STRUKTUR LEMBAGA ADAT
Dengan
strukturisasi tersebut, Ammatoa menempati pucuk pimpinan.
- Ammatoa sebagai pimpinan.
- Karaeng Tallu (Penasehat) yang meliputi : Karaeng La’biria (Karaeng Kajang : Camat Kajang), Sulehatang (Kepala Kelurahan), Moncong Buloa (Karaeng Tambangan).
3.
Ammatoa didampingi dua orang Anrong
(ibu) masing - masing Anrongta ri Pangi dan Anrongta ri Bungki. Anrongta
ri Pangi bertugas melantik Ammatoa. Selain itu, dalam sistem politik
tradisional yang berlaku di Kajang, Ammatoa juga dibantu oleh yang disebut
sebagai Ada’ Lima Karaeng Tallu.
- Ada’ Limayya yang terbagi atas dua adat.
Pertama
: Tana Lohea yang terdiri dari Galla Anjuruk, Galla Ganta, Galla
Sangkala, Galla Sopa’ dan Galla Bantalang
Kedua
: Tana Kekkesea yang memiliki beberapa tanggung jawab penting dalam
masyarakat adat meliputi : Galla Lombo’ (memiliki tugas menerima tamu
dan mengutus utusan untuk mengikuti upacara adat, baik di tingkat kabupaten
maupun tingkat nasional. Posisi Galla Lombo’ selalu diisi oleh
Kepala Desa Tana Toa). Galla Pantama (mengurusi masalah pertanian),
Galla Kajang (mengurus masalah ritual), Galla Puto (bertindak sebagai
juru bicara Ammatoa). Galla Malleleng (mengurusi masalah
kebutuhan ikan untuk digunakan pada acara adat).
- Perangkat tambahan yang membantu tugas Ammatoa : Galla Jo’jolo, Galla Tu Toa Sangkala, Tu Toa Ganta’, Anrong Guru, Kadaha, Karaeng Pattongko’, Lompo Karaeng, Lompo Ada’, Loha, Kammula, Kali (Imam), dan Panre (Pandai Besi).
Strukturalisasi tersebut jelas
menunjukkan bahwa Ammatoa memiliki dua fungsi, yakni pemimpin adat dan
pemerintahan. Namun dalam praktiknya, Ammatoa sekedar memiliki fungsi
dalam aspek spiritual. Camat Kajang yang semestinya dilantik oleh Ammatoa kini
tidak lagi. Bahkan sebaliknya, Camat Kajang yang semestinya.
Proses Pemilihan Ammatoa
Dalam pemimpinan adat di Kawasan Adat Ammatoa,
ditunjuk seorang pimpinan yang disebut Ammatoa (pemimpin tertua), lalu di
bawahnya ada pemangku adat lain sesuai dengan bidangnya masing - masing. Dalam
pertemuan antara berbagai elemen itu, soal utama yang dibahas adalah munculnya
dua Ammatoa. Saat itu ada dua orang yang mengaku menjadi Ammatoa, yaitu Puto
Palasa dan Puto Bekkong.
Pertemuan dipandu oleh pemangku adat yang bergelar Galla,
yaitu Galla Lombo’. Sebelumnya, ia menjelaskan mengenai aturan dalam pasang
ri Kajang dalam proses pemilihan Ammatoa. Di sana dikatakan bahwa yang
berhak mendapat gelar Ammatoa adalah yang sanggup melewati proses pengangkatan
yang terdiri dari empat tahapan.
Dalam kesaksian salah satu pemangku adat, empat tahapan itu
sudah dilalui oleh keduanya. Dalam proses itu Puto Palasa yang berhasil melalui
empat tahapan. Sementara Puto Bekkong, tidak sampai mengikuti seluruh tahapan.
Oleh karena itu, secara hukum adat Kajang, yang berhak menjabat Ammatoa adalah
Puto Palasa yang usianya lebih muda dari Puto Bekkong. Dari hasil ini
diputuskan bahwa Puto Palasa yang berhak menjadi Ammatoa.
Beberapa hari sebelumnya telah berlangsung pertemuan serupa,
dihadiri para pemangku adat butta Kajang. Dengan disaksikan warga komunitas
adat Kajang dan unsur pemerintah setempat, pertemuan tersebut berusaha mencari
solusi dualisme Ammatoa.
Pertemuan itu berupaya membahas duduk perkara terjadinya
dualisme dan mendamaikan dua kubu yang bersengketa, antara pihak Puto Bekkong
dan Puto Palasa (keduanya merasa sebagai Ammatoa).
Akhirnya, setelah melewati urun rembug yang menyita waktu
hampir enam jam, disepakati yang menjadi Ammatoa adalah Puto Bekkong. Keputusan
tersebut diambil berdasarkan pengakuan Anrongta ri Pangi, orang yang berhak
melantik Ammatoa. Dalam pengakuannya, ia mengatakan:
Oh anakku ia ngngase irate nasaba maimmi kulanti’ Ammatoa
siurang atorang riolo mariolo, iamintu i Puto Bekkong. Kuerai nupalekkoki
nanutimbahoi, nasaba malla inakke allese riatorang riolo mariolo. Inakke
tanggung jawa’ ri lino, sambenna ri allo ri boko saba tojeng nasiurang
kalambusang, kupaingakko anak.Lambusukko nu karaeng. Pissonaku nu
guru.
Gattangko nu ada. Sabbarakko nusanro. Salama’ kointu ri lino sambenna ri allo ri book Ako jamai’i punna tania jamannu.
Gattangko nu ada. Sabbarakko nusanro. Salama’ kointu ri lino sambenna ri allo ri book Ako jamai’i punna tania jamannu.
Artinya:
Hai anakku, berdasarkan aturan yang berlaku turun temurun, dengan ini sudah saya lantik yaitu Puto Bekkong sebagai Ammatoa. Saya tidak menyeleweng dari aturan nenek moyang kita. Saya bertanggung jawab di dunia dan akhirat atas apa yang sudah saya lakukan. Saya ingatkan kamu anakku: Lurus dalam memerintah. Pasrah seperti ulama. Tegas pada aturan adat. Sabar seperti orang yang berilmu tinggi. Niscaya kamu akan selamat di dunia dan akhirat kelak. Jangan mengerjakan hal yang bukan pekerjaanmu.
Hai anakku, berdasarkan aturan yang berlaku turun temurun, dengan ini sudah saya lantik yaitu Puto Bekkong sebagai Ammatoa. Saya tidak menyeleweng dari aturan nenek moyang kita. Saya bertanggung jawab di dunia dan akhirat atas apa yang sudah saya lakukan. Saya ingatkan kamu anakku: Lurus dalam memerintah. Pasrah seperti ulama. Tegas pada aturan adat. Sabar seperti orang yang berilmu tinggi. Niscaya kamu akan selamat di dunia dan akhirat kelak. Jangan mengerjakan hal yang bukan pekerjaanmu.
Ok…. Semoga dapat membantu…. Silahkan berkomentar di kolom fb,, paling
bawah…
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !