Headlines News :
Home » » Mengenal Pak Harto

Mengenal Pak Harto

Written By Al Az Ari on Minggu, 01 Desember 2013 | 01.34


Suharto lahir di Kemusuk, Argomulyo, Yogyakarta, 8 Juni 1921, dari keluarga petani yang menganut kejawen. Keyakinan keluarganya ini kelak terus dipeliharanya hingga hari tua. Karirnya diawali sebagai karyawan di sebuah bank pedesaan, walau tidak lama.
Dia sempat juga menjadi buruh dan kemudian menempuh karir militer pertama kali sebagai prajurit KNIL yang berada di bawah kesatuan tentara penjajah Belanda. Saat Jepang masuk di tahun 1942, Suharto bergabung dengan PETA. Ketika Soekarno memproklamirkan kemerdekaan, Soeharto bergabung dengan TKR.
Zemanta Related Posts ThumbnailSalah satu ‘prestasi’ kemiliteran Suharto yang sering digembar-gemborkannya semasa dia berkuasa adalah Serangan Umum 1 Maret 1949 atas Yogyakarta. Bahkan ‘prestasi’ ini sengaja difilmkan dengan judul ‘Janur Kuning’ (1979) yang memperlihatkan jika serangan umum itu diprakarsai dan dipimpin langsung oleh Letkol Suharto. Padahal, sesungguhnya serangan umum itu diprakarsai Sultan Hamengkubuwono IX. Hamengkubuwono IX lah yang memimpin serangan umum melawan Belanda. Hamengkubuwono IX adalah seorang nasionalis yang memiliki perhatian terhadap nasib rakyatnya, karena itu ia tidak mau untuk di jajah. (lihat biografi Sultan Hamengkubuwono IX).
Pada 1959, Suharto yang kala itu menjabat sebagai Pangdam Diponegoro dipecat oleh Nasution dengan tidak hormat karena Suharto telah menggunakan institusi militernya untuk mengumpulkan uang dari perusahaan-perusahaan di Jawa Tengah. Suharto kala itu juga ketahuan ikut kegiatan ilegal berupa penyelundupan gula dan kapuk bersama Bob Hasan dan Liem Sioe Liong.
Untuk memperlancar penyelundupan ini, didirikan prusahaan perkapalan yang dikendalikan Bob Hasan. Konon, dalam menjalankan bisnis haramnya ini, Bob menggunakan kapal-kapal ‘Indonesian Overseas’ milik C.M. Chow. Siapa C.M. Chow ini? Dia adalah agen ganda. Pada 1950 dia menjadi agen rahasia militer Jepang di Shanghai. Tapi dia pun kepanjangan tangan Mao Tse Tung, dalam merekrut Cina perantauan dari orang Jepang ke dalam jaringan komunis Asia.
Pada 1943, Chow ditugasi Jepang ke Jakarta. Ketika Jepang hengkang dari Indonesia, Chow tetap di Jakarta dan membuka usaha perkapalan pertama di negeri ini. Chow bukan saja membina WNI Cina di Jawa Tengah dan Timur, namun juga di Sumatera dan Sulawesi. Salah satu binaannya adalah ayah Eddy Tansil dan Hendra Rahardja yang bermarga Tan. Tan merupakansleeping agent Mao di Indonesia Timur. Pada pertengahan 1980-an, Hendra Rahardja dan Liem Sioe Liong mendirikan sejumlah pabrik di Fujian, Cina (Siapa Sebenarnya Suharto; Eros Djarot; 2006).
Nasution kala itu sangat marah sehingga ingin memecat Suharto dari AD dan menyeretnya ke Mahkamah Militer, namun atas desakan Gatot Subroto, Suharto dibebaskan dan akhirnya dikirim ke SSKAD (Sekolah Staf dan Komando Angkatan Darat). Selain Nasution, Yani juga marah atas ulah Suharto dan di kemudian hari mencoret nama Suharto dari daftar peserta pelatihan di SSKAD, yang mana hal ini membuat Suharto dendam sekali terhadap Yani. Terlebih Amad Yani adalah anak kesayangan Bung Karno.
Kolonel Pranoto Rekso Samoedro diangkat sebagaiPangdam Diponegoro menggantikan Suharto. Pranoto, sang perwira ‘santri’, menarik kembali semua fasilitas milik Kodam Diponegoro yang dipinjamkan Suharto kepada para pengusaha Cina untuk kepentingan pribadinya. Suharto sangat sakit hati dan dendam terhadap Pranoto, juga terhadap Nasution dan Yani.
Di SSKAD, Suharto dicalonkan untuk menjadi Ketua Senat. Namun DI. Panjaitan menolak keras dengan menyatakan dirinya tidak percaya dengan Suharto yang dinilainya tidak bisa dipercaya karena mempunyai banyak catatan kotor dalam kair militernya, antara lain penyelundupan bersama para pengusaha Cina dengan dalih untuk membangun kesatuannya, namun yang terjadi adalah untuk memperkaya dirinya.
Atas kejadian itu Suharto sangat marah. Bertambah lagi dendam Suharto, selain kepada Nasution, Yani, Pranoto, kini Panjaitan. Aneh tapi nyata, dalam peristiwa 1 Oktober 1965, musuh-musuh Suharto-Nasution, Yani, dan Panjaitan-menjadi target pembunuhan, sedangkan Suharto sendiri yang merupakan orang kedua di AD tidak masuk dalam daftar kematian.
Dan ketika Yani terbunuh, Bung Karno mengangkat Pranoto Rekso Samudro sebagai Kepala Staf AD, namun Pranoto dijegal oleh Suharto sehingga Suhartolah yang mengambil-alih kepemimpinan AD, sehingga untuk menghindari pertumpahan darah dan perangsaudara-karena Siliwangi di Jawa Barat (Ibrahim Adjie) dan KKO (Marinir) di Jawa Timur telah bersumpah untuk berada di belakang Soekarno dan jika Soekarno memerintahkan untuk ‘menyapu’ kekuatan Suharto di Jakarta, maka mereka menyatakan siap untuk berperang-maka Soekarno melantik Suharto sebagai Panglima AD pada 14 Oktober 1965. (1) .

suharto_nembak
Pasca Perang Dunia II, AS melihat Rusia sebagai satu-satunya pihak yang bisa menghalangi hegemoninya atas dunia. Diluncurkanlah Marshall Plan sebagai upaya membendung pengaruh komunisme yang kian lama kian meluas, dari Eropa Timur ke arah Asia Selatan, sebuah wilayah yang sangat strategis dari sisi perdagangan dunia dan geopolitik, juga sangat kaya dengan sumber daya alam dan juga manusianya. AS sangat cemas jika wilayah tersebut dikuasai Soviet. Dari semua negeri di wilayah itu, Indonesia-lah negara yang paling strategis dan paling kaya. AS sangat paham akan hal ini, sebab itu di wilayah ini Indonesia merupakan satu-satunya wilayah yang disebut dalam Marshall Plan.
Namun untuk menundukkan Indonesia, AS jelas kesulitan karena negeri ini tengah dipimpin oleh seorang yang sukar diatur, cerdas, dan licin. Dialah Bung Karno. Tiada jalan lain, orang ini harus ditumbangkan, dengan berbagai cara. Sejarah telah mencatat dengan baik bagaimana CIA ikut terlibat langsung berbagai pemberontakan terhadap kekuasaan Bung Karno. CIA juga membina kader-kadernya di bidang pendidikan (yang nantinya melahirkan Mafia Berkeley), mendekati dan menunggangi partai politik demi kepentingannya (antara lain lewat PSI), membina sel binaannya di ketentaraan (local army friend) dan sebagainya. Setelah berkali-kali gagal mendongkel Bung Karno dan bahkan sampai hendak membunuhnya, akhirnya pada paruh akhir 1965, Bung Karno berhasil disingkirkan.
Setelah peristiwa 1 Oktober 1965, secarade facto, Jenderal Suharto mengendalikan negeri ini. Pekan ketiga sampai dengan awal 1966, Jenderal Suharto menugaskan para kaki tangannya membantai mungkin jumlahnya mencapai jutaan orang. Mereka yang dibunuh adalah orang-orang yag dituduh kader atau simpatisan komunis (PKI), tanpa melewati proses pengadilan yangfair. Media internasional bungkam terhadap kejahatan kemanusiaan yang melebihi kejahatan rezim Polpot di Kamboja ini, karena memang AS sangat diuntungkan.
Jatuhnya Bung Karno dan naiknya Jenderal Suharto dirayakan dengan penuh suka cita oleh Washington. Bahkan Presiden Nixon menyebutnya sebagai “Hadiah terbesar dari Asia Tenggara”. Satu negeri dengan wilayah yang sangat strategis, kaya raya dengan sumber daya alam, segenap bahan tambang, dan sebagainya ini telah berhasil dikuasai dan dalam waktu singkat akan dijadikan ‘sapi perahan’ bagi kejayaan imperialisme Barat.
Benar saja, Nopember 1967, Jenderal Suharto menugaskan satu tim ekonom pro-AS menemui para’bos’ Yahudi Internasional di Swiss. Disertasi Doktoral Brad Sampson, dariNorthwestern UniversityASmenelusuri fakta sejarah Indonesia di awal Orde Baru. Prof. Jeffrey Winters diangkat sebagai promotornya. Indonesianis asal Australia, John Pilger dalamThe New Rulers of The World, mengutip Sampson dan menulis:
“Dalam bulan November 1967, menyusul tertangkapnya ‘hadiah terbesar’ (istilah pemerintah AS untuk Indonesia setelah Bung Karno jatuh dan digantikan oleh Soeharto), maka hasil tangkapannya itu dibagi-bagi. The Time Life Corporation mensponsori konferensi istimewa di Jenewa, Swiss, yang dalam waktu tiga hari membahas strategi pengambil-alihan Indonesia.
