seperti tipe tanah, kelembaban tanah, pH dan temperatur, dan umur serta kondisi tanaman mempengaruhi efek rizosfer.Efek rizosfer selain tampak dalam bentuk melimpahnya jumlah mikroorganisme juga dalam adanya distribusi bakteri yang memiliki ciri mempunyai kebutuhan khusus, yaitu asam amino, vitamin-vitamin B, dan faktor pertumbuhan khusus (kelompok nutrisional). Laju kegiatan metabolik mikroorganisme rizosfer itu berbeda dengan laju kegiatan metabolik mikroorganisme dalam tanah non-rizosfer. (Subba Rao, 1994)
    Hiltner pada tahun 1904 menggambarkan rizosfer sebagai bagian dari tanah yang secara langsung dipengaruhi oleh substansi yang dikeluarkan dari akar ke dalam larutan tanah, sehingga tercipta kondisi yang menyenangkan bagi bakteri tertentu (Bruehl, 1987).Ia juga menggambarkan adanya organisme yang merugikan di sekitar akar dari tanaman yang sakit dan organisme yang bermanfaat di sekitar akar dari tanaman yang sehat. Fakta biologi utama dari rizosfer atau daerah yang dipengaruhi akar adalah jumlah yang banyak dan aktivitas yang tinggi dari mikroorganisme tanah dalam area ini dibandingkan dengan tanah tanpa akar. Di antara dua area ini terdapat area transisi di mana pengaruh akar menurun. Biasanya daerah rizosfer merupakan lapisan tipis yang tetap menempel pada akar setelah tanah di sekitar akar dihilangkan dengan cara menggoyangkan perakaran (Katznelson, 1965,  in Bruehl, 1987).
    Menurut Wood (1989), rizosfer adalah bagian tanah di mana lebih banyak terdapat bakteri di sekitar akar tanaman daripada tanah yang jauh dari akar tanaman. Rizosfer juga dibedakan menjadi daerah permukaan akar (rizoplan) dan daerah sebelah luar dari akar itu sendiri (endorizosfer). Selain menghasilkan efek biologi, akar juga mempengaruhi sifat kimia dan sifat fisika tanah, sehingga secara tidak langsung mempengaruhi mikroorganisme tanah.
    Clark (1942 in Bruehl, 1987) menyatakan rizoplan adalah habitat khusus atau lokasi aktivitas mikrobia. Rizoplan atau permukaan akar mendukung terjadinya aktivitas biologi yang tinggi serta memiliki sensitivitas yang tinggi terhadap pengaruh akar pada mikroflora dan mikrofauna tanah. Analisa terhadap struktur halus atau lapisan epitel dari perakaran tanaman setelah diinokulasi dengan bakteri khusus menunjukkan bahwa bakteri menjadi lekat pada permukaan perakaran dengan bantuan dari lapisan eksternal yang bersifat musilagen atau disebut ‘musigel’ yang secara normal terdapat pada sistem perakaran yang sedang aktif tumbuh. Rasio rizosfer terhadap tanah (R : S) dapat digunakan untuk memperkirakan perubahan dalam populasi mikroba yang disebabkan pertumbuhan tanaman. Rasio R : S dihitung dengan membagi jumlah mikroorganisme dalam rizosfer tanah dengan jumlah mikroorganisme dalam tanah yang bebas dari pertumbuhan tanaman. Hasilnya dapat dinyatakan berdasarkan berat akar bersama dengan tanah yang melekat padanya. Efek rizosfer yang lebih besar dijumpai lebih banyak karena bakteri (nilaiR : S memiliki rentangan dari 10 hingga 20 atau seringkali lebih) daripada karena actinomycetes atau jamur. Sedangkan karena protozoa atau alga hanya dapat dilihat perubahan yang sangat kecil.Daerah sekitar perakaran, rizosfer, relatif kaya akan nutrisi / unsur hara di mana fotosintat tanaman hilang sebanyak 40% dari akar. Konsekuensinya dukungan rizosfer cukup besar dan kemampuan menggunakan populasi mikrobia aktif yang bermanfaat, netral atau yang merusak berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman. Pentingnya populasi mikrobia di sekitar rizosfer adalah untuk memelihara kesehatan akar, pengambilan nutrisi atau unsur hara, dan toleran terhadap stress / cekaman lingkungan pada saat sekarang telah dikenal. Mikroorganisme menguntungkan ini dapat menjadi komponen yang signifikan dalam manajemen pengelolaan untuk dapat mencapai hasil, yang mana ditegaskan bahwa hasil tanaman budidaya dibatasi hanya oleh lingkungan fisik alamiah tanaman dan potensial genetik bawaan. Umumnya rizosfer dari kebanyakan tanaman mengandung bakteri Gram-negatif, tidak berspora, berbentuk batang, dan terdapat pada daerah rizoplan. Beberapa genus bakteri ini adalah Pseudomonas, Arthrobacter, Agrobacterium, Azotobacter, Mycobanterium, Flavobacterium, Cellulomonas, Micrococcus, dsb., ditemukan dalam jumlah yang banyak namun ada juga yang tidak ditemukan sama sekali. Bakteri yang membutuhkan asam amino lebih banyak terdapat di daerah rizoplan dan daerah rizosfer dibandingkan tanah di luar rizosfer. Actinomycetes penghasil antibiotik lebih banyak terdapat dalam rizosfer dibandingkan tanah tanpa rizosfer.
Rizosfer dapat mengalami perubahan, di antaranya diakibatkan oleh:
(1)penambahan tanah;
(2) pemberian nutrisi melalui daun; dan
(3)inokulasi artifisial biji atau tanah yang mengandung sediaan mikroorganisme hidup, terutama bakteri.
    Banyak percobaan telah dilakukan untuk meneliti pengaruh penambahan pupuk N, P,dan K terhadap mikroflora rizosfer. Hasilnya masih belum dapat digenuslisasikan karena penambahan maupun penurunan R : S telah dilaporkan terjadi sebagai suatu akibat dari penggunaan pupuk. Translokasi hasil fotosintesis dari daun ke akar merupakan bagian dari kegiatan metabolik normal pada tumbuhan. Oleh karena itu bila ada bahan-bahan yang dibubuhkan secara sengaja ke daun dan masuk ke dalam jaringan daun, maka translokasinya tidak akan terlalu sulit. Banyak penelitian menemukan bahwa senyawa-senyawa yang disemprotkan ke daun ditemukan kembali dalam cairan yang dikeluarkan oleh perakaran tanaman. Bahan-bahan kimia yang diaplikasikan pada daun dapat meningkatkan atau menurunkan aktivitas mikroflora dalam rizosfer.Inokulan benih mikrobia seperti Azotobacter, Beijerinckia,Rhizobium atau mikroorganisme pelarut-P mungkin dapat membantu menciptakan adanya mikroorganisme yang menguntungkan di dalam rizosfer yaitu tepat di sekitar akaryang sedang tumbuh.Jumlah rizosfer meningkat pada tanah-tanah yang kering dibandingkan pada tanah-tanah basah. Temperatur dan kelembaban secara langsung berpengaruh terhadap mikroorganisme, dan secara tidak langsung terhadap tanaman. Pengaruh tidak langsung inilah yang kelihatannya lebih penting. Beberapa organisme secara nyata dapat langsung beradaptasi dengan rizosfer, namun dalam keberhasilannya membentuk koloni dengan akar dipengaruhi oleh adanya kompetisi dengan organisme lain dan kondisi tanamannya (Bruehl, 1987).
    Ketergantungan satu mikroorganisme terhadap mikroorganisme lain dalam hal produk ekstra-selular, terutama asam amino dan faktor perangsang pertumbuhan, dapat dianggap sebagai suatu efek asosiatif dalam rizosfer. Beberapa penelitian menunjukkan adanya peningkatan kandungan asam amino dalam tanaman yang ditumbuhkan pada tanah yang diinokulasi dengan mikroorganisme khusus.Pengamatan serupa dilakukan dalam hal pengaruhnya terhadap peningkatan vitamin-B, auksin, giberellin, dan antibiotik. Diketahui bahwa senyawa giberellin dan yang serupa giberellin dihasilkan oleh genus-genus bakteri yang umumnya dijumpai di dalam rizosfer, seperti Azotobacter, Arthrobacter, Pseudomonas dan Agrobacterium.Sekresi antiobiotik oleh mikroorganisme dan penghambatan pertumbuhan secara biologis terhadap mikroorganisme lain yang peka, ditemukan terjadi baik dalam penanaman di lapangan maupun dalam kultur murni. Efek antagonistik dalam rizosfer ini diharapkan terjadi secara alami bahkan dalam tanah yang tidak dibudidayakan. Namun dari segi agronomi adanya penghambatan yang berlebihan terhadap pertumbuhan Azotobacter atau Rhizobium di daerah perakaran akan menyebabkan penurunan fiksasi nitrogen atau pembentukan bintil akar.

II.5.PROSES-PROSES MIKROBIA DALAM RIZOSFER
    Pelepasan sejumlah karbon terfiksasi selama fotosintesis dari akar ke dalam tanah adalah faktor utama penghematan karbon dari tanaman, yang diharapkan dapat memberikan keuntungan pada tanaman itu sendiri. Beberapa proses-proses mikrobia terjadi karena adanya stimulasi dalam rizosfer, meskipun manfaatnya bagi tanaman tidak selalu nyata. Proses-proses tersebut dijelaskan dalam uraian berikut ini:
Sifat Asosiasi yang Memfiksasi Nitrogen Bakteri pemfiksasi nitrogen yang tidak bersimbiosis biasanya terdapat dalam rizosfer dan di bawah kondisi nitrogen yang terbatas memungkinkan terjadinya kompetisi yang lebih menguntungkan dari mikroorganisme lain. Tidak terdapat bukti yang jelas yang dapat mendukung stimulasi selektif dari organisme ini, dan bakteri ini kelihatannya tidak menginvasi akar. Bagaimana pun, terdapat asosiasi spesifik antara Azotobacter paspali dengan Paspalium notatum, serta antara Azospirillum sp dengan akar sereal. Kelangsungan asosiasi rizosfer-pemfiksasi nitrogen bergantung pada pasokan karbon yang dapat dioksidasi serta efisiensi dari konversinya. Fiksasi nitrogen termasuk “boros” karena membutuhkan ATP dan efisiensi untuk organisme bebasnya berkisar dari 4 g C g-1 N dalam Azospirillum brasiliense sampai dengan 174 g C g-1 N dalam Aerobacter aerogenes. Hanya senyawaan karbon sederhana yang dapat digunakan. Jika diasumsikan bahwa konversi dari efisiensi karbon berasal dari akar adalah 10 g C g-1 N; bakteri pemfiksasi nitrogen meliputi 10% populasi rizosfer; dan keseluruhan karbon yang hilang dari akar adalah merupakan ketersediaan bagi seluruh bakteri, maka jika 150 g C m-2 adalah hilang dari akar potensi maksimum pemfiksasi nitrogen hanyalah 1,5 g N m-2.Bukti atas peranan nyata asosiasi rizosfer-pemfiksasi nitrogen berasal dari 2 sumber. Keseimbangan nitrogen bagi sistem vegetasi berbeda tanpa legum seringkali menunjukkan suatu akumulasi kelebihan jumlah nitrogen yang hilang disebabkan pengangkutan oleh tanaman, pencucian dan denitrifikasi. Hal ini bisa disebabkan oleh input curah hujan dalam kisaran 1,5 g N m-2 yr-1 dan mungkin saja lebih tinggi, atau oleh adanya fiksasi nitrogen baik oleh sianobakteri maupun oleh bakteri rizosfer.
