Headlines News :
Home » » LAPORAN TOKSISITAS

LAPORAN TOKSISITAS

Written By Al Az Ari on Minggu, 03 November 2013 | 23.08

 BAB I
PENDAHULUAN
1.1    Latar Belakang
Pengetahuan tentang nutrisi tanaman telah dihimpun sejak zaman sebelum masehi, misalnya diketahui dari penemuan Herodatus pada 2500 SM di lahan pertanian Mesopotamia (daerah yang dibatasi oleh delta tigris dan sungai Euphrat) diketemukan fakta bahwa bila tanaman satu jenis ditanam terus-menerus pada lahan yang sama mengakibatkan kesuburan tanahnya menurun.  Namun apabila tanah tersebut diberi pupuk kandang maka kesuburan tanahnya dapat dipertahankan, dengan perkataan lain bahwa organ tanaman yang dipanen menguras bahan-bahan yang ada dalam tanah sehingga tanpa penambahan bahan pupuk kandang mengakibatkan banyak bahan yang terkuras akhirnya kesuburan tanah dan hasil tanaman makin berkurang.
Isu pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture) muncul setelah adanya kekeliruan pada era Revolusi Hijau (Sachs 1987), di mana penggunaan bahan agrokimia cenderung berlebihan yang mencemari lingkungan dan menurunkan kualitas produk pertanian. Budi daya tanaman berkelanjutan mengaplikasikan teknologi yang bersifat efisien dan ramah lingkungan (Suwandi dan Asandhi 1995; Reijntjes et al. 1999). Input yang digunakan lebih mengutamakan bahan organik atau bahan alami sebagai sumber pupuk atau pestisida (Van Keulen 1995). Sistem pertanian berkelanjutan ini menjadi dasar kebijakan dalam pembangunan pertanian di setiap  Negara.
Pertumbuhan dan mutu tanaman sangat dipengaruhi oleh kadar nutrisi yang tersedia dalam media tanam dan dapat diserap oleh tanaman. Beraneka ragam unsur dapat ditemukan di dalam tubuh tumbuhan, tetapi tidak berarti bahwa seluruh unsur–unsur tersebut dibutuhkan tumbuhan untuk kelangsungan hidupnya.
 unsur-unsur yang terdapat di dalam tanah cukup banyak. Seringkali tanah mengandung unsur yang diperlukan maupun yang tidak diperlukan bagi tanaman.

Dalam konsentrasi yang tinggi unsur-unsur tersebut dapat merusak tanaman. Unsur yang diperlukan dalam jumlah yang banyak seperti nitrogen, fosfor, kalium, dan sebagainya biasanya tidak begitu berbahaya bagi tanaman walaupun dalam jumlah yang berlebihan..
Berdasarkan uraian  tersebut tersebut, pengembangan inovasi budidaya tanaman ke depan perlu memperhatikan penggunaan input sesuai kebutuhan tanaman atau “feed what the crop needs” tanpa menimbulkan dampak negatif bagi sumber daya dan lingkungan baik dari segi dampak defisiensi hara dan toksisitas hara yang terkandung dalam tanah yang dituangkan dalam praktikum Nutrisi Tanaman.
Berdasarkan uraian di atas  maka  perlu dilakukan  praktikum mengenai Defesiensi dan toksisitas sehingga kita dapat mengetahui dampak yang yang mempengaruhi tosisitas dan defesiensi hara pada tanaman.

1.2    Tujuan
Tujuan dilakukan praktikum Defesiensi dan Toksisitas adalah untuk mengetahui pengaruh defisiensi dan toksisitas hara dalam tanah yang mempengaruhi terhadap pertumbuhan tanaman.
Kegunaan praktikum ini yaitu sebagai media informasi mengenai pengaruh pemberian pupuk dalam tanah kepada mahasiswa sebagai bagian dari disiplin ilmu pertanian.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Defesiensi
Defisiensi adalah suatu keadaan dimana tanaman kekurangan
nutrisi tertentu, yang dapat dilihat dari gejala fisik tanaman terutama pada bagian
daun dan batang. Seorang pekebun yang handal harus bisa mengetahui
kondisi tanaman dikebunnya apakah dalam keadaan kekurangan nutrisi atau tidak. Dengan mengetahui status nutrisi tanaman dapat dibuat suatu rencana kedepan sebagai antisipasinya. Gejala defisiensi dapat dianlisa dengan cara berikut.
Gejala defisiensi B, Ca, Cu, Fe, Mn, S, Zn, Ni  dimulai  dari pelepah paling muda.
Gejala defisiensi N, P, K Cl, Mg dan Mo dimulai dari pelepah
 yang paling tua (Anonim a, 2012).
Gejala kekurangan nitrogen ditandai dengan warna daun berubah menjadi hijau muda kemudian menjadi kuning sempurna, jaringan daun mati
dan mengering berwarna merah kecoklatan. Pembentukan buah tidak sempurna,
 kecil-kecil, kekuningan, dan masak sebelum waktunya. Cara penanganan kekurangan unsur nitrogen adalah  dengan menambahkan  pupuk kimia
berupa  urea (N=46%), ZA (N=21%), KNO3, NPK serta pupuk daun  yang memiliki kandungan N tinggi (Anonim a, 2012).
Gejala kekurangan fosfor ditandai dengan warna bagian bawah
daun terutama tulang daun merah keunguan, daun melengkung, dan terpelintir. Tepi daun, cabang dan batang juga berwarna ungu. Kekurangan
unsur ini menyebabkan terhambatnya sistem perakaran dan pembuahan.
Cara penanganan kekurangan unsur fosfor adalah dengan menambahkan pupuk
kimia SP36, NPK, MKP serta pupuk daun kandungan P tinggi
 (Anonim a, 2012).


Gejala kekurangan kalium ditandai dengan mengerutnya daun terutama daun tua meski tidak merata, tepi dan ujung daun menguning yang kemudian menjadi bercak coklat. Bercak daun ini akhirnya gugur, sehingga daun tampak bergerigi dan akhirnya mati. Buah yang terbentuk tidak sempurna, kecil, kualitas jelek dan tidak tahan simpan. Cara penanganan kekurangan unsur kalium adalah dengan menambahkan pupuk kimia KCl (K=52%), NPK, MKP, serta pupuk daun kandungan K tinggi (Anonim a, 2012).
Gejala kekurangan sulfur ditandai dengan warna daun muda memudar (klorosis), berubah menjadi hijau muda, kadang-kadang tampak tidak merata, menguning atau keputih-putihan. Pertumbuhan tanaman terhambat, kerdil, berbatang pendek, dan kurus. Cara penanganan kekurangan unsur sulfur adalah dengan menambahkan pupuk kimia ZA (S=20%), Phonska (S=10%), serta pupuk daun yang mengandung unsur S (Anonim a, 2012).
Gejala kekurangan kalsium ditandai dengan pertumbuhan kuncup yang terhenti dan mati, pertumbuhan tanaman lemah dan merana, tepi daun muda mengalami klorosis, buah muda banyak yang rontok dan masak sebelum waktunya, warna buah kurang sempurna. Cara penanganan kekurangan
unsur kalsium adalah dengan menambahkan kapur dolomite (Ca=38%),     kalsium karbonat (Ca=90%), serta pupuk kalsium kandungan
Ca 80-99% (Anonim a, 2012).
Gejala kekurangan magnesium ditandai dengan daun tua yang semula hijau segar berubah menjadi kekuningan dan tampak pucat. Diantara tulang-tulang daun terjadi klorosis, warna berubah menguning dan terdapat bercak-bercak berwarna kecoklatan, sedangkan tulang daun tetap berwarna hijau. Cara penanganan kekurangan unsur magnesium adalah dengan menambahkan pupuk kimia kieserite, kapur dolomite (Mg=18%), serta pupuk daun yang mengandung unsur Mg   (Anonim a, 2012).



2.2 Toksisitas
Toksisitas adalah suatu keadaan yang menandakan adanya efek toksik/racun yang terdapat pada bahan sebagai sediaan single dose atau campuran. Toksisitas akut ini diteliti pada hewan percobaan yang menunjukkan evaluasi keamanan dari kandungan kimia untuk penggunaan produk rumah tangga, bahan tambahan makanan, kosmetik, obat-obatan, (Deisy dkk, 2010).
Uji toksisitas dilakukan untuk mendapatkan informasi atau data tentang toksisitas suatu bahan (kimia) pada hewan uji. Secara umum uji toksisitas dapat dikelompokkan menjadi uji toksisitas jangka pendek/akut, dan uji toksisitas jangka panjang. Uji toksisitas akut dimaksudkan untuk mendapatkan informasi tentang gejala keracunan, penyebab kematian, urutan proses kematian dan rentang dosis yang mematikan hewan uji (Lethal dose atau disingkat LD50) suatu bahan. Uji toksisitas akut merupakan efek yang merugikan yang timbul segera sesudah pemberian suatu bahan sebagai dosis tunggal, atau berulang yang diberikan
 dalam 24 jam (Deisy dkk, 2010).
Uji toksisitas akut dirancang untuk menentukan atau menunjukkan secara kasar median lethal dose (LD50) dari toksikan. LD50 ditetapkan sebagai tanda statistik pada pemberian suatu bahan sebagai dosis tunggal yang dapat menyebabkan kematian 50% hewan uji (Frank,1996). Jumlah kematian hewan uji dipakai sebagai ukuran untuk efek toksik suatu bahan (kimia) pada sekelompok hewan uji. Jika dalam hal ini hewan uji dipandang sebagai subjek, respon berupa kematian tersebut merupakan suatu respon diskretik. Ini berarti hanya ada dua macam respon yaitu ada atau tidak ada kematian (Deisy dkk, 2010).
Berbeda dengan gejala visual defisiensi, gangguan toksisitas hara cara pendekatannya hanya berdasarkan gejala visual pada daun tua dan daun dewasa. Marschner menyatakan bahwa gejala visual defisiensi jauh lebih spesifik sifatnya dari gejala visual toksisitas, karena toksik satu unsur hara mineral tertentu akan menginduksi defisiensi hara mineral yang lain. Diagnosis berdasarkan gejala visual di lapangan sangat komplek dan sulit terutama bila kejadian defisiensi lebih

dari satu hara mineral secara simultan atau defisiensi hara tertentu bersamaan dengan toksik hara yang lain. Misalnya pada tanah masam tergenang,
toksisitas Mn simultan dengan defisiensi Mg. Diagnosis akan semakin
komplek bila kekurangan atau toksik hara disertai dengan
adanya hama penyakit (Deisy dkk, 2010).

