BAB I PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Pestisida alami adalah suatu pestisida yang bahan dasarnya berasal dari alam seperti tumbuhan. Pestisida alami merupakan pemecahan jangka pendek untuk mengatasi masalah hama dengan cepat Pestisida nabati bersifat ramah lingkungan karena bahan ini mudah terdegradasi di alam, sehingga aman bagi manusia maupun lingkungan (Cheng dan Hanlon, 1985; Kardinan, 1999). Selain itu pestisida nabati juga tidak akan mengakibatkan resurjensi maupun dampak samping lainnya, justru dapat menyelamatkan musuhmusuh alami (Untung, 1993).
Pestisida nabati merupakan produk alam dari tumbuhan seperti daun, bunga, buah, biji, kulit, dan batang yang mempunyai kelompok metabolit sekunder atau senyawa bioaktif (Anonim, 1994). Beberapa tanaman telah diketahui mengandung bahan-bahan kimia yang dapat membunuh, menarik, atau menolak serangga. Beberapa tumbuhan menghasilkan racun, ada juga yang mengandung senyawa-senyawa kompleks yang dapat mengganggu siklus pertumbuhan serangga, sistem pencernaan, atau mengubah perilaku serangga (Supriyatin dan Marwoto, 2000).
Secara umum, adapun beberapa keunggulan dari pestisida alami, antara lain:
• Jenis pestisida ini mudah terurai (biodegradable) di alam, sehingga tidak mencemarkan lingkungan (ramah lingkungan).
• Relatif aman bagi manusia dan ternak karena residunya mudah hilang.
• Dapat membunuh hama/ penyakit seperti ekstrak dari daun pepaya, tembakau, biji
mahoni, dsb.
• Dapat sebagai pengumpul atau perangkap hama tanaman: tanaman orok-orok,
kotoran ayam
• Bahan yang digunakan pun tidak sulit untuk dijumpai bahkan tersedia bibit secara
gratis (ekonomis).
1.2 Tujuan dan Kegunaan
Tujuan dari praktikum ini adalah
1. murah dan mudah dibuat sendiri oleh petani.
2. relatif aman terhadap lingkungan.
3. tidak menyebabkan keracunan pada tanaman.
4. sulit menimbulkan kekebalan terhadap hama.
5. kompatibel digabung dengan cara pengendalian yang lain.
6. menghasilkan produk pertanian yang sehat karena bebas residu pestisida kimia.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Biopestisida adalah pestisida yang mengandung mikroorganisme seperti bakteri patogen, virus dan jamur. Pestisida biologi yang saat ini banyak dipakai adalah jenis insektisida biologi (mikroorganisme pengendali serangga) dan jenis fungisida biologi (mikroorganisme pengendali jamur). Jenis-jenis lain seperti bakterisida, nematisida dan herbisida biologi telah banyak diteliti, tetapi belum banyak dipakai.
Jenis-jenis Biopestisida
1. Insektisida biologi (Bioinsektisida)
Berasal dari mikroba yang digunakan sebagai insektisida. Mikroorganisme yang menyebabkan penyakit pada serangga tidak dapat menimbulkan gangguan terhadap hewan-hewan lainnya maupun tumbuhan. Jenis mikroba yang akan digunakan sebagai insektisida harus mempunyai sifat yang spesifik artinya harus menyerang serangga yang menjadi sasaran dan tidak pada jenis-jenis lainnya (Sastroutomo, 1992).
Pada saat ini hanya beberapa insektisida biologi yang sudah digunakan dan diperdagangkan secara luas. Mikroba patogen yang telah sukses dan berpotensi sebagai insektisida biologi salah satunya adalah Bacillus thuringiensis (Khetan, 2001). Bacillus thuringiensis var. kurstaki telah diproduksi sebagai insektisida biologi dan diperdagangkan dalam berbagai nama seperti Dipel, Sok-Bt, Thuricide, Certan dan Bactospeine. Bacillus thuringiensis var. Israelensis diperdagangkan dengan nama Bactimos, BMC, Teknar dan Vektobak. Jenis insektisida ini efektif untuk membasmi larva nyamuk dan lalat (Sastroutomo, 1992).