    Perubahan dalam Ketersediaan Nutrisi Dalam kondisi pasokan nutrisi yang rendah, populasi rizosfer akan bersaing dalam memperebutkan beberapa jenis nutrisi sehingga kemudian mereduksi pasokan nutrisi tersebut bagi tanaman. Sebagai contoh, sejumlah fosfat tersedia bagi tanaman dapat menjadi berkurang atau malah meningkat, bila dibandingkan dengan tanah tanpa rizosfer.Mangan dalam bentuk Mn2+ dapat teroksidasi menjadi mangandioksida yang dapat larut dalam rizosfer, menyebabkan defisiensi mangan pada tanaman gandum, meskipun larutan kultur bakteri rizosfer menghasilkan senyawaan (ionophores) yang mendukung pengambilan mangan oleh akar.Imobilisasi nutrisi dapat terjadi dalam rizosfer, disebabkan oleh adanya materi berasal dari akar yang memiliki rasio C : N yang tinggi. Hal ini dapat menjadi berguna untuk nutrisi yang mobil seperti NO3- yang dapat tercuci dari daerah perakaran. Terlebih lagi bagian yang banyak dari bakteri tanah adalah bakteri fakultatif anaerob dan respirasi oleh keduanya serta oleh populasi rizosfer dapat mereduksi potensi redoks dengan baik untuk memungkinkan terjadinya denitrifikasi. Bagaimana pun evapotranspirasi dapat menyebabkan rizosfer menjadi kering, meningkatkan difusi oksigen dan pengambilannya oleh tanaman dapat memindahkan nitrat dari daerah yang memiliki potensi mendenitrifikasi. Ketersediaan oksigen juga dapat ditingkatkan melalui sel-sel aerenkhim di dalam tanaman sehingga memungkinkan difusi ke dalam rizosfer, terutama pada tanaman akuatik. Produksi Hormon Tumbuh Mikroorganisme rizosfer menghasilkan senyawaan seperti growth hormon dan phytotoxin yang dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Keanekaragaman substrat dalam rizosfer yang tersedia untuk pertumbuhan tanaman menunjukkan banyaknya produk yang bermanfaat. Secara relatif, di laboratorium cukup mudah untuk menunjukkan produksi senyawaan tertentu dari suatu organisme dan pengaruhnya bagi tanaman. Akan tetapi cukup sulit untuk mengetahui bentuk aktif senyawaan ini serta konsentrasi berapa yang mendukung keberadaannya dalam tanah. Pengukuran dalam tanah menjadi sulit pada saat konsentrasi senyawaan sangat rendah serta dihasilkan secara lokal. Identifikasi senyawaan ini biasanya dilakukan melalui bioassay yang hanya dapat mendeskripsikannya sebagai senyawaan “serupa auksin”. Beberapa senyawaan, misalnya auksin dan etilen, menghambat pertumbuhan tanaman pada satu konsentrasi tetapi menstimulir pertumbuhan pada suatu konsentrasi yang rendah. Kebanyakan jenis utama hormon tanaman dapat dihasilkan oleh bakteri dan fungi.Asam indole asetat (IAA) adalah suatu auksin yang diproduksi dari triptofan.Enzim ini terdapat dalam rambut akar yang menggulung pada akar legum yang disebabkan adanya rizobia tertentu, dan juga dimetabolisir oleh bakteri tanah sehingga keberadaannya dalam tanah akan bergantung pada tingkat akumulasinya. Di dalam kondisi anaerob, etilen dapat terbentuk pada konsentrasi yang cukup dapat menghambat perpanjangan akar sereal. Selain juga diperoduksi dari metionin, IAA juga dimetabolisir oleh mikroorganisme. Sedikit informasi yang ada mengenai sitokinin dan asam absisat dalam tanah.
    Efek fitotoksik dari suatu tanaman yang ditanam sebelumnya dalam suatu sistem pertanaman, dipengaruhi oleh penguraian mikroba terhadap residu tanaman.Apabila efek dari suatu mikroorganisme terjadi pada tahap perkecambahan benih,maka tidak mudah untuk membedakan efek metabolik dari efek fisik seperti misalnya konsentrasi oksigen tereduksi. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa asam dihidrostearat dan vanilin adalah fitotoksin utama, tetapi asam alifatik seperti asetat dan asam oksalat juga dihasilkan oleh bakteri dan fungi, terutama dalam kondisi anaerob yang juga mencegah penguraiannya. Substratnya berasal dari bahan organik,pupuk hijau, residu tanaman dan limbah hewan. Sedikit sekali diketahui efek asam aromatik seperti p-hidroksibenzoat dan asam p-kumarat yang telah ditemukan dalam tanah. Kebanyakan senyawaan fenolik pada akhirnya menjadi bagian dari fraksi asamhumat pada bahan organik tanah.Produksi antibiotik oleh mikroorganisme tanah terjadi dalam biakan kultur di laboratorium, tetapi produksinya dalam tanah di lapangan belum diketahui. Antibiotik dapat menghambat atau merangsang pertumbuhan tanaman secara langsung atau secara tidak langsung.Secara tidak langsung antibiotik ini menghambat pertumbuhan dengan cara pemindahan mikroorganisme patogen  yang mengganggu pertumbuhan.Jika senyawaan ini dihasilkan, maka dapat dinonaktifikan dengan cara penjerapan oleh liat atau penguraian oleh mikroorganisme. Senyawaan mengandung sulfur yang tidak stabil seperti hidrogen sulfida dihasilkan oleh bakteri pereduksi sulfat, dalam rizosfer dapat menimbulkan toksisitas pada tanaman padi.Alelopati Telah banyak terdapat laporan penelitian mengenai interaksi inhibitor atau stimulator antar tanaman, dan antara tanaman dengan mikroorganisme. Interaksi ini dinamakan alelopati. Sebagai contoh couchgrass (Agropyron repens), suatu gulma yang ditemukan di banyak negara, mengurangi pertumbuhan gandum (Triticum aestivum) dan lucerne (Medicago sativa). Vegetasi di sekitar kacang hitam / black walnut (Juglans nigra) sangat jarang, dan hal ini disebabkan adanya suatu substansi bersifat racun yang dihasilkan tanaman kacang hitam untuk tanaman di dekatnya. Konsentrasi NO3- pada tanah yang ditanami seringkali lebih rendah dibandingkan tanah yang tidak ditanami, meskipun setelah diperhitungkan dengan nitrogen yang diambil oleh tanaman dan kehilangan karena pencucian (yang biasanya lebih rendah pada tanah yang ditanami dibandingkan tanah yang tidak ditanami). Terdapat serangkaian bukti yang menunjukkan bahwa nitrifikasi dipengaruhi oleh bahan kimia yang bersifat alel yang dihasilkan oleh beberapa spesies tanaman dan mikroorganisme. Juga terdapat bukti bahwa tingkat nitrifikasi sangat menurun pada saat tahap pertumbuhan tanaman menuju tahap vegetasi maksimum.

II.6.BAKTERI SEBAGIA MIKROORGANISME TANAH
    Organisme yang menghuni tanah meliputi mikroorganisme, tanaman dan hewan. Adanya organisme hidup dalam tanah menyebabkan perubahan biokimia dalam tanah, dan untuk memahami caranya dalam mempengaruhi fungsi-fungsi tanah maka diperlukan informasi aktivitas organisme tersebut. Hal ini termasuk reaksi-reaksi yang dilakukan oleh organisme, interaksi yang terjadi antar organisme dan antara organisme dengan lingkungannya (Wood, 1989).
    Mikroorganisme yang menghuni tanah dapat dikelompokkan menjadi bakteri,actinomycetes,jamur,alga dan protozoa.Bakteri merupakan kelompok mikroorganisme tanah yang paling dominan dan mungkin meliputi separuh dari biomassa mikroba dalam tanah. Bakteri terdapat dalam segala macam tipe tanah tetapi populasinya menurun dengan bertambahnya kedalaman tanah. Secara umum profil horizon A terdiri dari lebih banyak mikroorganisme daripada horizon B dan C.Dalam kondisi anaerob, bakteri mendominasi tempat dan melaksanakan kegiatan mikrobiologi dalam tanah karena jamur dan actinomycetes tidak dapat tumbuh baik tanpa adanya oksigen (Subba Rao, 1994).
    Bakteri adalah organisme terkecil,Organisme ini merupakan sel prokaryotik, karena tidak mempunyai struktur yang membatasi membran di dalam sitoplasmanya. Nukleoplasmanya tidak dipisahkan dari sitoplasma, seperti pada fungi, protozoa, dan eukaryot lainnya. Dinding sel bakteri terutama tersusun dari peptidoglikan, dan reproduksinya terjadi melalui pembelahan penggandaan diri.Proses penggabungan melibatkan pemindahan sejumlah besar materi genetik antara sel donor dan penerima pada pasangan gandaannya (Paul and Clark,1989).
