Headlines News :
Home » » Keadaan agama dan Bahasa

Keadaan agama dan Bahasa

Written By Al Az Ari on Kamis, 09 Januari 2014 | 20.48




Keadaan agama dan Bahasa
a.       Agama
Agama yang dianut adalah “Sallang dalam dialek Konjo” yang artinya Islam. Dan Tuhan yang mereka yakini adalah Turie’a A’ra’na (Allah SWT).
Menurut Ammatoa, ada 4 rahasia Turie’a A’ra’na, yaitu :
1.      Leteanng Dalle’ : Titian rejeki.
2.      Bala Tannisanna - sanna : Bencana yang tak disangka-sangka.
3.      Sura’ Nikka : Surat nikah.
4.      Cappa’ Umuru : Ujung usia.
Mereka juga menjalankan shalat 5 waktu seperti dalam Pasang “ Je’ne Talluka, Sambayang Talatappu”, artinya “Jangan merusak Shalat dan melunturkan Wudhu”. Masjidnya berada di luar kawasan adat Ammatoa yang bertempat di dekat pintu gerbang kawasan adat tersebut. Masjid ditempatkan di luar kawasan adat karena mereka tidak ingin peradaban yang mereka miliki berbaur dengan peradaban yang lain eperti halnya manusia yang hidup di jaman modern pada umumnya. Demikian bentuk toleransi yang diberikan masyarakat adat Kajang dalam kawasan terhadap masyarakat luar kawasan, mesjid yang letaknya berada dekat pintu gergang kawasan Ammatoa lebih memudahkan masyarakat Kajang yang berada di dalam kawasan untuk beribadah. Adapun imam dalam kawasan adat yang disebut Kali yang juga sebagai perangkat tambahan dalam membantu tugas Ammatoa khusus dalam bidang keagamaan.
Bahkan sudah ada seorang warga kawasan adat Kajang Ammatoa yang telah menunaikan ibadah haji pada tahun 1990 pada saat A. Lolotonang menjadi Dirjen Haji di Jakarta yang diberikan secara gratis kepada Puto Jumali yang merupakan keluarga dari Ammatoa pada saat itu (*Galla Pantama).
-           Pernikahan
Masyarakat adat Kajang Ammatoa boleh menikah dengan sesama warga dalam kawasan adat maupun warga yang berada di luar kawasan adat tersebut dengan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan.
Prosedur pernikahan masyarakat adat Kajang Ammatoa dimulai dengan acara lamaran oleh wali pihak laki - laki kepada pihak perempuan, hal itu dikarenakan dalam silsilah keluarga garis keturunan menganut sistem Patrilinear  yang mengikuti darah ayahnya. Dalam acara lamaran tersebut, wali perempuan menanyakan silsilah keturunan calon mempelai laki-laki kepada walinya.
Adapun mahar yang berikan berdasarkan sissilah keturunan yang mempunyai adat tersendiri yaitu : Sunrang Tallu (3 ekor kerbau), Sunrang Kati (4 ekor kerbau), Sunrang Lima (5 ekor kerbau) dan Sunrang Tuju (7 ekor kerbau). Dimana Sunrang tadi berarti mahar. Apabila mahar yang berupa Sunrang beberapa ekor kerbau, maka banyaknya uang telah terpahamkan oleh pihak laki-laki. Sedangkan mas kawin berupa Lima Tai’ (untuk keluarga keturunan pemangku adat) dan Empat Tai’ (untuk masyarakat biasa).
Setelah itu, maka ditentukanlah hari resepsi pernikahan. Rangkaian resepsi pernikahan selama 2 hari 2 malam dengan konsep yang berlandaskan adat istiadat dan budaya Kajang Ammatoa secara turun-temurun. Adapun baju adat yang digunakan pada saat pernikahan yaitu Baju Pokki’ (baju pendek). Setelah resepsi pernikahan dan akan nikah berlangsung, maka kedua mempelai sudah sah menjadi pasngan suami isteri. Hal yang paling penting untuk mereka jaga adalah “Harus mempertahankan Hak dan Keturunan”.
Mengenai kawin lari, kedua pihak diterima apabila telah memenuhi persyaratan yang telah disetujui oleh kedua belah pihak dengan tetap menjadikan adat istiadat sebagai pedoman. Prosesi pernikahan pun sama dengan pernikahan seperti yang diterangkan di atas yaitu dari lamaran hingga resepsi pernikahan dan akhirnya sah menjadi pasangan suami isteri.
Adapun simbol bahwa di suatu rumah telah diadakan acara pernikahan yaitu diikatkannya tanduk kerbau pada tiang dalam rumah mereka. Berapa pun jumlah tanduk yang diikat, sekian kali pula pada rumah tersebut telah diadakan pernikahan. (*Galla Pantama).