Jenis insektisida biologi yang lainnya adalah yang berasal dari protozoa,Nosema locustae, yang telah dikembangkan untuk membasmi belalang dan jengkerik. Nama dagangnya ialah NOLOC, Hopper Stopper. Cacing yang pertama kali didaftarkan sebagai insektisida ialah Neoplectana carpocapsae, yang diperdagangkan dengan nama Spear, Saf-T-Shield. Insektisida ini digunakan untuk membunuh semua bentuk rayap (Sastroutomo, 1992).
2. Herbisida biologi (Bioherbisida)
Termasuk dalam golongan herbisida ini ialah pengendalian gulma dengan menggunakan penyakit yang ditimbulkan oleh bakteri, jamur dan virus. Bioherbisida yang pertama kali digunakan ialah DeVine yang berasal dariPhytophthora palmivora yang digunakan untuk mengendalikan Morrenia odorata, gulma pada tanaman jeruk. Bioherbisida yang kedua dengan menggunakan Colletotrichum gloeosporioides yang diperdagangkan dengan nama Collego dan digunakan pada tanaman padi dan kedelai di Amerika (Sastroutomo, 1992).
3. Fungisida biologi (Biofungisida)
Biofungisida menyediakan alternatif yang dipakai untuk mengendalikan penyakit jamur. Beberapa biofungisida yang telah digunakan adalah sporaTrichoderma sp. digunakan untuk mengendalikan penyakit akar putih pada tanaman karet dan layu fusarium pada cabai.Merek dagangnya ialah Saco P dan Biotri P (Novizan, 2002).
BAB II METODOLOGI
3.1 Tempat dan Waktu
Praktikum ini dilaksankan di Kebun Percobaan Labiota, Kecamatan Malino, Kabupaten Gowa, Pada Hari Sabtu 9 April, 2011, Pukul 08.00 WITA sampaii selesai
3.2 Alat Dan Bahan
Adapun alat yang digunakan adalah ember, pencacah, dan karung.
Sedangkan bahan yang digunakan adalah daun mimba, buah maja, bioaktivator mikrobat, dan tetes tebu.
3.3 Metodologi
1) Buat larutan mikroba, dengan campuran 5 liter air, 200 ml mikroba, dan 200ml tetes tebu
2) Cacah bahan yang digunakan, untuk maja, (keluarkan daging buahnya)
3) Masukkan kedalam larutan mikroba
4) Tutup rapat, dan perhatikan 2 minggu kemudian
5) Jika larutan mengeluarkan buih, menandakan bahwa biopestisida telah jadi
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Gambar 1.a. daun mimba gambar 1. Buah maja
Gambar 2.a Pemberian mikroba gambar 2. B pemeraman
4.2 Pembahasan
Gambar 1.a dan gambar 1.b, memperlihatkan dua bahan yang akan digunakan sebagai bahan pembautan biopestisida. Bahan ini dipilih, karena terbukti memilki zat-zat yang dapat mengendalikan OPT. hal ini dapat diketahui dari sifat kedua bahan ini yang sangat jarang didekati oleh OPT tanaman. Hal ini mengindikasikan bahwa ada senyawa-senyawa dalam tanaman yang berfungsi untuk mempertahankan diri tanaman tersebut. Hal ini didukung oleh pendapat anonym (2011b bahwa, Beberapa jenis tanaman yang mampu mengendalikan hama seperti famili Meliaceae (nimba, Aglaia), famili Anonaceae (biji srikaya, biji sirsak, biji buah nona, dan daging buah maja).
Pestisida hayati merupakan formulasi yang mengandung mikroba tertentu baik berupa jamur, bakteri, maupun virus yang bersifat antagonis terhadap mikroba lainnya (penyebab penyakit tanaman) atau menghasilkan senyawa tertentu yang bersifat racun baik bagi serangga (hama) maupun nematoda (penyebab penyakit tanaman). Formulasi Beuveria bassiana (isolat Segunung) mampu mengendalikan hama kumbang moncong yang merupakan hama utama anggrek dan serta mengendalikan kumbang mawar serta kutu daun pada tanaman krisan.
Gambar 2.a, dan gambar 2.b, memperlihatkan mengenai cara-cara pembuatan biopestisida. Dimana gambar 2.a memperlihatkan pemberian mikroba sebagai pengurai bahan-bahan, sehingga senyawa-senyawa yang dikandung dalam bahan tersebut dapat keluar dan digunakan. Selain itu, dalam hal ini perlu juga diberikan tetes gula yang berfungsi sebagai makanan awal bagi mikroorganisme tersebut. Gambar 2.b, memperlihatkan pemeraman bahan menggunakan karung, hal ini dilakukan untuk menjaga kondisi lingkungan agar sesuai dengan yang dibutuhkan oleh mikroorganisme pengurai.
Perlu juga diketahui, bahwa mikroorganisme yang diberikan terdiri atas beberapa jenis mikroorganisme, yang beberapa diantaranya bersifat entomoptogen terhadap OPT. penggunaan mikrooganisme sebagai pengurai pada pembuatan biopestisida ini didukung oleh pendapat Rohendi, E (2005), bahwa Aktivator pengomposan ini menggunakan mikroba-mikroba terpilih yang memiliki kemampuan tinggi dalam mendegradasi limbah-limbah padat organik, yaitu: Trichodermapseudokoningii, Cytopagasp, Trichoderma arzianum, Pholyota sp, Agraily sp dan FPP (fungi pelapuk putih). Mikroba ini bekerja aktif pada suhu tinggi (termofilik). Aktivator yang dikembangkan oleh BPBPi tidak memerlukan tambahan bahan-bahan lain dan tanpa pengadukan secara berkala. Namun, kompos perlu ditutup/sungkup untuk mempertahankan suhu dan kelembaban agar proses pengomposan berjalan optimal dan cepat. Pengomposan dapat dipercepat hingga 2 minggu untuk bahan-bahan lunak/mudah dikomposakan hingga 2 bulan untuk bahan-bahan keras/sulit dikomposkan.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 kesimpulan
1) Biopestisida adalah pestisida yang dibuat dari bahan-bahan alami
2) Daun mimba dan buah maja dapat digunakan sebagai bahan pembuat
biopestisida
3) Mikroorganisme mempunyai peran sebagai pengurai senyawa-senyawa pada bahan baku biopestisida, serta berfungsi sebagai biokontrol bagi pengganggu tanaman.
5. 2 Saran
Sebaiknya praktikan juga dapat melihat aplikasi dari bahan biopestisida terhadap organisme pengganggu tanaman.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2008. Proses Atau Skematis Kultur
Jaringan.http://id.answers.yahoo.com.htm. Diakses pada tanggal 12
Maret 2011.
Anonim. 2008. Teknik Kultur Jaringan http://www.bbpp-lembang.info.htm.
Diakses pada tanggal 12 Maret 2011.
Hendra, T. 2007. Kultur Jaringan. http://lelos66.blog.friendster.com.htm. Diakses
pada tanggal 12 Maret 2011.
Rahardja, P.E. 1988. Kultur Jaringan Teknik Perbanyakan Tanaman Secara
Modern. Panebar Swadaya. Jakarta
Wetherel, D.F. 2008. Propagasi Tanaman Secara In Vitro. Avery Publishing
Group Inc. New Jersey.