2.3 Gejala Defisiensi Hara Tanaman Kacang  Merah
2.4  Gejala Toksisitas Hara Tanaman Kacang  Merah
2.5 Upaya Pencegahan Defisiensi Dan Toksisitas Tanaman Kacang Merah
Fokus perhatian dalam diagnosis gangguan hara mineral berdasarkan analisis tanaman adalah menentukan nilai kritis defisiensi (“critical deficiency levels/CDL”) dan nilai kritis keracunan (“critical toxicity levels/CTL”) masing-masing hara mineral pada jaringan tanaman. Penentuan CDL diperlukan dalam kaitannya dengan rekomendasi saat pemupukan dilakukan. Pertumbuhan maksimum terjadi antara CDL dan CTL. Dalam prakteknya nilai CDL bukan merupakan satu titik nilai, melainkan merupakan suatu kisaran/range nilai. Biasanya nilai CDL didefiniskan sebagai suatu taraf dimana perumbuhan atau hasil 5 – 10% dibawah maksimum (Suwandi, 2009).
Nilai CDL dan CTL umumnya ditentukan berdasarkan atas percobaan dengan menumbuhkan tanaman pada kondisi lingkungan terkontrol dengan variasi suplai hara mineral dalam kisaran yang luas. Berdasarkan atas hasil percobaan tersebut kemudian hara mineral dalam jaringan tanaman dalam hubungannya dengan pertumbuhan dan hasil dikelompokkan menurut kisaran defisiensi, rendah, cukup, tinggi atau toksik (Wahid A S, 2003).
Misalnya untuk tanaman kedelai, Marschner (1986) menyebutkan kisaran defisien, rendah, cukup, tinggi dan toksik masing-masing untuk hara P, K dan Mn adalah seperti pada Tabel 4.Ketelitian hasil diagnosis sangat ditentukan oleh akuratnya informasi tambahan meliputi pH tanah, hasil analisis tanah, status air tanah, kondisi cuaca, riwayat pemberian pupuk, fungsida atau pestisida dan lain-lain (Marschner, 1986). Dalam beberapa kasus hasil diagnosis berdasarkan gejala visual dapat secara langsung digunakan sebagai rekomendasi pemupukan. Sebaliknya, sering pula terjadi hasil diagnosis gejala visual belum cukup untuk dapat merekomendasi-kan pemupukan sehingga diperlukan analisis tanaman         (Suwandi, 2009).
Langkah-langkah observasi dalam melakukan diagnosis berdasarkan gejala visual menurut Grundon (1987) adalah : a) pengumpulan informasi meliputi kondisi lingkungan tanaman seperti curah hujan dan suhu, waktu tanam, varietas yang ditanam, riwayat tindakan budidaya dan tipe tanah, b) pengamatan gejala, menyangkut bagian tanaman yang menampakkan gejala,Gangguan hara pada tanaman merupakan masalah utama bagi petani di dunia, di samping masalah-masalah penting lainnya. Sistem bertanam secara terus menerus dan meningkatnya intensitas tanam menyebabkan problem gangguan hara bertambah besar. Disatu pihak menyebabkan defisiensi hara tertentu dan dilain pihak menimbulkan toksisitas dimana pada daerah tersebut sebelumnya hara bukan merupakan suatu masalah. Dalam situasi seperti itu, petani-petani modern dan juga ilmuwan pertanian membutuhkan informasi untuk membantu mengambil keputusan apakah tanaman di lapangan mengalami gangguan hara atau tidak. Gejala defisiensi atau toksisitas hara umumnya dapat digunakan untuk maksud tersebut (Suwandi, 2009).
Gejala defisiensi atau toksisitas misalnya pada tanaman kacang hijau secara visual umumnya telah cukup membantu dalam mendiagnosis gangguan hara, terutama bila dilakukan oleh orang atau ahli yang sudah berpengalaman pada tanaman spesifik tertentu dan daerah tertentu dimana dia sudah biasa bekerja disana. Artinya adalah dituntut pengetahuan yang cukup dan ketelitian yang tinggi karena gejala gangguan hara bervariasi sangat besar tergantung atas spesies tanaman, kondisi lingkungan, umur tanaman dan kemiripan gejalanya dengan gangguan lain seperti infeksi penyakit, kerusakan oleh hama atau karena gangguan gulma          (Syafruddin, 2004).
Apabila tanaman seperti kacang hijau tidak dapat menerima hara yang cukup seperti yang dibutuhkan, maka pertumbuhannya akan lemah dan perkembangannya tampak abnormal. Pertumbuhan yang abnormal juga akan terjadi bila tanaman menyerap hara melebihi untuk kebutuhannya bermetabolisme. Diagonsis defisiensi dan tosksisitas hara pada tanaman dapat dilakukan dengan 2 pendekatan yaitu pendekatan dengan diagnosis gejala visual dan analisis tanaman (Syafruddin, 2004).

BAB III
METODOLOGI
3. 1Waktu dan Tempat
Praktikum defisiensi dan toksisitas dilaksanakan pada hari Jumat, 17 Mei 2013 Pukul 08.00 – 09.30 WITA di Screen House, Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin, Makassar.
3. 2 Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan pada praktikum defisiensi dan toksisitas yaitu patok,
Bahan–bahan yang digunakan adalah biji kacang merah, tanah, air, polybag 15 lembar, tanah, dan label.
3. 3 Prosedur Kerja
Praktikum gejala defisiensi dan toksisitas terhadap pertumbuhankedelai  dilakukan dengan cara:
1.    Menyiapkan alat dan bahan yang diperlukan.
2.  

Terimakasih Sobat,, sudah berkunjung, jangan lupa di like yah atau tinggalkan pesan anda di kolom facebook paling bawah.
Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

jadilah bagian dari seribu orang yang menyukai blog ini, dengan mengikuti kami di Laman Facebook. Budidaya Pertanian, mengenai kritik dan saran kami sangat mengharapkan demi sempurnanya informasi yang kami sampaikan
 
Support : Facebook: AL AZ ARI/'>Ari Sandria | Agronomi Template
Proudly powered by Blogger
Copyright © 2011. AGRONOMI UNHAS - All Rights Reserved
Template Design by Creating Website Published by Mas Template