-                 Kematian
Apabila ada keluarga yang meninggal, maka salah seorang keluarga yang ditinggalkan melaporkan kepada Ammatoa atau kepada Ombo (isteri Ammatoa) apabila Ammatoa sedang tidak berada di rumah. Khusus kepada keluarga yang ditinggalkan tidak boleh menangisi kepergiannya. Adapun kuburannya bersifat tradisional dan menggunakan nisan yang terbuat dari kayu dengan cara dipahat. Setelah sepeninggalnya , keluarga yang ditinggalkan mengadakan acara :
1.        Mappilo (meratap apabila ada keluarga yang meninggal). Akan tetapi jenazah baru boleh ditangisi pada saat setelah dikuburkan.
2.        Pa’nganro (upacara keselamatan) dilaksanakan setelah tiga bulan meninggalnya.
3.        Asse’re-se’re/ A’dunga’ (berkumpul-kumpul) dilaksanakan selama 100 hari meninggalnya.
4.        A’dangang selama 2 hari 2 malam, dilaksanakan setelah mengadakan Asse’re-se’re/ A’dunga’.
5.        Andingingi yaitu tolak bala dengan meminta pertolongan kepada Turie’a’ra’na (dilaksanakan setelah A’dangang). Andingingi juga kerap kali dilakukan pada acara-acara syukuran setelah musim panen, apabila ada musibah atau wabah penyakit (*Galla Pantama.
Adapun teori Pasang adalah sebagai berikut :
1.    A’bulo Sibatang  
2.    A’lemo Sibatu
3.    Tallang Sipahua
4.    Manyu Siparampe
5.    Mate Siroko
6.    Bunting Sipabasa
7.    Amminahang ri Ajang
Dimana kesemuanya itu bermakna sama yaitu gotong royong dan saling tolong menolong.
Ajaran tallasa kamase-masea juga merupakan sebuah Pasang. Pasang untuk tidak mengunakan alas kaki. Pasang dalam artian ‘Sederhana’ dalam hal ini tidak menggunakan alas kaki, tidak menggunakan alat telekomunikasi, tinggal di kawasan adat yang tidak memiliki akses jalan dan listrik yang memadai, serta hidup dari alam. Sementara anatomi subtil dari pemahaman kamase-masea tidak dipahami secara maksimal. Pasang menjadi landasan atau pedoman masyarakat Desa Tana Toa sehingga tercipta perilaku yang baik adalah “Kitta’ (Kitab) dan Pasang (Pesan)” Kajang Ammatoa yang memegang prinsip Tallasa Kamase-masea berbasis Pasang yang menekankan tentang :
1.      Mengekang hawa nafsu
2.      Menaati aturan
3.      Jujur
4.      Tegas
5.      Sabar
6.      Merendahkan diri
7.      Tidak cinta materi
8.      Pasrah kepada Ilahi
Pasang yang paling dijaga oleh masyarakat adat Kajang Ammatoa yaitu :
Parakai Lino A’rurung Bonena
Kammaya Tompa Langika
Siagang Rupa Taua
Siagang Boronga
Artinya :
Peliharalah bumi beserta isinya
Demikian pula langit
Demikian pula manusia
Demikian pula hutan

b.      Bahasa
Umumnya bahasa yang digunakan adalah bahasa daerah berdialek Konjo. Karena sebagian besar dari kami tidak mengerti bahasa tersebut, maka kami agak sedikit susah di dalam menggali informasi, namun itu tidak menyusutkan semangat kami dalam hal pencarian informasi akan tetapi menjadi motifasi dalam pengkajian dan pencarian informasi selama di sana. Ada pun Galla Pantama dan anak dari  Ammatoa (Ramlah) yang tahu berbahasa Indonesia, jadi merekalah yang menerjemahkan apa yang disampaikan oleh Ammatoa.

tabe berkomentarki di bawah...


Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

jadilah bagian dari seribu orang yang menyukai blog ini, dengan mengikuti kami di Laman Facebook. Budidaya Pertanian, mengenai kritik dan saran kami sangat mengharapkan demi sempurnanya informasi yang kami sampaikan
 
Support : Facebook: AL AZ ARI/'>Ari Sandria | Agronomi Template
Proudly powered by Blogger
Copyright © 2011. AGRONOMI UNHAS - All Rights Reserved
Template Design by Creating Website Published by Mas Template