Para pesertanya terdiri dari seluruh kapitalis yang paling berpengaruh di dunia, orang-orang seperti David Rockefeller. Semua raksasa korporasi Barat diwakili perusahaan-perusahaan minyak dan bank, General Motors, Imperial Chemical Industries, British Leyland, British American Tobacco, American Express, Siemens, Goodyear, The International Paper Corporation, US Steel, ICI, Leman Brothers, Asian Development Bank, Chase Manhattan, dan sebagainya.”
Di seberang meja, duduk orang-orang Soeharto yang oleh Rockefeller dan pengusaha-pengusaha Yahudi lainnya disebut sebagai ‘ekonom-ekonom Indonesia yang korup’.
“Di Jenewa, Tim Indonesia terkenal dengan sebutan ‘The Berkeley Mafia’ karena beberapa di antaranya pernah menikmati beasiswa dari pemerintah Amerika Serikat untuk belajar di Universitas California di Berkeley. Mereka datang sebagai peminta-minta yang menyuarakan hal-hal yang diinginkan oleh para majikannya yang hadir. Menyodorkan butir-butir yang dijual dari negara dan bangsanya. Tim Ekonomi Indonesia menawarkan: tenaga buruh yang banyak dan murah, cadangan dan sumber daya alam yang melimpah, dan pasar yang besar.”
Masih dalam kutipan John Pilger, “Pada hari kedua, ekonomi Indonesia telah dibagi sektor demi sektor.” Prof. Jeffrey Winters menyebutnya, “Ini dilakukan dengan cara yang amat spektakuler.”
“Mereka membaginya dalam lima seksi: pertambangan di satu kamar, jasa-jasa di kamar lain, industri ringan di kamar satunya, perbankan dan keuangan di kamar yang lain lagi; yang dilakukan oleh Chase Manhattan duduk dengan sebuah delegasi yang mendiktekan kebijakan-kebijakan yang dapat diterima oleh mereka dan para investor lainnya. Kita saksikan para pemimpin korporasi besar ini berkeliling dari satu meja ke meja lainnya, mengatakan, ‘Ini yang kami inginkan, itu yang kami inginkan, ini, ini, dan ini.’ Dan mereka pada dasarnya merancang infrastruktur hukum untuk berinvestasi. Tentunya produk hukum yang sangat menguntungkan mereka. Saya tidak pernah mendengar situasi seperti itu sebelumnya, di mana modal global duduk dengan wakil dari negara yang diasumsikan sebagai negara berdaulat dan merancang persyaratan buat masuknya investasi mereka ke dalam negaranya sendiri.”
Freeportmendapatkan gunung tembaga di Papua Barat (Henry Kissinger, pengusaha Yahudi AS, duduk dalam Dewan Komisaris). Sebuah konsorsium Eropa mendapatkan Nikel di Papua Barat. Sang raksasa Alcoa mendapatkan bagian terbesar dari bauksit Indonesia. Sekelompok perusahaan Amerika, Jepang, dan Perancis mendapatkan hutan-hutan tropis di Kalimantan, Sumatera, dan Papua Barat.
Sebuah undang-undang tentang penanaman modal asing yang dengan terburu-buru disodorkan kepada Presiden Soeharto membuat perampokan negara yang direstui pemerintah itu bebas pajak untuk lima tahun lamanya. Oleh Suharto, rakyat dijejali dengan propaganda pembangunan, Pancasila, dantrickle down effect terhadap peningkatan kesejahteraannya, tapi fakta yang terjadi di lapangan sesungguhnya adalah proses pemiskinan bangsa secara sistematis yang dilakukan rezim Suharto. (bersambung/rd)