I.1 Latar Belakang
Pestisida alami adalah suatu pestisida yang bahan dasarnya berasal dari alam seperti tumbuhan. Pestisida alami merupakan pemecahan jangka pendek untuk mengatasi masalah hama dengan cepat Pestisida nabati bersifat ramah lingkungan karena bahan ini mudah terdegradasi di alam, sehingga aman bagi manusia maupun lingkungan (Cheng dan Hanlon, 1985; Kardinan, 1999). Selain itu pestisida nabati juga tidak akan mengakibatkan resurjensi maupun dampak samping lainnya, justru dapat menyelamatkan musuhmusuh alami (Untung, 1993).
Pestisida nabati merupakan produk alam dari tumbuhan seperti daun, bunga, buah, biji, kulit, dan batang yang mempunyai kelompok metabolit sekunder atau senyawa bioaktif (Anonim, 1994). Beberapa tanaman telah diketahui mengandung bahan-bahan kimia yang dapat membunuh, menarik, atau menolak serangga. Beberapa tumbuhan menghasilkan racun, ada juga yang mengandung senyawa-senyawa kompleks yang dapat mengganggu siklus pertumbuhan serangga, sistem pencernaan, atau mengubah perilaku serangga (Supriyatin dan Marwoto, 2000).
Secara umum, adapun beberapa keunggulan dari pestisida alami, antara lain:
• Jenis pestisida ini mudah terurai (biodegradable) di alam, sehingga tidak mencemarkan lingkungan (ramah lingkungan).
• Relatif aman bagi manusia dan ternak karena residunya mudah hilang.
• Dapat membunuh hama/ penyakit seperti ekstrak dari daun pepaya, tembakau, biji
mahoni, dsb.
• Dapat sebagai pengumpul atau perangkap hama tanaman: tanaman orok-orok,
kotoran ayam
• Bahan yang digunakan pun tidak sulit untuk dijumpai bahkan tersedia bibit secara
gratis (ekonomis).
1.2 Tujuan dan Kegunaan
Tujuan dari praktikum ini adalah
1. murah dan mudah dibuat sendiri oleh petani.
2. relatif aman terhadap lingkungan.
3. tidak menyebabkan keracunan pada tanaman.
4. sulit menimbulkan kekebalan terhadap hama.
5. kompatibel digabung dengan cara pengendalian yang lain.
6. menghasilkan produk pertanian yang sehat karena bebas residu pestisida kimia.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Biopestisida adalah pestisida yang mengandung mikroorganisme seperti bakteri patogen, virus dan jamur. Pestisida biologi yang saat ini banyak dipakai adalah jenis insektisida biologi (mikroorganisme pengendali serangga) dan jenis fungisida biologi (mikroorganisme pengendali jamur). Jenis-jenis lain seperti bakterisida, nematisida dan herbisida biologi telah banyak diteliti, tetapi belum banyak dipakai.
Jenis-jenis Biopestisida
1. Insektisida biologi (Bioinsektisida)
Berasal dari mikroba yang digunakan sebagai insektisida. Mikroorganisme yang menyebabkan penyakit pada serangga tidak dapat menimbulkan gangguan terhadap hewan-hewan lainnya maupun tumbuhan. Jenis mikroba yang akan digunakan sebagai insektisida harus mempunyai sifat yang spesifik artinya harus menyerang serangga yang menjadi sasaran dan tidak pada jenis-jenis lainnya (Sastroutomo, 1992).
Pada saat ini hanya beberapa insektisida biologi yang sudah digunakan dan diperdagangkan secara luas. Mikroba patogen yang telah sukses dan berpotensi sebagai insektisida biologi salah satunya adalah Bacillus thuringiensis (Khetan, 2001). Bacillus thuringiensis var. kurstaki telah diproduksi sebagai insektisida biologi dan diperdagangkan dalam berbagai nama seperti Dipel, Sok-Bt, Thuricide, Certan dan Bactospeine. Bacillus thuringiensis var. Israelensis diperdagangkan dengan nama Bactimos, BMC, Teknar dan Vektobak. Jenis insektisida ini efektif untuk membasmi larva nyamuk dan lalat (Sastroutomo, 1992).