    Pengelompokkan terhadap bakteri dapat dilakukan antara lain berdasarkan reaksinya dengan penanda/pewarna Gram, yang berdasarkan komponen dinding sel di mana bakteri yang menyerap pewarna dikelompokkan sebagai bakteri Gram-positif;sedangkan bakteri yang tidak menyerap pewarna dikelompokkan sebagai bakteri Gram-negatif. Pengelompokkan juga dapat dilakukan berdasarkan proses fisiologi,yaitu autochtonous bagi bakteri yang pertumbuhannya terjadi secara lambat dalam tanah yang tidak mengandung substrat yang mudah dioksidasi, serta zymogenous bagi bakteri yang pertumbuhan dan aktivitasnya cepat pada saat residu segar ditambahkan ke dalam tanah. Pertumbuhan bakteri dalam kondisi keberadaan oksigen dan tidak ada oksigen, juga digunakan sebagai kriteria untuk membedakan bakteri menjadi:
»    anaerobik (tidak ada oksigen);
»    aerobik (ada oksigen); dan
»    anaerobik fakultatif (tidak ada oksigen atau ada oksigen).
Bentuk sel bakteri adalah khas berbentuk bola seperti batang atau spiral, berukuran panjang 1,5 – 2,5 µm dan diameter 0,5 – 1,0 µm.Jumlah bakteri dalam 1 g tanah bervariasi dari 106 – 109, tetapi tidak terdistribusi secara merata dalam tanah melainkan mengambil tempat dalam koloni kecil,seringkali berasosiasi dengan sumber dari substrat organik (misalnya akar tanaman).Salah satu dari karakteristik penting bakteri sebagai suatu kelompok adalah berbagai manfaat biokimia yang dimilikinya. Suatu organisme seperti Pseudomonas sp mampu memetabolisir berbagai jenis bahan kimia termasuk pestisida, sedangkan Nitrobacter sp hanya mampu menghasilkan energi dari oksdasi nitrit menjadi nitrat.Thiobacillus ferrooxidans mendapatkan energi dari oksidasi senyawa sulfur tereduksi dan dari ion-ion ferro, dan memiliki nilai pH optimum untuk pertumbuhan sekitar 2.Clostridium sp mampu untuk tumbuh dalam kondisi ketiadaan oksigen dan dapat memperoleh nitrogen melalui reduksi gas nitrogen dari atmosfer. Rhizobium sp membentuk nodul-nodul pemfiksasi N2 pada akar tanaman legum.(Bergey’s Manual of Determinative Bacteriology),bakteri diklasifikasikan menjadi kelompok taksonomi ordo, famili, genus, dan spesies berdasarkan konsep Linneaeus klasik yaitu tata nama ganda (binomial nomenklatur). Sepuluh ordo termasuk ke dalam kelas Schizomycetes. Dari 10 ordo tersebut, 3 di antaranya yaitu Pseudomonales,Eubacteriales dan Actinomycetales berisi spesies bakteri yang seringkali dijumpai dalam tanah. Dari 190 genus bakteri yang terdapat dalam manual Bergey, 97 genus (57%) terdiri dari spesies yang diperkirakan sebagai bakteri tanah. Sebagai contoh, Arthrobacter sp., membentuk sekitar setengah dari total koloni bakteri yang tumbuh pada pelat pelarutan (dilution plates). Spora pembentuk baksilus dan actinomycetes biasanya juga mudah ditemukan. Genus-genus yang disebutkan terdahulu, yang mendominasi kebanyakan transformasi biokimia utama dalam tanah, kemungkinan membentuk kurang dari 10% total populasi bakteri. Bakteri lainnya, termasuk actinomycets, yang memproduksi filamen atau miselia (serupa dengan fungi), lebih kecil ukuran diameternya. Dalam media kultur, Streptomyces sp. dan actinomycetes lainnya menghasilkan antibiotik, dan tanah merupakan sumber utama organisme yang digunakan untuk menghasilkan senyawaan ini secara komersil.Bakteri tanah yang paling umum termasuk dalam genus Pseudomonas,Arthrobacter, Clostridium, Achromobacter, Bacillus, Micrococcus, Flavobacterium,Corynibacterium, Sarcina dan Mycobacterium. Kelompok bakteri lain yang umum dijumpai dalam tanah adalah myxobacteria yang termasuk genus Myxococcus,Chondrococcus, Archangium, Polyangium, Cytophaga dan Sporocytophaga. Dua genus terakhir termasuk selulolitik dan karenanya dominan dalam lingkungan yang kaya selulosa. Myxobacteria menjadi predator bagi bakteri Gram-negatif lainnya melalui proses lisis.
    Dalam tanah selain terdapat bakteri yang menguntungkan, juga terdapat bakteri yang merugikan atau bersifat pathogen. Sebagai contoh adalah Clostridium sp yang umumnya terdapat dalam tanah dan kotoran hewan. Bakteri ini merupakan organisme anaerobik yang menghasilkan spora, dan beberapa spesies seperti C. tetani dan C.perfringens adalah penyebab tetanus dan gas gangren. Penyakit ini dapat bersifat letal.Bakteri juga digolongkan berdasarkan caranya memperoleh makanan. Bakteri autotrof dapat mensintesis sendiri kebutuhan makanannya, sedangkan bakteri heterotrof bergantung dari makanan yang sudah terbentuk sebelumnya untuk nutrisinya. Bakteri fotoautotrof adalah bakteri yang energi makanannya diperoleh dengan perantaraan sinar matahari, seperti misalnya bakteri fotosintetik yang berlawanan dengan bakteri kemoautotrof yang mengoksidasi bahan anorganik untuk memperoleh energi dan pada waktu bersamaan memanfaatkan karbon dari CO2 untuk pertumbuhannya. Pada kelompok bakteri kemoautotrof termasuk juga kelompok bakteri kemoautotrof obligat yang lebih menyukai substrat khusus tertentu. Contohnya adalah Nitrobacter yang memanfaatkan nitrit; Nitrosomonas yang memanfaatkan amonium; Thiobacillus yang mengubah senyawa belerang anorganik menjadi sulfat;dan Ferrobacillus yang mampu mengubah besi fero menjadi feri.




II.7.BAKTERI AKAR(RHIZOBACTERIA)
    Selama dasawarsa terakhir istilah “rhizobacteria” digunakan untuk menggambarkan bakteri rizosfer yang membentuk koloni dengan akar (Schroth and Hancock, 1982 dalam Kloepper, et al., 1985). Kolonisasi akar adalah suatu proses dimana bakteri bertahan melakukan inokulasi ke dalam benih tanaman atau ke dalam tanah, penggandaan diri dalam spermosfer dalam responnya terhadap eksudat benih yang kaya akan karbohidrat dan asam amino, menempel pada permukaan akar, dan mengkoloni sistem perakaran yang sedang berkembang.Berbagai manfaat positif dari bakteri dalam rizosfer telah menjadikannya sumber potensial bagi ketersediaan nutrisi dalam tanah serta mendorong pertumbuhan tanaman sehingga menjadi lebih baik. Beberapa bakteri tanah berasosiasi dengan akar tanaman budidaya dan memberikan pengaruh yang bermanfaat pada tanaman inangnya. Bakteri ini dikelompokkan ke dalam PGPR (Plant Growth Promoting Rhizobacteria). Strains PGPR yang sering ditemukan di antaranya Pseudomonas fluorescent.Penelitian yang melibatkan bakteri yang hidup bebas sebagai inokulan bagi tanaman pertanian memiliki genus yang sama dengan Azospirillum. Pada akhir tahun 1800, efek yang menguntungkan dari simbiosis rizobia pada tanaman legum telah dikembangkan dan penelitian telah sampai pada pertanyaan dapatkah manfaat yang diperoleh oleh tanaman yang bersimbiosis dengan legum diperoleh oleh tanaman tanpa simbiosis legum dengan bakteri tanah lainnya.Selama 70 tahun ke belakang, penggunaan inokulan mikrobia lebih banyak melibatkan rizobia dan tanaman legum. Hak cipta pertama kali bagi inokulan rizobia diberikan pada awal abad ini, kemudian diikuti dengan eksploitasi secara komersial.Adanya berbagai kendala dan ketidaksesuaian yang ditimbulkan oleh rizobia hasil produksi massal mengarahkan penelitian pada pengembangan perbaikan strain Rhizobium yang akan memperbaiki rizobia asal tanah dan membentuk nodul yang efektif dalam jumlah besar pada tanaman. Selain itu teknik aplikasinya dimodifikasi untuk mendistribusikan inokulum yang viabilitasnya tinggi pada perkecambahan benih. Banyak hambatan ekologis membatasi keberhasilan rizobia yang diinokulasikan pada tanah (Young and Burns, 1993).
    Seringkali diasumsikan bahwa peningkatan pertumbuhan tanaman setelah inokulasi adalah respon langsung terhadap bakteri yang diinokulasikan. Dalam hal rizobia, penampakkan nodul didampingkan dengan pengukuran sensitif terhadap  fiksasi nitrogen menggunakan terjadinya korelasi yang jelas antara respon tanaman dengan inokulan. Bagaimana pun masih terdapat sebab dan akibat yang membingungkan pada saat mengkaji fungsi dari inokulan mikrobia lainnya.

II.8.MEKANISME KERJA RPPT/PGPR
    PGPR meningkatkan pertumbuhan tanaman dengan cara langsung dan tidak langsung, tetapi mekanisme spesifiknya tidak hanya melibatkan karakter yang baik(Glick, 1995). Mekanisme langsung dari plant growth promotion oleh PGPR dapat diperlihatkan dalam ketiadaan patogen tanaman. Atau mikroorganisme rizosfer lainnya, sedangkan mekanisme tidak langsung melibatkan kemampuan PGPR dalam menurunkan pengaruh yang merusak / mengganggu dari patogen tanaman terhadap hasil tanaman budidaya.
    Pengaruh PGPR secara langsung dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman terjadi melalui bermacam-macam mekanisme, di antaranya fiksasi nitrogen bebas yang ditransfer ke dalam tanaman, produksi siderophore yang meng-khelat besi (Fe) dan membuatnya tersedia bagi akar tanaman, melarutkan mineral seperti fosfor dan sintesis phytohormon. Peningkatan langsung dari pengambilan mineral melalui peningkatan dalam spesifik flux ion di permukaan tanaman karena keberadaan PGPR ini telah juga dilaporkan. Strains PGPR bisa jadi menggunakan satu atau lebih mekanisme ini dalam rizosfer. Telah diketahui bahwa PGPR mensintesis auksin dan sitokinin atau terlibat dalam sintesis etilen tanaman.
    Pengaruh PGPR secara tidak langsung dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman terjadi melalui penekanan dari fitopatogen yang dilakukan melalui mekanisme yang berbeda. Ini termasuk kemampuan dalam memproduksi siderofor yang mengkhelat Fe, menjadikannya tidak tersedia bagi patogen; kemampuan dalam mensintesis metabolit anti fungal seperti antibiotik, dinding sel fungal – lysing enzim atau hidrogen sianida, yang menekan pertumbuhan patogen jamur; kemampuan untuk bersaing secara sukses dengan patogen untuk nutrisi atau unsur hara atau tempat khusus dalam perakaran tanaman; dan kemampuannya dalam menimbulkan resistensi sistemik.
    Indikasi adanya mekanisme kerja yang mendukung pertumbuhan oleh PGPR adalah pada saat strain bakteri meningkatkan pertumbuhan secara tidak langsung dengan cara mengubah keseimbangan mikrobia dalam rizosfer. Siderofor pengkhelat Fe, antibiotik, dan HCN diproduksi oleh beberapa PGPR dan telah dikaitkan dengan kemampuannya mereduksi patogen tanaman serta rizobakteria yang bersifat toksik.Kaitan HCN dalam mendukung pertumbuhan secara langsung melalui penemuan bahwa beberapa rizobakteria yang bersifat toksik menghasilkan HCN, yang menghambat pertumbuhan tanaman dan bahwa rizobakteria yang merugikan ini dapat dihambat oleh beberapa strain PGPR (Schippers, 1988, dalam Kloepper, et al., 1985).

Terimakasih Sobat,, sudah berkunjung, jangan lupa di like yah atau tinggalkan pesan anda di kolom facebook paling bawah.
Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

jadilah bagian dari seribu orang yang menyukai blog ini, dengan mengikuti kami di Laman Facebook. Budidaya Pertanian, mengenai kritik dan saran kami sangat mengharapkan demi sempurnanya informasi yang kami sampaikan
 
Support : Facebook: AL AZ ARI/'>Ari Sandria | Agronomi Template
Proudly powered by Blogger
Copyright © 2011. AGRONOMI UNHAS - All Rights Reserved
Template Design by Creating Website Published by Mas Template