PAK HARTO DI MATA DUNIA
Di balik wajahnya yang murah senyum, Pak Harto memiliki sikap tegas. Dengan ketegasannya, ia menjadi disegani. Bahkan, ia sering dijadikan tempat bertanya oleh sebagian pemimpin negara, terutama ASEAN.


Dalam menjalin hubungan dengan bangsa lain, Pak Harto secara konsisten menerapkan politik luar negeri yang bebas dan aktif. Ia tidak ingin terperangkap dalam konflik kekuatan besar dunia. Tak berlebihan jika Pak Harto pernah dinobatkan sebagai Ketua Gerakan Non-Blok (GNB).

Tak hanya di situ, dalam berbagai kesempatan, termasuk di depan Sidang Majelis Umum PBB di New York, Pak Harto selalu mengedepankan kebijakan politik luar negeri Indonesia yang bebas dan aktif.

Ia menilai kebijakan ini paling tepat untuk menjaga kemandirian dan kemerdekaan nasional secara terhormat. Juga untuk memberikan kontribusi bagi perdamaian, kestabilan, dan keadilan dunia.

Kebijakan politik luar negeri itu melapangkan jalan untuk membangun kerja sama aktif dengan negara-negara di dunia yang mendambakan perdamaian, mengatasi secara bersama segala permasalahan demi mewujudkan keadilan, dan kemakmuran bagi seluruh umat manusia.

Pandangan dan sikap ini tercermin di dalam kebijakan pemerintahannya dalam membangun persahabatan yang tulus dan kerja sama yang saling memberi manfaat dengan semua negara, tanpa membedakan sistem politik dan sosial.

Itulah sebabnya, di masa awal pemerintahannya, HM Soeharto langsung membuat gebrakan dengan memasukkan kembali Indonesia ke pangkuan PBB. Ia juga membuka kembali hubungan diplomatik dengan Malaysia dan Singapura yang putus selama era konfrontasi 1964.

Setelah membawa kembali Indonesia ke dalam PBB, Pak Harto memelopori berdirinya GNB dan selanjutnya terbentuknya APEC (Kerja sama Ekonomi Asia Pasifik) dan kelompok 15 negara berkembang (G-15).

Di era pemerintahan Pak Harto, Indonesia juga aktif berperan di Organisasi Konferensi Islam (OKI) dan Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak (OPEC).

Di kawasan Asia Tenggara, Pak Harto berperan sangat besar dalam pembentukan kerja sama non-militer yang bernama ASEAN. Semula, ASEAN hanya beranggotakan lima negara, kemudian dalam perkembangannya bertambah menjadi sepuluh negara.

Atas sumbangan besarnya itu, Jakarta disepakati sebagai tuan rumah Sekretariat Jenderal ASEAN.

Melalui ASEAN, diupayakan terciptanya ketenteraman, rasa aman, kemajuan, kesejahteraan, dan kebahagian bersama bagi segenap rakyat di kawasan ini. ASEAN menjadi kawasan yang damai, bebas, dan netral. Ini menjadi konsensus bersama di antara negara-negara anggotanya.

Dalam kerangka ASEAN, Indonesia mengedepankan konsep wawasan ketahanan nasional. Karena diyakini dengan tercapainya ketahanan nasional di masing-masing anggota ASEAN, akan terwujud ketahanan regional. Inilah yang selalu ditekankan Pak Harto demi menciptakan sebuah pakta non-militer yang disegani di dunia.

Selaku Ketua GNB, Pak Harto juga selalu memperjuangkan dunia yang adil di berbagai forum internasional. Pak Harto tidak segan-segan mengritik ketidakadilan sikap negara-negara maju yang mengabaikan kepentingan negara-negara miskin dan berkembang.

Contoh paling nyata adalah ketika Indonesia mendukung perjuangan rakyat Palestina atas penindasan Israel dan rakyat Bosnia Herzegovina yang menjadi sasaran pembantaian rezim di Serbia.

Berpulangnya Pak Harto tak hanya membuat segenap bangsa Indonesia bersedih, tapi juga membuat negara-negara lain di dunia kehilangan sosok pemersatu dan pejuang keadilan.

Bahkan, ketika Sang Jenderal Besar itu terbaring lemah di Rumah Sakit Pusat Pertamina, sejumlah sahabatnya di ASEAN datang menjenguk. Mantan PM Malaysia Dr Mahathir Mohamad, mantan PM Singapura Lee Kuan Yew, Sultan Hasanal Bolkiah dari Brunei Darussalam, mantan PM Kamboja Pangeran Ranaridh, dan Ketua Parlemen Filipina Jose de Vinicia Jr menjenguk serta mendoakan The Smiling General.

Ini membuktikan betapa Pak Harto sangat dihargai dan dirindukan. Bukan saja oleh sebagian besar rakyat Indonesia, tapi juga para pemimpin dunia.
Selamat jalan, Pak Harto.[I3]

(dikutip dari beberapa sumber)
KISAH Cinta Pak Harto dan Bu Tien telah teruji waktu. Cinta mereka telah melewati tiga zaman, zaman perang kemerdekaan Republik Indonesia, zaman Orde Lama dan Orde Baru. Selama hampir 49 tahun mereka tak terpisahkan, dan akhirnya maut yang bisa memisahkan. 
Mereka pertama kali bertemu ketika masih kanak-kanak, kemudian hari saat telah dewasa mereka dipertemukan lagi dalam sebuah perjodohan. Tidak ada yang menyangka seorang Soeharto yang anak seorang petani bisa bersanding dengan Siti Hartinah yang anak bangsawan. 
Memang mereka dipersatukan dalam sebuah pernikahan dengan cara dijodohkan. Tetapi mereka berhasil menumbuhkan cinta dan memupuk cinta mereka selama hampir setengah abad. Dengan falsafah cinta mereka yang berlatar belakang budaya Jawa berhasil mempertahankan perkawinan sampai akhir hayat. 
Cinta mereka dikaruniai enam orang anak, tiga perempuan dan tiga laki-laki, yakni Siti Hardijanti Indra Rukmana, Sigit Harjojudanto, Bambang Trihatmojo, Siti Hediati Harijadi, Hutomo Mandala Putra, dan yang terakhir Siti Hutami Endang Adiningsih. 
Bu Tien adalah istri seorang prajurit yang pernah merasakan masa-masa genting meletusnya Gerakan 30 September 1965. Dimana beliau tampil sebagai pendorong dan pendamping suami yang paling kokoh, memperhatikan langkah-langkah dan tindakan yang akan diambil suaminya dalam mencermati keadaan yang bergerak cepat. Untuk membubarkan organisasi Partai Komunis Indonesia (PKI) lalu Era baru kehidupan berbangsa pun di mulai. 
Sebagai suami istri yang sama-sama berasal dari Jawa dan kental pendidikan budaya Jawa, mereka sangat memegang teguh falsafah Jawa dalam menjalani kehidupan keluarga, menganut setia tradisi leluhurnya. 
Inilah falsafah cinta Pak Harto dan Bu Tien yang membuat mereka mampu menjaga cinta mereka sampai akhir hayat. Seperti di katakan Pak Harto "Perkawinan kami tidak di dahului dengan cinta-cintaan seperti yang dialami oleh anak muda di tahun delapan puluhan. Kami berpegang pada pepatah "witing tresna jalaran saka kulina", datangnya cinta karena bergaul dari dekat. 
Karena yakin bahwa cinta itu datang karena terbiasa bersama, mereka selalu menyempatkan diri merayakan setiap ulang tahun kelahiran dan ulang tahun pernikahan mereka. 
Dalam budaya Jawa Istri disebut estri, yang harus mampu mendorong suami membantu pertimbangan-pertimbangan terutama saat jiwa semangat sedang melemah. Keputusan suami yang dianggapnya baik apalagi untuk kepentingan bangsa dan negara didukung sepenuhnya. 
Pak Harto dan Bu Tien selalu berprinsip "aja dumeh" yang artinya jangan mentang-mentang selalu ditanamkan Pak Harto. Beliau pernah berkata, "Saya di rumah di antara istri dan anak-anak merasa sebagai orang biasa, hanya secara kebetulan diberi kepercayaan rakyat untuk memimpin negara ini sebagai presiden, Kebetulan saya dipilih enam kali, lima tahun, lima tahun setelah itu berhenti" ujarnya. 
Pak Harto juga selalu mengingatkan keluarga dan anak-anaknya "Kamu jangan selalu menempatkan diri seolah-olah keluarga atau anak Presiden. Jabatan Presiden hanya berlaku lima tahun. Kalau sudah lima tahun, kamu itu hanya anaknya Soeharto dan Ibu Harto, bukan anak Presiden lagi."
Selain itu Pak Harto juga mengingatkan dengan falsafah "mikul dhuwur mendhem jero" yang artinya menjunjung tinggi-tinggi, membenamkan dalam-dalam. Mikul dhuwur arti yang lebih dalam menghormati orang tua dan menjunjung tinggi nama baik orang tua. Mendhem jero yang artinya segala kekurangan orang tua tidak perlu ditonjolkan apalagi ditiru kekurangan itu harus di kubur sedalam-dalamnya. 
Pada Senin, 29 April 1996, air mata Pak Harto untuk Bu Tien istri tercinta, dengan kepergian Bu Tien untuk selama-lamanya dengan tiba-tiba sangat memukul dirinya. setelah bersama selama hampir setengah abad lamanya sejak menikah akhir tahun 1947. Pada 9 November 1996, 7 bulan setelah wafatnya istri yang di cintainya Pak Harto tetap menunjukkan cintanya meski maut telah memisahkan mereka berdua. Beliau menyetujui pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Bu Tien. 
Sejak lengsernya Pak Harto dari kursi presiden 1998, kesehatan beliau mulai turun sering keluar masuknya rumah sakit. Pada 27 Januari 2008 merupakan tahun tutup usianya, setelah mengalami melemahnya fungsi jantung dan ginjal. Rasa cinta anak-anak, cucu-cucu hingga cicit, mereka melepas kepergian Pak Harto dalam adat Jawa, tradisi melewati bawah peti jenazah sebanyak tiga kali searah jarum jam bermakna sebagai penghormatan terhadap keluarga. Inilah akhir kisah cinta sejati Pak Harto dan Bu Tien yang seharusnya menjadi contoh teladan bagi kita semua. POL
- See more at: http://pelitaonline.com/untold-stories/2013/10/07/kisah-cinta-fenomenal-pak-harto-dan-ibu-tien#.Us5sffs6J0s
Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

jadilah bagian dari seribu orang yang menyukai blog ini, dengan mengikuti kami di Laman Facebook. Budidaya Pertanian, mengenai kritik dan saran kami sangat mengharapkan demi sempurnanya informasi yang kami sampaikan
 
Support : Facebook: AL AZ ARI/'>Ari Sandria | Agronomi Template
Proudly powered by Blogger
Copyright © 2011. AGRONOMI UNHAS - All Rights Reserved
Template Design by Creating Website Published by Mas Template