Jenis insektisida biologi yang lainnya adalah yang berasal dari protozoa,Nosema locustae, yang telah dikembangkan untuk membasmi belalang dan jengkerik. Nama dagangnya ialah NOLOC, Hopper Stopper. Cacing yang pertama kali didaftarkan sebagai insektisida ialah Neoplectana carpocapsae, yang diperdagangkan dengan nama Spear, Saf-T-Shield. Insektisida ini digunakan untuk membunuh semua bentuk rayap (Sastroutomo, 1992).
2. Herbisida biologi (Bioherbisida)
Termasuk dalam golongan herbisida ini ialah pengendalian gulma dengan menggunakan penyakit yang ditimbulkan oleh bakteri, jamur dan virus. Bioherbisida yang pertama kali digunakan ialah DeVine yang berasal dariPhytophthora palmivora yang digunakan untuk mengendalikan Morrenia odorata, gulma pada tanaman jeruk. Bioherbisida yang kedua dengan menggunakan Colletotrichum gloeosporioides yang diperdagangkan dengan nama Collego dan digunakan pada tanaman padi dan kedelai di Amerika (Sastroutomo, 1992).
3. Fungisida biologi (Biofungisida)
Biofungisida menyediakan alternatif yang dipakai untuk mengendalikan penyakit jamur. Beberapa biofungisida yang telah digunakan adalah sporaTrichoderma sp. digunakan untuk mengendalikan penyakit akar putih pada tanaman karet dan layu fusarium pada cabai.Merek dagangnya ialah Saco P dan Biotri P (Novizan, 2002).
BAB II METODOLOGI
3.1 Tempat dan Waktu
Praktikum ini dilaksankan di Kebun Percobaan Labiota, Kecamatan Malino, Kabupaten Gowa, Pada Hari Sabtu 9 April, 2011, Pukul 08.00 WITA sampaii selesai
3.2 Alat Dan Bahan
Adapun alat yang digunakan adalah ember, pencacah, dan karung.
Sedangkan bahan yang digunakan adalah daun mimba, buah maja, bioaktivator mikrobat, dan tetes tebu.
3.3 Metodologi
1) Buat larutan mikroba, dengan campuran 5 liter air, 200 ml mikroba, dan 200ml tetes tebu
2) Cacah bahan yang digunakan, untuk maja, (keluarkan daging buahnya)
3) Masukkan kedalam larutan mikroba
4) Tutup rapat, dan perhatikan 2 minggu kemudian
5) Jika larutan mengeluarkan buih, menandakan bahwa biopestisida telah jadi
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Gambar 1.a. daun mimba gambar 1. Buah maja
Gambar 2.a Pemberian mikroba gambar 2. B pemeraman
4.2 Pembahasan
Gambar 1.a dan gambar 1.b, memperlihatkan dua bahan yang akan digunakan sebagai bahan pembautan biopestisida. Bahan ini dipilih, karena terbukti memilki zat-zat yang dapat mengendalikan OPT. hal ini dapat diketahui dari sifat kedua bahan ini yang sangat jarang didekati oleh OPT tanaman. Hal ini mengindikasikan bahwa ada senyawa-senyawa dalam tanaman yang berfungsi untuk mempertahankan diri tanaman tersebut. Hal ini didukung oleh pendapat anonym (2011b bahwa, Beberapa jenis tanaman yang mampu mengendalikan hama seperti famili Meliaceae (nimba, Aglaia), famili Anonaceae (biji srikaya, biji sirsak, biji buah nona, dan daging buah maja).
Pestisida hayati merupakan formulasi yang mengandung mikroba tertentu baik berupa jamur, bakteri, maupun virus yang bersifat antagonis terhadap mikroba lainnya (penyebab penyakit tanaman) atau menghasilkan senyawa tertentu yang bersifat racun baik bagi serangga (hama) maupun nematoda (penyebab penyakit tanaman). Formulasi Beuveria bassiana (isolat Segunung) mampu mengendalikan hama kumbang moncong yang merupakan hama utama anggrek dan serta mengendalikan kumbang mawar serta kutu daun pada tanaman krisan.
Gambar 2.a, dan gambar 2.b, memperlihatkan mengenai cara-cara pembuatan biopestisida. Dimana gambar 2.a memperlihatkan pemberian mikroba sebagai pengurai bahan-bahan, sehingga senyawa-senyawa yang dikandung dalam bahan tersebut dapat keluar dan digunakan. Selain itu, dalam hal ini perlu juga diberikan tetes gula yang berfungsi sebagai makanan awal bagi mikroorganisme tersebut. Gambar 2.b, memperlihatkan pemeraman bahan menggunakan karung, hal ini dilakukan untuk menjaga kondisi lingkungan agar sesuai dengan yang dibutuhkan oleh mikroorganisme pengurai.
Perlu juga diketahui, bahwa mikroorganisme yang diberikan terdiri atas beberapa jenis mikroorganisme, yang beberapa diantaranya bersifat entomoptogen terhadap OPT. penggunaan mikrooganisme sebagai pengurai pada pembuatan biopestisida ini didukung oleh pendapat Rohendi, E (2005), bahwa Aktivator pengomposan ini menggunakan mikroba-mikroba terpilih yang memiliki kemampuan tinggi dalam mendegradasi limbah-limbah padat organik, yaitu: Trichodermapseudokoningii, Cytopagasp, Trichoderma arzianum, Pholyota sp, Agraily sp dan FPP (fungi pelapuk putih). Mikroba ini bekerja aktif pada suhu tinggi (termofilik). Aktivator yang dikembangkan oleh BPBPi tidak memerlukan tambahan bahan-bahan lain dan tanpa pengadukan secara berkala. Namun, kompos perlu ditutup/sungkup untuk mempertahankan suhu dan kelembaban agar proses pengomposan berjalan optimal dan cepat. Pengomposan dapat dipercepat hingga 2 minggu untuk bahan-bahan lunak/mudah dikomposakan hingga 2 bulan untuk bahan-bahan keras/sulit dikomposkan.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 kesimpulan
1) Biopestisida adalah pestisida yang dibuat dari bahan-bahan alami
2) Daun mimba dan buah maja dapat digunakan sebagai bahan pembuat
biopestisida
3) Mikroorganisme mempunyai peran sebagai pengurai senyawa-senyawa pada bahan baku biopestisida, serta berfungsi sebagai biokontrol bagi pengganggu tanaman.
5. 2 Saran
Sebaiknya praktikan juga dapat melihat aplikasi dari bahan biopestisida terhadap organisme pengganggu tanaman.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2008. Proses Atau Skematis Kultur
Jaringan.http://id.answers.yahoo.com.htm. Diakses pada tanggal 12
Maret 2011.
Anonim. 2008. Teknik Kultur Jaringan http://www.bbpp-lembang.info.htm.
Diakses pada tanggal 12 Maret 2011.
Hendra, T. 2007. Kultur Jaringan. http://lelos66.blog.friendster.com.htm. Diakses
pada tanggal 12 Maret 2011.
Rahardja, P.E. 1988. Kultur Jaringan Teknik Perbanyakan Tanaman Secara
Modern. Panebar Swadaya. Jakarta
Wetherel, D.F. 2008. Propagasi Tanaman Secara In Vitro. Avery Publishing
Group Inc. New Jersey.
Terimakasih Sobat,, sudah berkunjung, jangan lupa di like yah atau tinggalkan pesan anda di kolom facebook paling bawah.
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !